13 | Thirteenth Dream : The Black Wolf

458 124 12
                                    

Aku mengembuskan napas kesal, entah sudah berapa lama kedua mataku ini belum saja terpejam. Mungkin faktor karena aku biasa tidur di atas kasur yang empuk, sementara sekarang aku tidur di atas kain tipis yang digelar di atas tanah yang tidak begitu rata, mungkin.

Aku membalikkan tubuhku, menghadap ke kanan, membaca doa pengantar tidur lalu mencoba untuk memejamkan kedua mataku sekali lagi. Membiarkan suara daun yang saling bergesekan menjadi nyanyian pengantar tidurku, tapi-

Aku berdecak sebal karena pikiranku malah melayang mengenai ucapan pangeran tadi tentang sejarah runtuhnya dunia Wonderous. Setelah memikirkan itu begitu lama, kuputuskan untuk berjalan-jalan di sekitar sini mencari udara segar.

Kepeluk tubuhku erat-erat dengan kedua tanganku, sembari melangkahkan kakiku menyusuri tanah yang telah berubah menjadi lautan kuda dan para prajurit yang sedang beristirahat. Terlihat 2 prajurit yang sedang berjaga di daerah sana, mungkin aku bisa mengajaknya berbicara untuk menghilangkan rasa bosanku.

"Haahh ... aku ngantuk sekali," keluh salah satu prajurit yang bersandar di batang pohon.

"Hei apakah benar kalo Tabib Far itu seorang peri hutan? Aku masih tidak percaya aku bisa bertemu dengan salah satu dari mereka," tanya prajurit itu kepada prajurit lain yang sedang berdiri di sampingnya.

Topik itu.

"Tentu saja, kalo tidak untuk apa Yang Mulia Pangeran mengajaknya ke istana," jawab prajurit lain.

"Apa Yang Mulia Pangeran menyukainya? Kalau kuperhatikan dia cantik juga."

"Kau pikir pangeran seperti itu? Ia hanya memanfaatkannya saja untuk melindungi istana dari penyihir jahat itu kalau ia datang lagi."

"Ahh ... aku kasihan dengannya, ia harus melawan penyihir jahat itu."

"Ya mau bagaimanapun itu sudah takdirnya, jadi-"

Cukup!

Aku tidak mau mendengarnya lagi!

Ini Gila!

Aku hanya gadis bumi yang tersesat!

Aku tidak mau melawan penyihir jelek itu sebagai peri hutan bodoh!

Aku tidak mau ....

Kuhentikan langkah kakiku yang sedari tadi berlari menyusuri hutan. Napasku tersengal. Aku duduk bersender di balik salah satu pohon sambil terisak-isak.

Ini menyebalkan!

Semuanya menyebalkan!

Aku hanya mau pulang! Itu saja!

Air mataku tumpah, membasahi pipiku. Kupeluk kedua lututku erat-erat, menenggelamkan kepalaku di antaranya. Untuk beberapa menit, aku hanya duduk terdiam, membiarkan suara tangisku beradu dengan suara gesekan daun. Hingga bunyi gesekan semak-semak yang ganjil ikut menyahut, seperti ada seseorang yang bersembunyi di belakangnya.

Aku menghentikan isakanku, kuusap kedua mataku yang masih berair. Lagi, semak-semak disana bergerak ganjil menimbulkan bunyi gesekan yang tadi kudengar. Perlahan aku berjalan menghampirinya, aku berdoa dalam hati sebelum aku singkap semak-semak itu. Ini dia ....

Satu

Dua

Ti—

"Se-serigala ... besar sekali," gumamku.

Serigala berwarna hitam muncul dari semak-semak tersebut. Bukan serigala yang tersusun oleh tulang-tulang yang tadi kulihat di hutan kegelapan. Tapi ini serigala sungguhan, dengan tubuhnya yang besar yang ditutupi oleh rambut-rambut halus berwarna hitam legam. Untuk sesaat aku terpesona akannya ....

Alana : That Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang