18 | Eighteenth Dream : Arrived

431 109 52
                                    

"Aku menyukaimu Farah."

Aku terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. Pikiranku tenggelam dalam manik birunya yang menatapku dalam. Lidahku kelu, mataku terasa panas. Kuharap ia segera pergi secepatnya sebelum air mataku tumpah.

"Kau tidak perlu menjawabnya," ujar Pangeran Alex. Ia tersenyum tipis, bisa kulihat ada seberkas perasaan kecewa di matanya. Rasanya aku ingin berteriak saat itu juga.

Ia mengelus rambutku, lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku. Semakin dekat. Jantungku berdebar kencang. Bisa kurasakan deru napasnya menyapu lembut kulitku, terasa menggelitik. Ia tersenyum, sangat tulus, mencium keningku dan mengusap lembut rambutku sebelum pergi.

Kurasakan jantungku berdebar sangat cepat. Sejenak aku tidak bisa berpikir apa-apa saat itu. Hanya terus menunggu apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

Menunggu? Yang benar saja.
Aku menunggu apa yang akan ia lakukan kepadaku?

Sadarlah Alana!

Ini bukan cerita fairy tale atau dongeng pengantar tidur!

Aku terduduk dalam diam. Pernyataan Pangeran Alex terus terputar di otakku. Apalagi perlakuannya tadi kepadaku. Kuakui ada perasaan senang saat mendengarnya mengucapkan kata suka kepadaku, mengelus rambutku bahkan mencium keningku.

Pipiku memanas lagi, buru-buru aku menghapus bayangan Pangeran Alex dari pikiranku. Walaupun ada rasa senang, tapi rasa sesak seakan membelengguku, mengatakan kepadaku bahwa aku tak akan pernah bisa. Tidak akan pernah.

Air mataku jatuh, tetes demi tetes. Membasahi bajuku. Di saat aku mencari kebenaran dan berhasil menemukannya, aku merasa bahwa takdir benar-benar telah mempermainkanku. Aku benci rasa sesak ini. Aku benci takdir ini. Air mataku semakin deras. Aku terus menangis hingga akhirnya terlelap.

***

Seperti sebelum-sebelumnya, kini aku berada di dalam dunia hitam lagi. Aku menatap ke segala arah malas, menunggu apa yang akan diperlihatkan kepadaku seperti sebelum-sebelumnya.

Terdengar isakan tangis seorang perempuan. Lagi-lagi gadis itu. Ia terduduk di atas tanah sambil menatap gundukan tanah di depannya dengan sebuah papan kayu bertuliskan.

Rosaline Aleta Sherina

"Lihat, sekarang putrinya Sherina tinggal sendiri, ckckck."

"Sudah dilahirkan lewat hubungan gelap, ibunya mati, bahkan ayahnya tidak mau mengakui keberadaannya."

Rasa sesak memenuhi rongga dadaku, aku terus menatap gadis itu, rasanya aku ingin merengkuh dirinya sekarang juga. Tapi reaksinya sungguh berbeda, gadis itu justru berlari menghampiri kedua ibu itu dengan mata berbinar.

Kedua ibu itu berjengit melihat kehadirannya. Mereka tampak risih, seolah-olah mereka sedang menatap seorang monster buruk rupa.

"A-ayah?" Gadis itu tergagap-gagap. Ia menatap kedua ibu di depannya penuh harap.

Salah satu ibu yang memakai baju terusan berwarna coklat mengangguk, "Ayahmu sang Raja Westerniry."

Gadis itu terkejut, tubuhnya bergetar hebat. Aku menatapnya ragu, apakah ia kecewa?

"Di-di mana ayahku ... di mana aku bisa bertemu dengannya?" tanyanya.

"Tentu saja di Kerajaan Westerniry," sahut ibu di sebelahnya yang memakai baju terusan berwarna biru tua.

Gadis itu tersenyum dan mengucapkan terimakasih lalu secepat kilat berlari ke dalam rumahnya yang berada di samping pusaka sang Ibu. Aku berlari mengikutinya dari belakang, tapi kemudian gambar berganti lagi. Kuperhatikan diriku yang berada di tempat lain.

Alana : That Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang