Di salah satu sudut ruangan itu, Rama hanya diam menatap Shinta yang tengah berpelukan dengan ibunda Arjuna sembari menangis. Mereka seolah sedang saling mengungkapkan perasaan yang hanya bisa mereka berdua pahami.
Rama menepati janjinya mengantar Shinta datang ke rumah Arjuna. Rama sempat hampir menahan Shinta ketika calon isterinya itu terlihat kurang stabil. Shinta mengalami serangan panik dua kali. Saat mereka akan berangkat, dan saat mereka sampai di pekarangan rumah Arjuna. Rama bahkan sampai harus memeluk Shinta cukup lama di dalam mobil, menenangkan perempuan itu sembari mencoba membujuk agar pulang saja.
Namun keinginan Shinta terlalu kuat. Shinta terus meyakinkan Rama bahwa ia baik-baik saja. Dan Rama tidak bisa melakukan apa-apa selain menurutinya. Ia tidak mau membuat Shinta kecewa.
Detik bergulir, keduanya masih tenggelam dalam tangisan masing-masing. Mau sekuat apapun Shinta mencoba terlihat tegar, pertahanannya tetap hancur lebur. Apalagi setelah melihat hidup wanita baik yang kini memeluknya itu sama hancurnya seperti hidupnya.
Saat pertama kali melihat Dewi tadi, hati Shinta seolah dihempas ke dasar. Wanita yang dulu selalu terlihat begitu cantik di usianya yang sudah tidak muda itu, kini terlihat sangat kurus dengan mata sayu. Badannya terlihat begitu ringkih.
Dewi tidak berhenti mengucapkan kata maaf yang sejak tadi hanya mampu dibalas oleh usapan tangan Shinta pada punggung wanita itu. Setelah beberapa menit, pelukan itu lepas. Shinta tertunduk dalam. Mengerti akan situasi, tangan Rama melingkar di pinggang Shinta, seolah ingin menegaskan bahwa dirinya ada di sini. Shinta tidak sendirian.
Perlakuan Rama itu membuat Shinta menoleh. Rama menatapnya dengan mata teduh, tangan yang tadinya merengkuh pinggang Shinta, bergerak memberi usapan pelan. Dan di saat itu Shinta sadar, sumber kekuatannya ada pada Rama.
"Tante seneng kamu masih mau datang kemari, Shinta. Tante masih ngga percaya. Tante pikir, kamu benci sama Tante."
Shinta kembali mengalihkan pandangannya pada Dewi, mengusap pelan tangan Dewi yang berada di sampingnya. "Aku ngga pernah benci sama tante, ngga pernah sekalipun terlintas di pikiranku buat membenci Tante. Tante ngga salah, keluarga Tante ngga salah."
Air mata Dewi kembali jatuh. Apa yang terjadi di masa lalu terlalu sulit untuk dapat dimaafkan. Namun Shinta dengan besar hati mau datang menemuinya lebih dulu, tanpa membawa dendam sedikitpun.
"Tante selama ini berusaha cari kamu untuk minta maaf, tante pengen banget ketemu sama kamu."
Shinta menggenggam tangan kurus Dewi, menatapnya dengan mata yang masih berkaca-kaca. "Tante, sekarang Shinta di sini. Shinta ngga papa. Kita lupain yang udah berlalu, ya? Shinta sama sekali ngga dendam sama siapapun." Tegasnya.
Dewi akhirnya mengangguk. Walaupun pandangannya juga masih kabur akibat air mata yang menggenang, Shinta mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata di pipi Dewi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CROSS THE OCEAN
Fanfiction❝ocean separates lands, not souls.❞ [SEQUEL] read OCEAN OF PAIN first. © fallforten, 2020