..................✏
"Ku tuliskan kenangan tentang, caraku menemukan dirimu ... tentang apa yang membuatku mudah, berikan hatiku padamu. Takkan habis sejuta lagu, untuk menceritakan cantikmu. Kan teramat panjang puisi, tuk menyuratkan cinta ini."
Alunan merdu suara Dave berhasil membuatku terpaku untuk terus menatapnya. Entah sejak kapan dia jadi semahir ini memainkan gitar, dan... aku suka suaranya.
"Bila habis sudah waktu ini tak lagi berpijak pada dunia, telah aku habiskan, sisa hidupku hanya untukmu. Dan tlah habis sudah cinta ini tak lagi tersisa untuk dunia, karna tlah kuhabiskan sisa cintaku hanya untukmu."
Dia menghentikan petikan jari pada senar gitar, lalu bilang, "kok diem aja sih, Ai? Setau gue lo suka nyanyi deh."
"Eh?" tanyaku gelagapan, karna sedari tadi asik mendengarkan dia. "Iya gue suka nyanyi, tapi dengar lo nyanyi rasanya menyenangkan."
"Kalau bareng-bareng pasti lebih menyenangkan lagi deh, Ai."
"Gue nggak pede, Dave. Lo aja deh."
"Suara lo bagus, Ai."
Dia memaksa dengan ekspresinya yang menggemaskan. Jadi aku nggak sanggup menolak. "Oke deh," kataku.
"Bila musim berganti. Sampai waktu terhenti. Walau dunia membenci, ku 'kan tetap di sini.."
Petikan senar gitar mulai terdengar mengalun indah lagi. Dave memainkannya sambil tanpa henti menatapku. Manis sekali rasanya momen ini. Kalau aku boleh meminta pada semesta, agar jangan membuat waktu berlalu dengan cepat untuk saat ini.
"Telah habis sudah cinta ini, tak lagi tersisa untuk dunia, karna tlah ku habiskan, sisa cintaku hanya untukmu," lanjutnya lalu mengakhiri lagu itu dengan petikan gitar yang mengalun dengan indah.
"Yeay!" aku bertepuk tangan, kelewat heboh sepertinya. "Sejak kapan lo bisa main gitar gini? Keren banget," ungkapku saat itu yang memang benar-benar takjub.
"Belum lama. Sengaja belajar biar bisa ngiringin lo nyanyi."
Kau tau hal apa yang bisa membuatku jatuh cinta dengan mudah? Sejak kecil aku senang dengar musik. Karna itu, aku juga jadi senang bernyanyi. Ketika bernyanyi dan didengar beberapa orang, entah itu sengaja atau tidak, mereka selalu bilang kalau suaraku bagus. Jadi, ajak aku bicara tentang musik, atau nyanyikan saja aku sebuah lagu cinta. Maka aku akan jatuh hati...
Ya. Memang semudah itu membuatku jatuh hati. Tapi untungnya nggak banyak orang tau tentang itu. Kalau mereka tau, entahlah akan jadi apa hatiku ini.
"Mau nyanyi lagu apa lagi, Ai?"
"Terserah lo deh."
"Satu lagu lagi, lalu gue pamit pulang ya."
Astaga, semesta nggak dengar permintaanku tadi, ya? Kenapa dia selalu datang hanya dengan waktu yang singkat, sih? Tau sendiri, aku sudah mulai senang ada dia di dekatku.
"Nggak bisakah lo lebih lama di sini?" pintaku setengah merengek.
"Gue bisa datang lagi di lain waktu Aileen. Kan lo tau, gue akan selalu ada buat lo."
Nggak ada cermin di sekitarku. Jadi nggak tau bagaimana raut wajahku saat itu. Yang aku tau, dia, malah tersenyum sambil menunduk.
"Weekend gue datang lagi, ya?"
Aku tidak menjawabnya.
Belum pernah seorang Aileen jatuh hati pada cowok manapun. Meski saat itu mantanku sudah ada delapan. Tapi bukan berarti hatiku jatuh pada cowok itu. Nggak begitu kok. Eh, mungkin belum. Entahlah, aku sendiri nggak yakin dengan perasaanku saat itu.
Dia pulang tanpa menyanyikan sebuah lagu lagi seperti katanya tadi. Kubilang, "udah deh, nggak usah nyanyi lagi." Aku kesal dan jadi malas mendengarnya lagi. Sudah tidak selera.
🍁🍁🍁
"Hei Leen! Kok bengong gitu sih?"
Aku mengerjapkan mata beberapa kali setelah Ang menepuk pundakku. Tidak keras, namun karna bengong, itu membuat kaget.
"Ayo dong ajarin gue main gitar. Lo kan bisa."
Ang menggangguku ketika sedang asik baca novel karya Ilana Tan, Sunshine Becomes You. Dia datang dengan menenteng gitar mini. Saat ini sedang jam kosong, dan aku biasa menghabiskan waktu untuk membaca novel setelah mengerjakan tugas. Tau sendiri, sejak awal masuk sekolah ini, aku tidak pintar mendapatkan teman. Jadi sudah biasa menghabiskan waktu sendiri.
"Aileen, tadi katanya mau ngajarin, tapi abis itu tiba-tiba bengong gitu, kenapa?"
Ang nggak tau kalau pikiranku terlempar ke waktu itu.
Lima bulan? Dua belas bulan? Empat belas bulan? Ah, nggak ingat kapan. Yang pasti sudah lama sekali Dave jadi berhenti datang ke rumah. Padahal aku ingat, terakhir dia bilang akan datang lagi, kan?
Sudah berapa puluh weekend yang terlewat, Dave?"Sorry Ang, kepala gue tiba-tiba pusing nih. mungkin lain kali aja, ya?"
"Gitu, ya? Oke deh. Sorry gangu, Leen."
"It's okay."
Ang berlalu sambil menggenjreng asal senar gitar, membuat heboh sekelas karna merasa keberisikan akibat ulahnya. Dia hanya tertawa kesenangan karna sudah membuat banyak orang kesal. Memang seperti itu tabiatnya. Kalau tidak membuat orang tertawa terpingkal-pingkal, pasti ya bikin kesal.
Aku belajar memainkan gitar agar bisa kutunjukkan kemampuanku pada Dave saat dia datang. Tapi bahkan setelah banyak bulan telah berlalu, dia malah nggak muncul-muncul. Bahkan sekedar pesan singkatnya yang biasanya sering masuk, kini nggak ada lagi.
Jadi, cowok itu berhasil membuatku penasaran.
Eh tunggu sebentar, apa jangan-jangan aku telah melakukan kesalahan yang membuat Dave marah padaku? Dan sial! Aku jadi memikirkan segala kesalahan yang mungkin aku lakukan hingga membuat cowok itu marah padaku.***
"Apa karna Aileen terlalu jutek makanya Dave jadi malas datang lagi, ya, Bu?"
"Jutek gimana? Kamu aja selalu nawarin dia makan siang, nawarin mandi dulu sebelum pulang, bahkan kamu selalu antar dia ke depan gerbang perumahan biar dia nggak jalan kaki, kan?"
"Trus kenapa Dave nggak pernah kesini lagi, Bu?"
Ibu mengupas bawang merah terakhirnya lalu menyahutiku, "Mungkin dia sibuk."
"Ya tapi kan, bisa kirim pesan gitu ke Aileen. Bilang lagi sibuk apa, biar Aileen nggak penasaran gini jadinya."
"Dunianya, kan, nggak melulu tentang kamu, Nak."
Kalimat ibu bagai sambaran listrik. Kenapa itu tidak terpikirkan olehku? Benar kata ibu, memangnya aku ini siapa sampai Dave harus selalu datang dan mengabariku. Ah ayolah, aku sudah berhenti pacaran sejak satu tahun yang lalu. Dan kau tau kenapa? Baiklah aku janji akan menceritakan itu, tapi tidak sekarang.
........................✂
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Girl [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Cukup, Ai. Jangan pernah ngejar gue lagi. Biar gue aja yang ngejar lo!" "Tapi kapan kamu bakalan ngelakuin itu? Aku sayang kamu. Gak mau kehilangan kamu, Dave." "Lo inget kata-kata gue ini. Suatu saat nanti gue pasti bakalan balik lagi ke lo. Nggak...