I just wanna grab your hand
and be like, you're mine.•••
Tingkah Rama pagi ini cukup membuat Diana heran. Pasalnya, anak laki-lakinya itu sudah sibuk sendiri sejak pagi. Padahal Rama biasa pergi mengunjungi kedainya setelah jam makan siang. Dan hari ini pun Diana juga tidak meminta tolong pada Rama untuk menengok bisnis restoran dan katering miliknya.
Diana memiliki bisnis berupa restoran sekaligus katering yang sudah membuka cabang di beberapa daerah. Sejak Rama lulus S2, seperti orang tua kebanyakan, Diana juga ingin Rama meneruskan bisnisnya. Namun Rama malah lebih memilih membangun kedai kopi yang dirintisnya sendiri. Kala itu, Rama bilang, ia ingin mandiri. Bahkan kedai kopi itu dibangun dari uang yang didapat Rama dari hobi fotografinya sejak SMA.
Diana memutuskan untuk bertanya ketika Rama berjalan menghampirinya yang duduk di sofa ruang tamu. "Tumben udah rapi, mau ke kedai? Atau kamu ada jadwal motret?"
Laki-laki yang mengenakan kaos putih polos dan celana jeans berwarna hitam itu tersenyum tipis. Di tangannya ada jaket berwarna abu-abu. "Engga kok, bun, cuma mau pergi."
"Pergi kemana?"
"Pergi sebentar. Doain aku ya, Bun. Aku pergi dulu." Rama mencium pipi Diana, kemudian berlari ke arah pintu sambil tertawa. Meninggalkan sang bunda yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
Saat sudah di mobil, Rama menyempatkan diri mengetikkan sesuatu di ponselnya sebelum melajukan mobilnya menuju ke rumah Shinta. Hari ini adalah hari pertama dari empat belas hari yang diberikan oleh Shinta. Semalam, setelah mengantar Shinta pulang, Rama memberanikan diri mengajak Shinta pergi esok harinya. Beruntung, Shinta mau.
Rama melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Jalanan hari ini seperti hari-hari biasa di Jakarta pada umumnya. Ramai. Untungnya tidak macet.
Butuh waktu hampir dua puluh menit hingga Rama sampai di depan pagar rumah Shinta. Ia kembali mengeluarkan ponsel, memberitahu Shinta kalau ia sudah sampai.
Tidak butuh waktu lama, senyum Rama merekah perlahan ketika melihat Shinta keluar dari rumahnya dengan dress kasual di bawah lutut berwarna biru yang dipadukan dengan flat shoes hitam dan tas slempang kecil yang juga berwarna hitam. Rambutnnya dikepang rendah. Tampilan sederhana yang mampu membuat Shinta terlihat luar biasa.
Saat Shinta membuka gerbang, Rama turun dari mobil. Mereka sama-sama melempar senyum.
"Hai." Sapa Rama.
Shinta terkekeh pelan. "Hai."
"Berangkat sekarang?"
Mendapat anggukan dari Shinta, Rama langsung membukakan pintu mobilnya. Mempersilahkan Shinta masuk. Setelahnya, ia mengitari mobil dan ikut masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
CROSS THE OCEAN
Fanfiction❝ocean separates lands, not souls.❞ [SEQUEL] read OCEAN OF PAIN first. © fallforten, 2020