25 | Twenty-fifth Dream : Stuck a Second Time

345 74 24
                                    

Pagi telah tiba. Namun suasana di Hutan Magis sama sekali tidak berbeda karena cahaya matahari yang tak sanggup menembus tebalnya kabut yang menyelimuti Hutan Magis sehingga Hutan Magis terlihat gelap seperti waktu malam.

Walau begitu para penghuni hutan telah bangun sejak tadi, entah bagaimana mereka tahu kapan waktu untuk bangun, mungkin ada perbedaan kecil yang tidak kuketahui soal pagi, siang, dan malam yang terjadi di Hutan Magis ini.

Para penghuni hutan yang terdiri dari kaum peri, elf, kurcaci, dan lainnya yang aku tidak tahu sedang sibuk melakukan rutinitas sehari-hari mereka seperti biasa. Salah satu kurcaci bertopi coklat menarik perhatianku. Ia tengah berusaha memanjat pohon untuk mendapatkan buah berbentuk bulat berwarna hijau layaknya apel. Ia telah berusaha memanjat sedari tadi tapi tak berhasil-hasil juga.

Salah satu tangannya tak sengaja menyenggol elf yang sedang berdiri di atas pohon. Ia tampak kesal dan menendang-nendang kurcaci itu sehingga kurcaci itu terjatuh ke tanah membuat beberapa peri, kurcaci, dan hewan yang di sana menoleh ke arahnya.

"Hei, apa yang kau perhatikan sedari tadi?" tanya Elysian sambil menggerakkan tangannya ke kanan-kiri di depan wajahku.

Aku tersadar dari lamunanku dan menoleh ke arahnya yang sedang menatapku kesal, "Maafkan aku. Tadi kau bilang apa?"

Ia menghela napas gusar dan mengulangi ucapannya, "Kemarin kau bilang dirimu yang bodoh itu kabur. Apa kau tahu kira-kira ia kabur ke mana?"

"Hmmm ...." Aku bergumam, berusaha berpikir dan mengingat-ngingat sesuatu yang sekiranya bisa menjadi petunjuk keberadaannya. Kemudian aku teringat mengenai mimpiku yang menampilkan cuplikan kilas balik masa laluku saat aku menghancurkan ballroom istana.

"Sepertinya aku tahu ia ada di mana," ujarku. Pangeran Alex dan Elysian langsung menoleh ke arahku, menatapku tak sabaran.

"Saat itu aku pernah mimpi bahwa ada wanita yang wajahnya sedikit mirip denganku dan menghancurkan ballroom istana," ujarku.

"Kau yakin?" tanya Pangeran Alex. Aku mengangguk mantap. Aku yakin 100%

"Baiklah kita akan langsung ke Kerajaan Westerniry sekarang," putus Elysian. Kami bertiga segera berpegangan tangan membuat formasi lingkaran.

"Siap Alana?" tanya Elysian.

"Sia-"

"Tunggu ... Alana?" Pangeran Alex memotong ucapanku. Ia bingung mendengar Elysian menyebutku Alana.

"Ya nama aslinya Alana. Sepertinya kau belum bilang ke Pangeran Alex ya," jawab Elysian.

"Bukankah Alana nama penyihir jahat itu? Maksudku dirimu di masa lalu,"

"Ya, entah keajaiban apa yang membuat namaku sama seperti namaku di masa lalu," ujarku.

"Sama? Maksudmu sama persis dengan nama Sheraphine Alana Sherina?" tanya Pangeran Alex tak percaya.

"Tanpa Sherina. Cukup Sheraphine Alana," koreksiku.

Pangeran Alex mengangguk, "Benar-benar sebuah keajaiban," ujarnya.

Aku terkekeh, "Aku datang ke dunia ini saja sudah suatu keajaiban."

"Duniamu di sana seperti apa?" tanya Elysian penasaran.

"Namanya Bumi. Dunia di mana manusia, hewan dan tumbuhan tinggal berdampingan. Dan peri, penyihir, vampir tidak ada di sana."

"Benarkah? Bagaimana bisa ada dunia tanpa kaum peri? Sungguh aneh," komentar Elysian.

"Apa di sana ada seorang pangeran?" tanya Pangeran Alex.

Aku mengangguk. Pangeran Alex berdecih dan langsung memeluk pinggangku dari belakang membuatku tersentak kaget. Aku menatapnya bingung. Ia menatapku dalam dan tersenyum menyeringai, "Aku yakin pangeran itu tidak setampan aku."

Alana : That Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang