Jadi orang ganteng atau cantik itu enak. Bisa ngapain aja sesukanya..
...................✏
Hanya Dave yang tidak kelihatan di acara pentas seni pelepasan siswa kelas enam. Darimana aku tau? Apakah aku terus mencarinya? Bukan. Bukan karna aku menunggu kedatangannya, tapi karna sedari tadi Natasya merecoki telingaku dengan pertanyaan apakah aku sudah melihat Dave atau belum.
“Aku nggak lihat dia, Sya. Dari tadi kan kita bareng terus. Kalau kamu aja gak lihat, berarti aku juga begitu.”
“Udah pindah ke Jakarta dia. Kemarin bilang sama aku, titip salam buat Aileen katanya,” Iqbal akhirnya bersuara ketika mendengar Natasya sedang mencari Dave.
“Salamnya buat Aileen doang?” nada cemburu terdengar dari suara Natasya.
Iqbal hanya mengangguk. Aku segera menjawab salam Dave agar pembicaraan segera beralih.
“Lagian ngapain sih pake segala titip salam ke Aileen? Genit banget deh.”
“Ya, kan dia suka sama Aileen.”
Aku merasa biasa saja saat itu. Tidak lagi kesal seperti setiap biasanya aku mendengar namanya. Mungkin karna aku tau dia sudah tidak ada di kota ini. Bagus deh, tidak ada lagi yang akan merecoki aku.
Aku tumbuh menjadi seorang Aileen yang berbeda sejak Sekolah Menengah Pertama. Meski bukan jadi satu-satunya anak perempuan yang paling digemari di sekolah, tetapi aku punya penggemar yang lebih banyak daripada saat di Sekolah Dasar.
Hal itu membuatku tumbuh menjadi gadis menyebalkan bagi sebagian orang. Aku jadi semakin pemilih dengan siapa aku berteman. Bahkan keberadaanku dan segala pemikiranku selalu sangat mempengaruhi teman-teman dekatku. Apa yang aku katakan, apa yang aku suka, dan apa yang tidak aku suka, selalu otomatis dilakukan, disukai, atau tidak disukai oleh mereka.
Menolak cowok sudah menjadi hal biasa buatku. Berpacaran juga begitu. Tapi itu hanya bagian dari senang-senang saja. Aku tidak pernah menaruh perasaan ke cowok-cowok yang pernah jadi pacarku. Biasanya ku terima kalau dia ganteng dan keren, lalu ku tolak kalau tidak begitu.
Hari ini ada anak baru dengan penampilan paling berbeda masuk ke kelasku. Kedatangannya berhasil membuat seluruh pasang mata terfokus padanya, membuat penilaian masing-masing tentang cowok itu. Termasuk aku.
Tinggi. Badan atletis. Memakai seragam yang kelewat rapi. Kemeja warna putih seperti baru saja keluar dari toko, dengan dasi menggantung di kera. Juga sepatu warna hitam yang terlihat bersih.
Baru tujuh detik ketika dia masuk bersama wali kelas. Aroma parfum bubble gum menyeruak ke seluruh penjuru ruangan. Membuat anak laki-laki berakting seperti mau muntah mencium baunya. Sedang anak perempuan malah menatap cowok itu semakin dalam. Kagum mungkin. Kemudian penilaian kembali dilakukan. Ini versiku...
Rambut disisir rapi. Rahang tegas. Tatapan mata yang tajam. Kulit bersih.
Dia berdeham dan memperkenalkan namanya secara singkat.
“Teguh Hermawan.” Hanya itu yang dia katakan. Tapi sekali lagi mampu menyihir kaum hawa untuk semakin menatap lekat.
Suara bariton miliknya terdengar merdu di telinga kami. Melengkapi segala kesempurnaan penampilannya.
Ah, baru kali ini aku melihat ada cowok sekeren dia dikalangan teman-temanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Girl [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Cukup, Ai. Jangan pernah ngejar gue lagi. Biar gue aja yang ngejar lo!" "Tapi kapan kamu bakalan ngelakuin itu? Aku sayang kamu. Gak mau kehilangan kamu, Dave." "Lo inget kata-kata gue ini. Suatu saat nanti gue pasti bakalan balik lagi ke lo. Nggak...