23. Terror Baru

61 10 44
                                    

"Ini memang foto Mayrine kan?" tanya Winata.

Mereka berempat mengangguk bersamaan, salah seorang dari mereka memijit pelipisnya perlahan.

Siapa lagi kalau bukan Mark. Maksudnya, bukan tidak mau ikut berpikir namun, terlalu banyak misteri dalam hidup Mayrine dan Renjun.

Renjun saja sudah begitu merepotkan bagi Mark, di tambah lagi dengan keterlibatan Nana dengan masalah yang masih abu-abu membuat kepala Mark rasanya ingin meledak.

"Lebih baik kau selesaikan masalah pribadi antara kau, Mayrine, dan Sasa. Kau kira ini mudah hah? Aku tahu Nana memang orang yang lebih berbahaya," teriak Mark "Namun, lebih bahaya lagi jika nanti Mayrine tidak bisa mempercayai satupun lelaki hanya karenamu!"

Chenle segera menahan badan Mark yang maju, aura pertengkaran terasa jelas di balkon ini. Lawan bicara Mark masih diam dengan tatapan yang merendahkan.

"Aku sudah bilang dari dulu, jangan ikut campur. Kau hanya sebatas sahabatnya bukan miliknya, dan berhenti mengatur hubungan kami," balas Renjun tenang.

"Dan ya, entah satu, dua, maupun tiga perempuan yang memiliki hubungan denganku tidak ada urusannya denganmu, payah," imbuh Renjun sambil menunjuk wajah Mark.

"Sialan, kau brengsek," kata Mark. Perlahan ia kembali duduk di kursi.

Renjun tersenyum kecil, "Kalau mau adu fisik nanti saja di tempat yang sepi dan jangan sampai Mayrine tahu ini. Ini urusan kita, aku tunggu tanggal mainnya,"

Napas Mark tidak teratur, berusaha menahan emosi yang memenuhi relung dadanya.

"Jika mau bertengkar nanti saja, kali ini keadaan gawat. Ini bukan hanya masalah foto, tapi kita harus cari tahu darimana Nana mendapatkannya." Lia melihat kearah Renjun dan Mark dengan tatapan mengancam.

"Nana penguntit," balas Mark.

"Darimana kau tahu? Bahkan sejak SMP kau dan aku selalu ada bersama Mayrine," jawab Renjun.

"Itu hanya opini, kenapa kau begitu sensitif?" tanya Mark.

Winata mengetuk dahinya dengan pulpen hitam sedaritadi, pusing melihat keributan yang di ciptakan oleh adiknya dan Mark.

Lia berjalan mendekati Renjun, mendorong bahu Mark.

"Mark, pindah saja ke sebelah kak Winata. Biar aku yang duduk di sebelah Renjun," kata Lia. Kalau tidak begitu maka akan terjadi keributan lagi.

"Narendra Janaloka ya? Sebentar biar aku cari dulu," ucap Chenle dengan tenang. Jemarinya bergerak cepat di atas keyboard laptopnya.

"Ketemu!" teriak Lia ketika layar laptop milik Chenle menampilkan profil lengkap milik Narendra Janaloka.

"Bagaimana? Lengkap?" tanya Winata.

"Disini hanya terlihat asal sekolahnya ketika SMP, SMA, Universitas. Tanggal lahir dan alamat. Hanya itu," ucap Chenle kecewa.

"Sebentar, coba kau baca ini," tunjuk Lia kearah layar.

"Narendra Janaloka tertangkap sering bolak-balik rumah sakit jiwa semenjak enam tahun yang lalu dan beberapa hari yang lalu mata-mata bayaranku sempat melihat Nana kembali dari sana," ucap Chenle ketika melihat layar laptopnya yang menampilkan notifikasi chat.

"Di..dia tidak gila kan? Aku berani bersumpah, aku merasakan aura pembunuh saat di rumahnya tadi," kata Lia ketakutan.

"Sepertinya normal, namun ada sesuatu yang salah," kata Winata sambil mencatat informasi yang dibacakan Chenle.

"Kalau dia gila tidak mungkin dia bisa memenangkan beberapa lomba fotografi tahun lalu, seharusnya dia mendekam di rumah sakit jiwa," kata Renjun tenang.

ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 2  Ft.Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang