"Wuahhh!!!"
Anak kecil itu berseru, kagum melihat api biru yang keluar dari tangan ibunya.
"Bu, aku juga mau coba!"
Wanita paruh baya itu tertawa kecil melihat buah hatinya yang berumur 9 tahun terpukau oleh sihir kecilnya. Ia mendekati anak satu-satunya itu, dan mengelus pucuk kepalanya.
"Alana nanti mau jadi apa saat besar?"
Tanpa ragu Alana menjawab, "Aku mau jadi penyihir hebat seperti Ibu! Lalu aku akan membangun kerajaan sendiri dan tinggal berdua bersama Ibu!"
Ia tersenyum lalu memegang kedua tangan mungil Alana. "Tangan ini, sihir ini, adalah penjagamu dan identitasmu. Ibu harap kamu dapat menjaga dan menggunakannya dengan baik dan menemukan mimpimu lewat sihir itu. Jadikanlah ia teman dan pendamping hidupmu selamanya."
Alana tersenyum lebar dan mengangguk. Saat itu ia masih mempunyai cita-cita, mimpi, dan harapan. Yaitu menjadi penyihir hebat seperti ibunya.
"Ya sudah, yuk kita kembali ke pondok, langit sudah mulai—Uhuk!"
"I-ibu! Ibu ga apa-apa? Mau aku belikan obat di pasar?"
"Udah gak usah, ibu ga apa-apa kok."
Namun ibunya kembali batuk. Alana yang khawatir terhadap kondisi ibunya pun dengan nekat berlari ke pasar setelah mengantar ibunya.
Jarak rumah Alana dengan pasar cukup jauh, karena rumah Alana berada di tengah hutan, jauh dari pemukiman penduduk. Alana harus menuruni bukit dan melewati hutan agar sampai ke pasar.
Hiruk pikuk terdengar walau hari menjelang malam, beberapa orang masih menjajakan dagangan mereka di pinggir jalan. Alana mengeratkan jubah hitamnya dan terus berjalan sambil menunduk hingga sampai ke toko obat-obatan.
"Permisi Pak, saya ingin beli Daun Cyntilia satu kantung dan akarnya sekalian."
Bapak-bapak yang sudah mengenali Alana karena sering datang ke tokonya pun segera mengiyakan dan mengambil bahan-bahan yang kupesan.
"Dia anak terkutuk itu ya?"
"Kenapa dia ke sini? Apa ibunya sakit?"
"Kayaknya sih ibunya sakit parah, dua hari yang lalu aku juga liat dia ke sini."
"Duh kasian yaa ...."
Alana berusaha tidak peduli terhadap ucapan ibu-ibu itu. Ia pun segera pergi setelah pamit dan mengambil bahan belanjaanku. Samar-samar ia masih mendengar suara mereka yang terus membicarakanku.
"Ya ampun itu duit dapat dari mana ya? Jangan-jangan pakai sihir hitam, ya ampun ...."
Alana mempercepat langkahnya.
Mereka tidak tau apa-apa, seharusnya aku tidak perlu menaruh perhatian kepadanya. Namun kenapa mereka tidak pernah berhenti berbicara buruk tentang aku dan ibuku? Geram Alana dalam hati.
TUK!
Sesuatu mengenai kepalanya. Alana menghentikan langkahnya dan membuka tudungnya, mencari tahu siapa yang melemparnya.
"Hei! Dia membuka tudungnya! Ayo kita lempari dia!"
Batu-batu segera terbang ke arah Alana. Buru-buru ia menaikkan tudungnya dan berlari. Air mata yang sedari tadi ditahan akhirnya jatuh satu per satu, mengalir deras membasahi pipinya.
Kenapa mereka begitu jahat?
Di dalam lubuk hatinya, ia ingin sekali menghukum mereka dengan sihir yang dia pelajari, sedikit saja agar mereka takut dan tak berani mengolok-oloknya. Namun ia telah berjanji kepada Ibu agar tidak berbuat jahat kepada mereka. Andaikan mereka tahu kalau Ibunya sangat baik, bahkan melarang ibu melarangnya menghukum mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alana : That Dream
Fantasía[ Fantasy-mystery & (Minor) Romance ] [ Chapter Completed ] Alana hanya gadis manis yang tidak bisa mengingat mimpinya, hingga suatu kejadian aneh merubah hidupnya dalam sekali kedipan mata. Alana terperangkap dalam dunia mimpinya yang penuh misteri...