24. Sebuah Usaha Untuk Kembali

65 10 54
                                    

Semua mata tertuju pada Renjun yang terlihat tergesa ketika memasuki balkon.

“Dia mau menyusul Mayrine ke taman kota. Sepertinya menyuruh Mayrine agar cepat pulang,” kata Lia setengah menyindir.

“Itu kau tahu, jangan banyak komentar. Berikan kunci motorku!” kata Renjun.

Lia menggeleng, memasukkan kunci motor itu ke dalam saku kemejanya.

“Ambil kalau berani!” teriak Lia.

Renjun mengacak rambutnya frustrasi. Mana mungkin ia mengambil kunci motor yang ada di saku kemeja Lia ditambah lagi tempatnya di bagian dada. Lia memang sudah gila.

“Lia jangan paksa aku berbuat macam-macam padamu ya! Cepat berikan kuncinya sebelum aku sendiri yang mengambilnya,” ancam Renjun.

“Kalau berani, ambil kesini,” tantang Lia sambil tersenyum.

“Hei kau gila ya?” tanya Chenle.

Renjun berjalan mendekat kearah Lia, melihat Lia dengan tatapan menyeramkan. “Oh jadi kau ingin aku berbuat macam-macam padamu?” tanya Renjun sambil membenarkan tatanan rambutnya.

Tangan Renjun mendekat ke bahu Lia, “Bodoh, mana mungkin aku melakukan hal itu. Cepat serahkan kunci motorku, bodoh!”

Mendengar jawaban Renjun, Lia langsung tertawa keras.

“Kalau kau tidak berani menyentuh Lia berarti kau tidak melakukan apapun dengan Sasa hari itu?” tanya Mark.

Renjun duduk di sebelah Lia. “Pikir saja sendiri. Kau pikir aku lelaki seperti apa?” tanya Renjun.

Lia mengeluarkan kunci motor Renjun dari saku kemeja, melemparkan kearah Mark.

“Hei mengapa aku?” tanya Mark bingung.

Lia berdecak kesal. “Kau yakin dia akan menurut jika Renjun yang menyuruhnya pulang? Yang ada malah mereka bertengkar di taman kota,” jawab Lia.

Mark mengembuskan napasnya berat.  “Ya sudah aku pergi dulu,” kata Mark pelan.

“HEI, JANGAN LUPA ISI BENSINNYA!” teriak Renjun.

Lia mencubit perut Renjun. “Kau ini, harusnya kau berterima kasih karena dia sudah mau menjemput Mayrine. Masih saja memikirkan bensin,” ucap Lia kesal.

Renjun tidak peduli dengan jawaban Lia. Ia menenggelamkan kepalanya di bahu Lia. “Kepalaku sakit memikirkan Mayrine, Li. Nanti kalau Mark sudah kembali, bangunkan aku ya,” pinta Renjun.

Lia mengembuskan napasnya berat, mengelus kepala Renjun perlahan. “Kau seharusnya tahu kalau Mayrine lebih sakit ketika memikirkanmu, sekarang istirahat lah,” ucap Lia perlahan.

Air mata Renjun menetes begitu saja. Apa yang Lia katakan memang benar. Ia tahu bagaimana bimbangnya Mayrine atas hubungan yang seperti ini. Bahkan, Renjun tidak akan marah jika ada orang yang mengatakan kalau dia adalah lelaki brengsek, karena kenyataannya memang begitu.

“Lia, apa menurutmu aku bodoh?” tanya Renjun perlahan.

Lia mengangguk, mengelus rambut Renjun perlahan. “Kau memang bodoh, sangat.”

Mark mengedarkan pandangannya ke sekeliling taman. Yang ada di kepalanya adalah bagaimana caranya membujuk Mayrine agar cepat pulang. Jujur saja, Mark lebih setuju jika Mayrine pergi bersama Chenle atau Haechan daripada dengan Nana.

“May, Mayrine. Kesini dulu!” teriak Mark sambil melambaikan tangannya.

Mayrine menyipitkan matanya, berusaha mengenali orang yang memanggilnya dari kejauhan.

“Siapa itu?” tanya Nana.

