11. Cantik itu enak?

34 6 0
                                    

......................✏

“Pacaran yuk.”

Pantas saja sejak lima detik yang lalu aku mencium aroma bubble gum. Teguh datang ke aku yang sedang asik ngobrol dengan teman-teman di kelas. Tadi dia buru-buru keluar ketika bel istirahat terdengar. Aku tidak mau tau dia mau kemana dan ada urusan apa. Tapi sekarang dia malah menghampiriku.

“Gak pengen,” ujarku sambil menampakkan wajah masam ke arahnya.

Bukannya mendengarkan, dia malah meraih pergelangan tanganku, menarikku agar ikut dengannya.

“Apa-apa maksa. Mana ada pacar kayak gini?”

Dia terus menggenggam pergelangan tanganku selama berjalan melewati koridor sekolah.  Kami berhasil mendapat perhatian seluruh siswa yang ada.

Aku sih, sudah sering mendapat perhatian tidak biasa begitu dari sekitar. Ternyata berjalan bersama Teguh begini terasa lebih menyenangkan. Beberapa kali aku menyeringai ketika mendapati kakak kelas perempuan atau teman-teman perempuan seangkatanku merasa envy. Hingga membuatku semakin pede saat berjalan.

Nggak tau apa yang ada dipikiran Teguh. Dia hanya berjalan seperti biasanya. Gagah dengan pandangan lurus ke depan.

“Enak ya jadi cantik.”

Aku mendengar beberapa orang berbisik membicarakanku.

“Beruntung banget jadi dia. Bisa jalan bareng gitu sama Teguh.”

“Iya, gue juga mau digandeng Teguh.”

“Iri iri iri, gue nggak suka liat mereka!!”

Dia membawaku ke warung tempat anak-anak geng biasa nongkrong. Warung ini sederhana. Terletak tidak jauh dari belakang sekolah.

Nggak seperti yang aku bayangkan sebelumnya, warung ini dibangun hanya dengan kayu dan bambu. Bahkan tidak berlantai alias hanya beralas tanah merah. Ini menjadi kali pertamaku datang ke tempat ini. Sebelumnya aku hanya dengar cerita dari teman-teman.

Pemandangan lain yang berhasil ditangkap mataku selain bentuk bangunan warung adalah, banyak anak laki-laki yang asik menghisap batang rokok dengan kemeja yang sudah awut-awutan keluar dari tempatnya. Aku bergidik ngeri melihat mereka. Bukannya datang sekolah untuk belajar dan jadi anak baik, tapi malah seperti itu.

“Lo duduk aja di sini. Gue ke dalem dulu sebentar.”

Aku menarik dasi yang terikat di kerah lehernya. Membuatnya langsung berhenti.

“Gue takut sendirian di sini,” aku menjelaskan dengan mengedarkan pandangan ke arah teman-temannya yang berada tidak jauh dari kami.

“Gak bakal ada yang berani ngapa-ngapain lo. Nyentuh juga gak akan ada yang berani. Lepasin dasi gue.”

Aku menggeleng kuat. “Lo ngapain ngajakin gue kesini kalau lo tinggal masuk?”

“Bentar doang.”

Akhirnya aku mengalah, melepaskan dasinya. Dia bilang hanya sebentar, kan?

“Aileen makin hari makin cantik aja, uhuyy..”

Aku menoleh, nggak kenal dia siapa. Sepertinya kakak kelas. Bertubuh kurus dengan warna kulit gelap.

“Bisa mandangin kayak gini aja udah berasa ada di surga euy,” sahut yang lain tanpa ku tolehkan wajah ke arahnya.

“Daripada sendirian gitu, ditemenin sama gue mau nggak, Leen?”

“Si Teguhnya juga lagi asik ngudut di dalem. Mending romantis-romantisannya sama kita. Hahahaa...”

Sad Girl [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang