Dear Dave ~
Kamu terlalu ajaib!
Selalu punya ide-ide baru, yang misinya adalah agar aku berhenti, lalu menjauhimu.Semoga semua idemu tak ada yang mempan untuk menghentikanku.
✏.................
Bunyi berisik sirine terdengar pukul 03.15. Seluruh peserta yang mulai terjaga, membangunkan teman sekamarnya masing-masing.
Jadwal tidur malam selesai. Saatnya melanjutkan kegiatan yang masih tersisa.Panitia sudah terjaga 15 menit lebih dulu sebelum peserta, kami menyiapkan diri sendiri, juga segala keperluan untuk kegiatan dengan cekatan.
Aku suka udara dingin. Itu karna kotaku sangat panas. Membuat tubuhku jadi tidak terbiasa dengan suhu desa ini yang hanya belasan celcius. Saat mengecek suhu dari ponsel, ternyata mencapai 13°C. Wajar jika aku mengenakan sweater di balik almamaterku, juga sarung tangan tebal. Itupun aku masih merasa sangat kedinginan. Tubuhku terbiasa berada di suhu 28°C. Kalian pasti tau, bagaimana lebay-nya aku saat itu.
Setelah panggilan berkumpul melalui bunyi sirine, mereka diberi waktu 15 menit untuk bersiap. Sedang panitia, kembali mengecek perlengkapan kegiatan agar nantinya berjalan dengan lancar.
Pagi ini, aku merasa sangat bahagia. Hatiku terasa ringan. Tubuhku lebih segar 2x lipat dari biasanya, meski aku hanya dapat tidur satu setengah jam saja.
"Hei, Ai! Semalam lo berisik banget sih," suara Augy yang menghampiriku sambil mengucek matanya, seperti masih mengantuk.
Aku tersenyum malu-malu. Augy teman sekamarku, bersama dengan Carissa dan Dinda.
Seseorang dari dalam aula menyahut, "Yee lo gak tau-taunya. Ngebucin tuh dia semalem. Gue aja sampe susah tidur," Dinda mengomel sambil terus mengerjakan pekerjaannya.
"Ya maaf," kataku dengan tulus, tapi masih tidak bisa menyembunyikan senyumku. "Lagian cuma temen kok."
Istilah ngebucin yang dikatakan Dinda, terdengar aneh di telingaku. Dia kan temanku, Dave. Bahkan Dave menganggapku sebagai sahabatnya. Mana mungkin semalam kita ngebucin?
"Masa cuma temen tapi videocall-an tengah malem?" sindir Carissa yang ikut nimbrung.
Aku hanya membalasnya dengan tawa, lalu berlalu untuk mencari pekerjaan lain. Agar tak lagi menjadi olok-olokan mereka. Ya kan kami memang hanya teman.
Ritual-ritual pagi seperti melaksanakan solat, mengaji bersama, hingga berolahraga dilaksanakan dengan menyenangkan.
Aku sedang asik dengan ponselku saat sarapan bersama. Alasannya karna Dave mengajakku chatting. Menyenangkan! Padahal isi chatting itu hanya membahas obrolan yang semalam sudah kami obrolkan via telpon.
"Ai, waktu kita buat makan gak lama. Lo kok jadi seenaknya sendiri gitu sih gunain ponselnya?" Zara yang saat itu sebagai ketua pelaksana kegiatan, menegurku dengan tegas.
Aku jadi merasa sangat tidak enak.
"Ra, sorry. Sebentar ya gue lagi balas chat bunda nih," dalihku pada Zara.
Buru-buru ku ketik pesan balasan pada Dave
Me :
Sorry Dave, gue udh waktunya nugas lg. Nanti siang, gue pulang kok. Kita bs vc an selama gue di perjalanan.
Bye Dave!
Miss u!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Girl [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Cukup, Ai. Jangan pernah ngejar gue lagi. Biar gue aja yang ngejar lo!" "Tapi kapan kamu bakalan ngelakuin itu? Aku sayang kamu. Gak mau kehilangan kamu, Dave." "Lo inget kata-kata gue ini. Suatu saat nanti gue pasti bakalan balik lagi ke lo. Nggak...