“Sepertinya itu Mark. Aku kesana dulu ya Na,” Ucap Mayrine sambil melepaskan genggaman tangan Nana.

Nana menggeleng, tetap menggenggam tangan Mayrine dan sekarang malah makin erat.

“Jika mau kesana kau harus bersamaku,” kata Nana penuh penekanan.

Mayrine hanya diam, tetap melangkahkan kakinya ke arah Mark sambil mengomel dalam hati.

“Hei bro, ada apa mencari Mayrine?” tanya Nana sambil tersenyum.

Sementara itu Mark berusaha menahan emosinya. Ia tidak mau kalau Mayrine tahu tentang Nana secepat ini.

“Ah iya, aku ada urusan dengan Mayrine. Jadi apa bisa aku mengajaknya pulang sekarang?” tanya Mark dengan ramah. Bagaimanapun juga ia harus bermain Serapi mungkin agar Nana tak curiga padanya.

Nana diam sejenak, melihat Mark dari atas sampai bawah. “Oke kau bisa bawa dia pulang,”

Setelah itu Mark mengembuskan napasnya lega. Untung saja Nana mengizinkannya untuk membawa Mayrine pulang.

Mayrine melihat Mark dengan tatapan aneh. Sepertinya ada yang tak beres dengan lelaki ini, tapi karena Nana masih ada di depannya dia berusaha diam.

“Ayo pulang,” kata Mark sambil menarik pergelangan tangan Mayrine.

Mayrine hanya mengangguk, mengikuti langkah Mark sambil bertanya dalam hati tentang apa yang sebenarnya terjadi.

“Naik,” kata Mark setelah memakaikan helm ke Mayrine.

Sebentar, sepertinya Mayrine kenal dengan motor ini.

“Ini motor Renjun?” tanya Mayrine sambil   memakai helm yang Mark sodorkan.

“Tak usah banyak tanya, sekarang kita harus pulang.”

Mayrine diam, tak biasanya Mark berbicara dengan nada yang seperti ini. Apa ada sesuatu yang salah?

Mayrine membuka pintu rumahnya perlahan. Kali ini rumahnya dalam keadaan gelap gulita.

Tangan kanannya berusaha mencari-cari letak saklar lampu sambil menahan napasnya. Ia merasakan sesuatu yang janggal ada di rumah ini.

Dengan segala keberaniannya, Mayrine berusaha berpikiran positif walaupun segala kemungkinan buruk sudah memenuhi kepalanya.

Klik.

“Sial, saklarnya tidak berfungsi,” batin Mayrine.

Hanya ada dua kemungkinan, pemadaman listrik atau lampu rumahnya memang harus di ganti?

Mayrine merogoh tasnya, mencoba meraih ponselnya. Setidaknya walaupun dalam keadaan gelap ia masih bisa mendapatkan penerangan dari cahaya flash di ponselnya.

“Sial kenapa harus mati!” umpat Mayrine.

Mayrine berjalan menuju sofa, kali ia harus menenangkan dirinya sendiri. Kegelapan tidak seburuk yang ia bayangkan.

Perlahan, ia menyandarkan badannya di sofa. Pikirannya mengawang-awang, mulai dari Renjun, Nana, bahkan ia masih memikirkan berita miring terhadap dirinya.

“Kenapa hidupku semenyendihkan ini astaga,” ucap Mayrine sambil melemaskan otot tangannya.

Bagaimanapun juga Mayrine berusaha  menahan segala ketakutannya terhadap kegelapan.

Ia merasa suara langkah kaki mendekat ke tempatnya duduk. Yang Mayrine lakukan hanya perlu tenang, mungkin ini hanya halusinasinya belaka. Dalam hatinya ia berdoa semoga ini hanyalah halusinasinya saja. Bahkan jika ini adalah kenyataan, jangan sampai orang ini adalah orang jahat.

“Maafkan aku, jangan tinggalkan aku seperti ini May. Aku mencintaimu.” Suara itu terdengar bersamaan dengan sepasang tangan yang melingkar erat di pinggang Mayrine.

“Renjun?”

ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 2  Ft.Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang