17. Umpan

83 11 47
                                    

“May, jangan begini. Ayo tidur, kau butuh istirahat.” Mark melihat Mayrine dengan tatapan sendu.

Mayrine tetap dengan tatapan kosongnya, melihat kearah langit-langit. Pikirannya menerawang, kemana Renjun pergi disaat dirinya seperti ini?

Mereka semua ada di ruang tengah, kasur yang ada di kedua kamar dikeluarkan oleh Jeno dan  Haechan.

Dan sekarang Haechan baru mengerti kenapa mengapa Sasa membawa dua bantal di dalam mobilnya. Ternyata mereka memang mau menginap di rumah Mayrine.

“No, Mayrine kasihan ya. Siapa sih orang jahat yang tega menyebarkan berita seperti ini pada saat Mayrine akan mengajukan naskah baru ke penerbit?” Haechan melihat ke langit-langit.

“Aku sudah tidak mengerti lagi dengan otak orang itu hm,” ujar Jeno.

Pikiran Jeno juga kalut. Tiga tahun sudah Jeno mengenal Mayrine di SMA dan ditambah lagi mereka satu kampus sekarang, menurut Jeno tidak ada hal yang membuat Mayrine dimusuhi banyak orang. Terlebih lagi Mayrine bukanlah pribadi yang sombong.

Lalu, ini ulah siapa? Walaupun Mayrine tidak begitu dekat dengannya, tapi Jeno bisa pastikan kalau ini adalah perbuatan orang yang tidak suka kepada Mayrine. Terlebih lagi, dalam waktu dekat ini Mayrine akan menyerahkan naskah baru miliknya ke penerbit.

Mereka bertujuh tidur diatas dua kasur yang diletakkan bersebelahan. Memang belum larut malam tapi rasanya, suasana di rumah ini seperti sudah larut.

“Mark, sudah jangan dipaksa. Mungkin Mayrine sedang tidak ingin diajak bicara,” Lia menghela napasnya, “Lebih baik kita tidur dulu. Besok kalian semua ada kelas kan? Mayrine, jika kau lelah kau bisa tidur juga. Jangan paksakan dirimu ya,”

Mayrine tidak menjawab ucapan Lia, tatapannya masih kosong.

“Mark, jika aku berhenti jadi penulis bagaimana dengan biaya kuliahku? Ayahmu yang membayarkan uang kuliahku yang semester lalu kan? Aku jadi tidak enak pada keluargamu,” keluh Mayrine

Mark menggeleng, menarik bahu Mayrine agar berhadapan dengannya, “dengar, kau sudah dianggap seperti anak kandung oleh kedua orang tuaku, jadi jangan bicara seperti  itu lagi,” Mark memeluk Mayrine, mencium puncak kepala sahabatnya.

“Ayo tidur, sudah malam,”

Haechan dan Jeno yang melihat ini hanya bisa bertukar pandang. Untung saja Chika dan Sasa sudah tidur, jika tidak mereka tidak bisa membayangkan reaksi kedua gadis itu.

Mayrine berusaha memejamkan matanya dalam dekapan Mark, sementara itu Mark mengelus rambut Mayrine agar gadis yang ada di depannya bisa tertidur.

Tes.

Mayrine merasakan air mata Mark membasahi dahinya. Mark menangis?

“Maaf May, maaf tidak bisa membuatmu bahagia. Aku akan membantu agar kasus ini cepat selesai. Kau, jangan melukai dirimu sendiri. Aku menyayangimu, sangat,” bisik Mark.

Mayrine tidak bisa bohong, rasanya ia ingin memeluk Mark dengan erat dan mengatakan kalau ia baik-baik saja. Walaupun nyatanya itu sebaliknya.

“Good night, Mayrine.” Sebelum Mayrine merasakan embusan napas hangat dari Mark, itulah bisikan yang terakhir Mayrine dengar di indera pendengarannya.

“Kali ini apa lagi?” Renjun menghela napasnya kasar, kepalanya berdenyut keras.

Sebenarnya dosa apa yang pernah Renjun perbuat sampai-sampai masalah tidak henti mengikutinya? Kalau dirinya saja tidak apa, tapi kalau Mayrine dilibatkan yang ada Renjun tidak bisa tenang.

ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 2  Ft.Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang