1 jam berlalu, Alvano kembali kedalam ruangan Aileen dengan satu paper bag berisikan makanan ditangannya. Langkahnya terhenti saat melihat Rheyna dan Aileen yang tertidur dengan posisi yang berbeda.
Alvano menaruh paper bag nya lalu membenarkan posisi tangan Rheyna yang digunakan untuk menjadi bantalan dan menggantinya dengan tas selempang milik Rheyna. Diusapnya lembut pipi Rheyna lalu semburat senyuman terbit diwajah tampanya.
"Terimakasih karena sudah membuat saya semakin yakin"gumam Alvano.
Setelah itu ia beranjak dan membuka jas hitam miliknya lalu memakaikannya pada punggung Rheyna. Kemudian berjalan duduk di sofa. Baru 1 menit ia memejamkan matanya, suara langkah kaki berjalan menghampirinya membuat Alvano semakin memejamkan matanya.
Rheyna terduduk disamping Alvano, lalu dengan gerakan yang sangat pelan ia menutupi bagian depan tubuh Alvano dengan jas hitam milik laki-laki itu. Beberapa detik kemudian Rheyna menghela sembari bangkit, namun langkahnya kembali mundur karena tangannya ditarik oleh Alvano hingga Rheyna kembali duduk dengan posisi berada dipelukan Alvano.
"P-pak---"
Deg deg deg deg deg
Rheyna terdiam saat dirinya mendnegar detak jantung Alvano yang sangat cepat dan tidak beraturan. Dengan segera ia menjauh, tapi Alvano menguncinya dalam dekapan nya.
"Hanya sebentar"gumam Alvano.
Rheyna hanya bisa diam tanpa mengeluarkan suara, pipinya memanas karena posisi yang sangat tidak nyaman ini. 10 menit ia berada dipelukan Alvano hingga akhirnya ikatan tangan Alvano pada tubuhnya mulai terasa longgar. Alvano sudah terlelap, beristirahat sejenak dalam tidurnya.
Rheyna pun bangkit dan kembali duduk disamping tempat tidur Aileen dengan perasaan aneh yang menyelimuti dirinya. Setelah mendengar detak jantung Alvano yang berdegup kencang sontak jantungnya pun mengalami hal serupa.
"Mama"
Suara Aileen membuat lamunannya buyar.
"Kenapa sayang?"tanya Rheyna lembut.
"Ai haus"jawab Aileen.
Rheyna segera mengambil segelas air putih yang ada diatas nakas, "Ai mau mam juga gak? Mama suapin"
Aileen mengangguk, "mau, ma"
Rheyna tersenyum lalu mengambil mangkuk berisikan bubur putih buatan rumah sakit. Dengan perlahan Rheyna menyuapi Aileen, meski beberapa kali mendapati penolakan, tapi Rheyna berhasil membujuknya hingga bubur itu tersisa setengah.
"Ai anak yang pintar, nanti buburnya dimakan lagi ya"ucap Rheyna.
Aileen tersenyum, "Ai memang anak yang pintar mama, tapi Ai gak suka bubur itu"jawabnya jujur.
"Kenapa gak suka?"tanya Rheyna.
"Bubur nya gak ada rasa"jawab Aileen memperlihatkan raut tidak sukanya.
Rheyna terkekeh lalu mengusap pipi Aileen dengan lembut. Pandangan keduanya menoleh kearah pintu, terlihat Rina bersama Kirana masuk kedalam ruangan.
"Eyang"pekik Aileen sontak membuat Alvano terusik.
"Cucu eyang, gimana keadaan kamu?"tanya Rina sembari duduk ditempat yang sebelumnya diduduki oleh Rheyna.
"Ai gak papa kok eyang, kan ada mama"jawab Aileen dengan ceria.
Rina sontak menoleh kearah Rheyna dengan tatapan tidak suka, "siapa kamu?"
"Saya---"
"Keluar dari sini"belum sempat Rheyna menjawab pertanyaan yang dilontarkan Rina, wanita paruh baya itu sudah mengusirnya secara tidak sopan.
"Mama gak boleh pergi"ucap Aileen membela.
"Sayang, kan eyang udah sering bilang jangan dekat-dekat sama orang asing"ucap Rina.
"Tapi Ai maunya sama mama"jawab Aileen dengan nada sendu membuat Rheyna sangat tidak tega.
"Ai, kakak harus pulang dulu ya...nanti kakak jenguk Ai lagi kesini---"
"Tidak perlu! Pergi sekarang"sela Rina.
Rheyna tersenyum kearah Aileen lalu mengambil tas selempang nya dan segera beranjak pergi dari ruangan Aileen. Alvano menggeram kesal dengan perbuatan Rina dan akhirnya bangkit menghampiri Rina yang sedang mengobrol dengan Aileen.
"Ai, mana mama?"tanya Alvano dengan suara beratnya.
"Mama pulang----eyang suruh"jawab Aileen pelan.
"Mas Al---"
"Kenapa mama usir dia?"tanya Alvano dengan sorot mata tajamnya menatap Rina dan Kirana secara bergantian.
"Dia itu bukan siapa-siapa disini, jadi yang tidak berkepentingan harus pergi dari ruangan ini"jawab Rina.
Alvano menghela kasar lalu berjalan keluar untuk mengejar Rheyna. Saat sampai dilobi ia sama sekali tidak menemukan Rheyna dan memilih untuk segera mencarinya sembari mengitari jalan raya yang tidak begitu macet.
Ia menatap sosok yang sangat ia kenal sedang duduk dihalte bersama beberapa orang yang sepertinya sedang menunggu kedatangan bus. Sosok nya tampak gusar dan hanya menunduk sambil sesekali memainkan jemarinya.
Entah kenapa ucapan Rina begitu melekat diingatannya, begitu menyakitkan untuk ia dengar. Padahal ia sudah ingin membuka hati untuk Alvano perlahan, tapi perlakuan itu....membuat Rheyna mengurung kembali niatnya.
Sepasang kaki berdiri tegap dihadapannya membuat Rheyna sontak mendongak. Alvano tersenyum lalu mengulurkan tangannya
"Saya antar kamu pulang"ucap Alvano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Lovers
RomansaAlvano, dosen tampan yang berstatus duda dan mempunyai anak kembar suatu hari bertemu dengan salah satu mahasiswa psikolognya. Alvano dan kedua anaknya yang selalu menutup diri dari orang lain ternyata berubah saat bertemu dengan gadis bernama Rheyn...