kang bubur

32K 2K 25
                                    

Pagi ini Rheyna berjalan menuju tukang bubur yang biasa berjualan didepan komplek perumahannya masih lengkap dengan piyama yang kebesaran dan rambut yang tergerai dan sedikit kusut. Fira harus menyusul Bagas keluar kota untuk membantu pekerjaannya pagi tadi membuat Rheyna dengan sangat terpaksa pergi membeli bubur karena ia tidak bisa masak, Alaska bisa, tapi dia adalah orang yang sangat malas. Jadi percuma saja.

Rheyna mengusap bola matanya yang masih mengantuk. Kalau saja Alaska tidak tariak minta dibelikan bubur, mungkin Rheyna masih tertidur nyenyak diatas kasur.

Rheyna berhenti tepat didepan gerobak tukang bubur ayam langganannya, "mang, buburnya dua ya, biasa"ucapnya.

"Eh, Neng Rheyna, yang satu gak pakai kecap kan?"tanya mang Iman, si tukang bubur ayam terenak versi Alaska dan Rheyna.

"Iya mang, sama jangan pakai kacang, ya"

"Siap neng, sok atuh ditunggu, duduk-duduk heula.

Rheyna hanya mengangguk lalu duduk ditempat yang sudah disediakan sambil menelengkupkan kepalanya kedalam lipatan tangan dengan mata terpejam. Rheyna sungguh masih mengantuk.

Tidak lama ia mendengar suara sebuah mobil berhenti didepan gerobak bubur mang Iman. Pengendara mobil tersebut keluar bersama dnegan dua anak kecil yang masih mengenakan piyama.

"Bang, buburnya tiga, yang dua setengah porsi, dipolos ya, yang satu campur"ucap seorang pria memesan bubur pada mang Iman.

"Siap, pak, sok ditunggu heula atuh"jawabnya dengan semangat.

Alvano duduk tepat dihadapan Rheyna yang sebentar lagi akan terlelap kembali ke alam mimpi. Matanya memicing saat kembali mengingat Rheyna saat melihat puncak kepala wanita didepannya.

"Pa, kemarin Enzi ketemu sama tante cantik, mirip mama"ucap Enzi, anak lelaki Alvano dengan cadelnya

"Ih Enzi katanya gak boleh bilang papa"teriak Aileen.

Suara cempreng Aileen membuat Rheyna terusik dari tidur singkatnya dan mengangkat kepalanya. Matanya membulat saat melihat Alvano yang sedang menatap nya dengan sebelah alis yang terangkat. Rheyna dan Alvano saling bertukar pandang dalam beberapa detik sampai akhirnya suara Enzi membuat mereka mengalihkan pandangan satu sama lain.

"Nah, ini pa tante cantiknya"tunjuk Enzi pada Rheyna.

Rheyna yang merasa seperti dihakimi mengerutkan keningnya bingung dengan telunjuk yang tertuju pada dirinya sendiri.

"Bapak lagi ngapain disini?"tanya Rheyna.

"Beli bahan bangunan"jawab Alvano singkat.

Rheyna semakin mengerutkan keningnya lalu menoleh kearah mang Iman yang terlihat sangat serius membukus bubur kemudian kembali menatap Alvano.

"Lah? Kan ini tukang bubur bukan tukang bangunan"ucap Rheyna bingung.

"Itu tau, kenapa masih nanya?"

"Ya kan maksud saya gak gitu, bapaknya aja yang bego"gumam Rheyna.

"Apa?"tanya Alvano yang sedikit mendengar gumaman Rheyna.

"Apa?"tanya Rheyna balik.

"Kamu bilang saya bego?!"

"Itu tau, kenapa masih nanya?"ucap Rheyna sambil mengikuti gaya bicara Alvano sebelumnya.

"Itu kata-kata saya"

"Bodo amat, gak peduli"

Alvano memutar bola matanya malas. Kenapa dari sekian banyak mahasiswa yang terpikat padanya hanya ada satu mahasiswa yang tidak peduli padanya, dan kenapa orang itu harus Rheyna?

Duda LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang