Sedaritadi, aku merinding.
Orang-orang di sekitarku saat ini sangat aneh. Bagaimana ya bilangnya?
Zahir tampaknya sedang kepikiran sesuatu. Tentang apa? Aku tak tahu. Yang jelas sedaritadi ia bertingkah cukup aneh. Seringkali aku melihatnya melamun ketika aku menatapnya dari bangku ku.
Mika yang duduk tak jauh dariku juga terlihat aneh. Ia begitu lesu walau aku tahu dia tidak sakit. Aku juga bisa melihat gadis itu sibuk menulis sesuatu di belakang bukunya.
Tak jauh berbeda, Dera yang biasanya seheboh tante-tante rempong sejak pagi tadi tampak tak bersemangat. Padahal biasanya ia begitu bersemangat, seakan-akan dia ini punya energi berlebih. Overcharged man. Aku biasa memanggilnya begitu. Tapi, hari ini, dia lebih lesu daripada ponsel ketika lowbat.
Serius. Apa yang sebenarnya terjadi hari ini? Apa alien sedang menginvansi bumi? Hm. Pasti alien membuat segelintir manusia terjebak dalam pikirannya untuk dikendalikan sebagai prajurit tempur alien melawan manusia.
Ya jelas enggak, lah.
Aku hanya bisa menghela nafas. Sebenarnya hari ini ada apa, sih?
"Baik. Pelajaran kita sampai disini. Selamat siang!" Ucap guru di depan kelas ketika bel berbunyi mengalihkan perhatianku.
Aku menghela nafas. Akhirnya pulang. Biasanya aku memang betah belajar walau aku bukan penggila belajar. Seperti biasa, aku akan ke bangku Zahir dan menggandengnya pulang bersama. Tapi--
"Lo gak lupa kalo gue nginap, kan?"
Jangan tanya itu siapa. Jelas itu adalah gadis dari keluarga Oditi. Samika Oditi. Aku tersenyum. "Yaudah, ayo."
"Loh, nginap?" Respon Zahir yang berdiri tak jauh dari kami. Kami mengangguk. Sengaja ku lirik Dera, memerhatikan ekspresinya. Tanpa disangka, ia malah menyunggingkan senyuman lebar. "Wah udah lama juga ga nginap di rumah lo! Gue ikut boleh dong, ya? Udah lama juga gak ngobrol ke Bunda!"
Memutar bola mata malas, aku mencibir. "Udah lama apaan? Baru minggu lalu deh lo cerita-cerita sama Bunda!"
Ia memeletkan lidah, aku mendengus. Zahir menggelengkan kepala takjub. Sedangkan Mika... entahlah. Gadis itu hanya tersenyum tipis. Senyum tipis dengan raut wajah yang patut ku curigai.
"Tiba-tiba gini Bunda pasti kaget. Gue telpon Bunda dulu, ya?" Zahir berucap. Dera ikut menimpali. "Gue mau nelpon orang rumah buat ngasih tahu dulu."
"Kalo gitu, kami nunggu di gerbang aja." Balasku. Mika menggandeng tanganku. "Ayo!"
Kami berbicara sepanjang jalan menuju gerbang sekolah. Seperti biasa gadis itu menceritakan bagaimana liburannya dengan keluarga, kali ini di Maldives.
"Gue kabarnya bakal dijodohin." Ucap Mika tiba-tiba. Aku mengernyit. "Sama siapa?"
Bukannya jawaban atas pertanyaan yang ku sampaikan, yang ku dapat justru gedikan bahu. "Gue gak tahu sama siapa. Ini gue tahu dijodohin karena gue gak sengaja nguping."
"Gak sengaja nguping?" Ulangku dengan nada mencibir. "Emang nguping gak disengaja?" Tambahku membuatnya terkekeh. "Intinya gue denger-denger dari obrolan ortu gue, deh."
Aku mengangguk paham. Kami sudah sampai di gerbang dan kebetulan supir yang menjemput kami ada disana. Langsung saja kami masuk ke mobil keluargaku. Mika masih bicara, namun aku tak lagi mendengarkan. Fokusku terletak pada kata perjodohan yang tadi disebut Mika. Aku jadi meringis. Padahal dulu aku paling tidak suka mendengar nama Siti Nurbaya karena identik dengan perjodohan. Tapi, nasib sahabatku dan mungkin aku juga akan mengalami hal ini.
Jaman memang berganti. Tetapi, perjodohan kerap kali terjadi. Tanpa peduli apakah kedua belah pihak menerima. Yang terpenting kesepakatan orangtua. Miris bagiku, walau aku tak tahu bagaimana bagi kalian. Sebagian beralasan bibit-bebet-bobot yang menjadi pertimbangan. Namun, benarkah begitu?
Kenapa terlihat seperti mewujudkan angan perihal 'keuntungan'?
Tak perlu ku bahas panjang lebar. Sedikit banyak pasti kalian mengerti.
"Lyn! Cailyn!"
Seruan serta lambaian tangan tepat di depan wajahku membuat lamunanku buyar. Mika cemberut. "Lo dengerin gue gak sih?"
Aku hanya bisa nyengir.
Setelahnya, waktu ku habiskan dengan mendengar omelan panjang Mika sembari menunggu Zahir dan Dera.
*
Kayak yang aku bilang di papan pengumumanku, aku memutuskan untuk up seminggu sekali karena aku udah kelas 12, harus persiapan menuju PTN karena kalo ga lulus PTN hamba terancam tidak kuliah.
Semoga lulus, amin.
Cerita ini tetap ku publish sampai tamat. Cuma upnya seminggu sekali. Gak kayak biasa yang up setiap hari. Tiap up kuusahakan buat up minimal 2 chapter sampai 7 chapter.
Maaf dan mohon maklum manteman♡
Salam,
DyLevy♡
KAMU SEDANG MEMBACA
White Flag
Teen FictionFlying my white flag, I surrender. * Mungkin bagi kamu, Aku itu bagai udara. Aku ada di setiap detiknya untukmu. Selalu berada di dekatmu. Kamu pun membutuhkanku untuk hidup. Namun, kamu tak akan pernah menyadarinya. Menyadari tentang perasaanku. S...