25. Garis Aman dan Bukti Baru

67 10 64
                                    

“Renjun?” Mayrine mendadak terbata ketika merasakan sensasi aneh sewaktu Renjun memeluknya.

Ia bisa merasakan badan pemuda yang ada di belakangnya itu bergetar, bahkan Mayrine bisa merasakan pundaknya basah.

“Kau menangis?” tanya Mayrine. Ia berusaha setenang mungkin, walaupun dalam hatinya ia benar-benar khawatir dengan Renjun.

“Maaf May ... Maaf. Jangan tinggalkan aku. Aku bisa terima kalau hubungan kita sudah berakhir, tapi aku tidak bisa membiarkanmu bersama dengan Nana.” Suara Renjun terdengar parau, sepersekian detik kemudian pemuda ini sesenggukan.

“Aku, tidak bisa melihatmu dengan orang lain May. Rasanya, sakit.” Bukannya mereda, tangis Renjun makin pecah.

“Kau egois,” ucap Mayrine. Andai saja Renjun tahu kalau sakit yang Mayrine rasakan itu lebih dari yang Renjun rasakan.

Renjun menggeleng, tangannya semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Mayrine. “Kata Lia aku bodoh, aku akui itu benar May. Aku juga egois, maafkan aku.”

Badan Mayrine berbalik, ia merengkuh Renjun ke pelukannya. “Kau memang pemuda paling bodoh dan egois yang pernah aku temui.” Tangannya mengelus-elus rambut hitam Renjun seraya bertanya kepada Tuhan apakah yang ia lakukan itu benar?

“Aku takut May,” ucap Renjun. Tangannya bergetar hebat, air matanya tak berhenti  menetes.

“Takut apa, hm?” tanya Mayrine.

“Aku takut kehilanganmu, aku takut kalau kau akan menemukan orang yang lebih baik daripada aku.” Mayrine tidak merespon, dia terus mengelus rambut pemuda ini, sesekali mencium puncak kepalanya.

“Aku terkadang bingung, apakah kau itu nyata atau hanya ilusi yang ku ciptakan? Bahkan disaat kau menyakitiku, aku tidak bisa mengabaikanmu.”  Mayrine mengatur napasnya yang memburu.

“Perjanjian kita masih sama sejak dulu May. Ini belum berakhir, kau harus tetap menuruti ucapanku agar kita tetap berada di jalur yang sama. Aku tak mau kita berpisah karena hal itu,” ucap Renjun.

“Apa-apaan lagi ini Jun? Aku tak pernah mengerti maksud ucapanmu,” tanya Mayrine.

“Diantara semua pilihan terburuk, aku memilih untuk berkhianat agar kita tetap di jalur yang sama. Apapun itu, akan kulakukan untukmu, selalu. Anggap cerita antara aku dan Sasa tak pernah ada, ikuti saja alur permainannya maka kau akan mengerti siapa musuh yang sebenarnya.” Renjun menggenggam tangan Mayrine.

“Mak ... Maksudnya kau tidak mencintai Sasa?” tanya Mayrine.

Tidak ada jawaban dari Renjun, yang bisa Mayrine dengar adalah suara dengkuran halus yang menerpa kulit lehernya.  Apakah yang Renjun katakan tadi itu sebuah kejujuran atau hanya sekadar mengigau? Entahlah.

Beberapa menit kemudian listrik kembali menyala. Netra Mayrine terfokus pada wajah Renjun yang penuh dengan luka yang sudah kering.

Perlahan, tangannya menyentuh sudut bibir Renjun. Mata Mayrine terpejam, pasti luka ini terasa sangat sakit.

“Ouch. Jangan sentuh itu, sakit,” ucap Renjun.

Mata Renjun terbuka perlahan, tangannya memegang tangan Mayrine yang sedang menangkup wajahnya. “Jika kau ingin aku sembuh, kau bisa menciumku,” ucap Renjun sambil tersenyum.

Mayrine memukul lengan Renjun pelan. “Hei kita sudah putus, jangan berharap lebih!” teriak Mayrine.

Bukannya menjawab, Renjun hanya diam sambil memegangi lengannya sambil meringis pelan.

“Ayo tidur,” ucap Renjun.

Mayrine hanya mengangguk, berjalan menuju kamarnya sambil menoleh kearah Renjun.

ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 2  Ft.Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang