With love,
always.Bagi mereka, tempat ini bukan hanya tempat yang menyuguhkan satu kebetulan terindah dalam hidup mereka. Tempat ini, tempat yang secara tidak sengaja juga telah menjadi saksi banyak hal yang terjadi di antara mereka.
Panti asuhan Mutiara Bunda, di mana semua kebahagiaan itu dapat Rama dan Shinta temukan dengan mudahnya. Bagi Shinta, tempat ini sudah menjadi bagian dari perjalanan hidupnya, jauh sebelum takdir mempertemukannya dengan laki-laki bernama Rama. Tempat ini, tempat yang dulu selalu merengkuhnya, ketika perasaannya sedang tidak baik-baik saja.
Dan bagi Rama, tempat ini adalah tempat di mana titik balik hidupnya dimulai. Rama sadar akan satu hal, ia jatuh cinta pada Shinta sejak peretemuan keduanya dengan perempuan itu di panti asuhan ini, saat ia tidak sengaja menabrak salah satu anak yang diasuh di sini. Kebaikan hati Shinta, ketulusan yang dapat ia lihat dari setiap senyum yang perempuan itu suguhkan pada anak-anak di sini, menggetarkan hatinya.
Benteng tebal yang tanpa sengaja dibangun oleh Rama untuk memberi sekat pada setiap hati yang berusaha meraihnya, mampu dihancurkan dengan begitu mudahnya oleh perempuan berhati malaikat bernama Shinta. Untuk pertama kalinya, ada yang bisa mengalahkan rasa cinta Rama pada seni fotografi. Dan untuk pertama kalinya, ada yang bisa membuat Rama merasa takut ditinggalkan oleh seseorang selain bundanya.
Namun hari ini, rangkaian cerita itu sudah tersusun menjadi sebuah buku tebal dengan banyak kebahagiaan di dalamnya. Seolah, ada banyak sekali alasan bagi Rama dan Shinta untuk tersenyum hanya karena hal kecil. Seperti saat ini, ketika mereka melihat anak balita yang sekiranya baru berusia dua tahun sedang berusaha berjalan dengan susah payah, menyamai langkah anak-anak lain yang sedang bermain lempar bola di halaman.
"Waah Tana udah bisa lari ya sekarang." Ucapan bernada kagum itu, membuat Rama dan Shinta sama-sama mengulas senyum.
"Iya, Bun, Tana ngga berhenti bikin kagum. Perkembangannya pesat banget." Ujar Shinta, matanya terus tertuju pada Tana-- anak laki-laki berusia dua tahun yang sedang mereka bicarakan.
Tak lama kemudian, Tana berlari dengan kaki kecilnya, menghampiri tempat di mana Rama, Shinta, dan Bunda Marwa sedang berbincang.
"Maa." Suara kecil Tana mampu membuat senyuman ketiga orang dewasa itu merekah sempurna.
"Tana, kok mainnya udahan?" Tanya bunda Marwa, mengusap pelan pipi Tana.
Shinta meraih tangan Tana, membawanya lebih dekat lagi. "Tuh ditanya sama nenek, anak mama udah cape ya mainnya? Hm?"
Terlihat wajah Tana yang mulai cemberut dan sedikit mengeluarkan rengekan khas anak kecil. Baik Shinta maupun Rama sudah sangat hafal, jika sudah begitu, artinya Tana mengantuk. Dan kalau sudah begini, biasanya Tana akan rewel.
"Sini sama papa." Rama meraih tubuh kecil Tana, memangkunya. Rama menyandarkan kepala Tana di dadanya, lalu ia sedikit menggoyang-goyangkan kaki, mencoba membuat Tana merasa nyaman.
Selang beberapa menit kemudian, anak laki-laki bertubuh agak gempal itu mulai teridur nyaman di pelukan papanya. Rama mengulas senyum sembari masih terus memperhatikan Tana, ia begitu gemas dengan pipi gembil bocah itu.
Tanaka Janu Hirawan, seperti namanya yang berartikan anugerah dan kekuatan, kehadiran Tana adalah anugerah terindah yang pernah terjadi di kehidupan Rama dan Shinta. Tana juga merefleksikan kekuatan hidup mereka berdua. Kekuatan cinta yang dulu menuntun mereka hingga sampai bisa seperti saat ini.
"Ram, kayanya kita pulang sekarang aja deh."
Rama mengangguk setuju. "Iya."
Shinta beralih pada Bunda Marwa yang sejak tadi ikut memperhatikan Tana. "Bunda, aku sama Rama mau pamit sekarang. Takutnya nanti Tana kebangun terus malah rewel."
KAMU SEDANG MEMBACA
CROSS THE OCEAN
Fanfiction❝ocean separates lands, not souls.❞ [SEQUEL] read OCEAN OF PAIN first. © fallforten, 2020