3. Salah Orang?

100 16 37
                                    

Mayrine mengedarkan pandangannya ke sekeliling, bau obat menguar jelas di indera penciumannya.

Yang ia lihat tadi mirip dengan Renjun, tapi tida mungkin kan Renjun berada di sekitar kampusnya. Dia kan masih di China.

Di dalam ruangan Unit Kesehatan Kampus ini Mayrine hanya sendirian. Di meja ada segelas air dan secarik kertas yang bertuliskan “Semoga lekas sembuh.”
Dibawah tulisan itu tertulis nama Narendra Janaloka.

Sebelah tangan Mayrine meremas kertas kecil itu. Memengang pelipisnya yang terasa berdenyut keras.

Dia berusaha bangkit dari ranjang sambil meraih tasnya.

Mayrine berjalan menuju ambang pintu,  berusaha menyeret kedua kakinya perlahan.

“Bagaimana? Sudah baikan?”

Kalian bisa tebak itu suara milik siapa.

Lagi-lagi Nana.

Mayrine pura-pura tidak mendengar. Menatap lurus, mengabaikan Nana yang terus menerus menghujaninya dengan pertanyaan.

“Hey, tunggu!” Nana mengikuti Mayrine yang meninggalkannya.

Mayrine mempercepat langkahnya, ia sudah tidak peduli dengan jalan yang ada di depannya.

“Pelan-pelan, kau seperti dikejar setan.” Berkas  yang Mark pegang berceceran di tanah.

“Nana, itu... Ah aku malas menjelaskannya. Maaf tidak bisa membantu, pokoknya aku tidak mau ditemukan olehnya.” Mayrine langsung mempercepat langkahnya tanpa ikut memunguti berkas Mark yang berantakan.

Mark hanya berdecak heran, mengapa Nana masih saja mengejar Mayrine yang sudah jelas-jelas dingin padanya?

“Lihat Mayrine tidak?” Nana melihat sekelilingnya, mau tak mau harus menanyakannya kepada Mark.

“Jangan kejar dia Na. Kau tidak akan bisa mendapatkan hatinya. Aku harap kau mengerti.” Mark menatap Nana dengan tatapan datar.

Sebenernya, ia hanya tidak mau Mayrine terluka. Cukup Renjun yang membuat Mayrine seperti ini. Ia tidak mau lagi lelaki seperti Nana berurusan dengan Mayrine yang rapuh.

Jika Mayrine hanya akan menjadi mainan baru bagi Nana maka Mark akan terang-terangan menyuruh Nana untuk mundur secara permanen dan membatalkan segala rencana yang terkait dengan Mayrine.

“Itu hak ku, jangan atur apapun.” Nana bicara Nana tidak kalah dingin.

Mark menarik almamater milik Nana, “Apapun yang menyangkut Mayrine itu tanggung jawabku. Jangan main-main denganku.”

Nana melihat Mark dengan tatapan meremehkan, melepaskan tangan Mark yang masih menarik almamaternya.

“Baik, maafkan aku tuan muda.” Setelah itu senyuman miring tercetak jelas di wajah seorang Narendra.

Jika urusannya berhadapan dengan seorang Mark maka ini akan lebih sulit. Intinya, jangan main-main dengan Mark.

Nana melihat Mark dengan tatapan tajam, sepersekian detik kemudian kakinya melangkah menjauhi Mark.

Mayrine Ashani? Siapa dia?

Bahkan Nana tidak pernah mendengar namanya diantara perempuan hits yang ada di kampus. Hanya saja yang mencuri perhatiannya adalah ia adalah penulis terkenal namun tidak termasuk jajaran perempuan hits dan terkenal yang ada di kampus.

Tidak ikut geng ataupun yang semacamnya. Lingkaran pertemanannya hanya ada Lia, Jeno, Mark, dan Chika.

Aneh, itu saja yang ada di kepala Nana sekarang.

Mayrine masih melangkahkan kakinya menuju gedung fakultasnya. Tapi, hatinya masih tidak tenang. Takut Nana masih mengikutinya.

“MAYRINE ASHANI CANTIK, ASTAGA!”

Sebentar, rasanya Mayrine kenal dengan suara ini. Mayrine mengangkat kepalanya. Ia melihat sesosok laki-laki dengan tangan yang dilipat di depan dada seakan meminta pertanggung jawaban pada Mayrine.

“Sorry Chan, serius ini cepat-cepat.”
Mayrine sebenarnya ingin kabur dari amukan Haechandra.

Tangan kanan Haechandra berusaha mencegah Mayrine yang akan kabur, “Tanggung jawab, May.”

Mayrine menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Ya sudah tanggung jawab seperti apa?”

Mayrine berdoa dalam hati agar tidak diseret masuk ke ruang UKM jurnalistik. Karena ia takut akan menjadi bulan-bulanan disana.

“Ikut ke ruang UKM.” Tangan Haechandra menarik Mayrine menuju ruang UKM.

Tamatlah riwayatmu hari ini Mayrine.

“Chan, jangan begini dong. Biar aku yang ketik sendiri di rumah.”

Haechandra berdecak kesal, “Tidak ada nanti, ini akan di setor nanti. Siapa suruh kau menginjaknya tadi. Makanya, kalau berjalan itu hati-hati.”

Mayrine mengusap wajahnya kasar, jika saja ia tidak bertemu dengan Nana maka ini tidak akan terjadi.

“Hai,” Mayrine tersenyum kikuk ketika memasuki ruangan UKM yang dipenuhi oleh beberapa orang yang sibuk dengan komputer dan laptop masing-masing.

Haechandra menaruh tumpukan kertas yang tadi Mayrine injak ke meja. Senyuman tercetak jelas di wajah lelaki yang terkenal karena kelucuannya.

“Ini, diketik ulang  ya.” Mayrine hanya mengangguk pasrah, lagipula ini tidak terlalu buruk dibanding dengan dikejar Nana, diberi banyak pertanyaan, lalu dirayu.

Lebih baik ia disini bersama Haechandra.

Dalam hati Mayrine ia merapalkan sumpah serapah yang ia tujukan pada Nana. Awas saja dia itu! 

ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 2  Ft.Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang