Saat-saat menjelang ujian kelulusan seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik untuk belajar.
Ya, seharusnya.
Tapi sepertinya Renjun lupa jika pemuda tengik yang sedang tersenyum lebar dihadapannya saat ini, tidak sama dengan murid-muridnya yang lain.
"Kau tidak bisa lihat sekarang pukul berapa?!" Renjun menyalak seram. Tengkuk lehernya tiba-tiba terasa berdenyut ketika menyadari bukanlah pertama kali Na Jaemin mengunjunginya selarut ini.
Jaemin yang baru saja dimarahi malah semakin tersenyum lebar. Dengan semangat ia menarik tangan Renjun dan membawa sang guru menuju motornya yang sudah terpakir rapi tak jauh dari halaman.
"Ssaem pakai ini," pemuda tanggung itu lalu mengulurkan sebuah helm pada Renjun yang kali ini menatapnya bingung.
"Untuk apa?" Renjun bertanya, sangsi. Karena sedikit banyak, ia sudah mengetahui ketidakberesan yang ada di otak Jaemin. Jadi apapun yang dilakukan pemuda itu pasti akan selalu membawa kerugian untuknya.
"Pakai saja," dumel Jaemin gemas.
Melihat tidak ada tanda-tanda gurunya akan memakai helm itu, Jaemin lantas memasangkannya dan memastikan benda tersebut sudah bertaut erat di kepala Renjun. "Sekarang, naik."
Tatapan curiga lantas kembali Renjun layangkan. "Mau kemana?" desisnya tajam. Picingan matanya mengobarkan aura waspada yang membuat Jaemin menghela nafas.
"Ikut saja ssaem. Tidak akan lama."
Lelaki yang lebih muda lalu mendudukkan diri di atas motor dan memberi gestur pada Renjun agar guru itu menempati boncengan di belakang. Merasakan tidak ada salahnya untuk menurut, maka Renjun pun mendudukkan dirinya disana, tentunya setelah memberikan desisan sinis pada Jaemin untuk tidak berbuat macam-macam padanya.
.
.
.
.
.
Motor matic berwarna putih itu menyusuri keheningan Seoul di malam hari dengan pelan. Berbeda dengan Renjun yang tampak mulai menikmati semilir angin malam yang membelai wajahnya, Jaemin saat ini sedang berusaha mati-matian agar tidak membawa tangan Renjun untuk melingkari perutnya.
"Ssaem, kau yakin tidak akan jatuh?"
Pertanyaan itu adalah pertanyaan ke lima belas yang sudah Jaemin lontarkan.
"Aku tidak sebodoh itu, Na Jaemin," Renjun merutuk. Apa bocah ini lupa? Diantara mereka berdua, dirinya lah yang dewasa disini.
Butuh waktu sekitar dua puluh menit hingga akhirnya motor putih itu berhenti di salah satu bangunan ruko yang tampaknya sudah tidak berfungsi lagi. Renjun bahkan dengan spontan memasang raut was-was ketika menyadari keadaan di sekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let us just Love; ╰Jaemren╮
FanfictionWarn: 🔞🔞🔞🔞; boyXboy area (mature content!) ▥▥▥▥▥▥▥▥▥▥▥▥▥▥▥▥ "Kau tidak menyangka aku hanya siswa SMA karena permainan ranjangku luar biasa kan?" sombong Jaemin, pada Renjun yang semakin emosi. Bocah tengik ini benar-benar membuatnya j...