Bagian Sepuluh

32 6 2
                                    

"Cailyn!"

Seruan dengan suara yang tak asing bagiku membuatku berhenti dan menoleh. Sudah jelas itu Mika. Aku tersenyum, melambaikan tangan. Segera ia menyamakan posisinya denganku. Zahir yang memang ada disebelahku menyapa gadis itu. "Hai, Mika! Udah pulang?"

Gadis itu mengangguk. "Iya, nih. Baru nyampe kemaren. Pengen bolos tapi nyokap gak bolehin." Mika menanggapi. Kini pandangannya tertuju padaku. "Katanya lo sempat absen tiga hari, ya? Tumben banget lo sakit!"

"Tahu darimana?" Tanyaku heran. Nyengir, ia membalas. "Dari Dera."

Aku mengerucutkan bibir. "Oh. Jadi saling tukar kabar ke Dera tapi chat dan telpon gue pada dikacangin?" Tanyaku menyindir. Akhirnya aku tahu siapa yang ia telpon waktu itu. Jadi, ternyata Dera adalah alasan sibuknya nomor Mika. Gercep juga tuh anak. Mika menggeleng. "Ih! Gue cuma pernah telponan sama dia sekali! Lagian gue tahu itu waktu gue baru ngecek hp pagi tadi. Maklum, bokap suka marah kalo gue sibuk ke hp. Jadi jarang deh megang hp."

Aku hanya mengangguk mengiyakan. Kini kami bertiga berjalan beriringan ke kelas dengan posisi aku berada di tengah, Mika di kiri dan Zahir di kanan.

Sesampainya di kelas, dapat ku lihat Dera sedang sibuk dengan ponselnya. Aku menatapnya tak suka. Entah kenapa aku kesal padanya. Mungkin karena tahu Mika meluangkan waktu menelponnya ketimbang aku? Duh. Harus ku akui aku ini cemburuan bahkan pada sahabatku sendiri.

Apapun terkait perasaanku terlalu aneh. Baik itu mengenai perasaanku pada Zahir maupun kecemburuanku hanya karena Dera tampaknya selangkah lebih maju untuk mendapatkan Mika. Mungkin aku memang ditakdirkan untuk menjadi orang aneh.

"Lyn," panggil Mika membuatku menoleh. Gadis hedon itu tersenyum. Namun entah kenapa senyumnya tidak seperti yang biasa aku lihat. Menggigit bibir bawahnya sendiri, ia menatapku ragu-ragu. Aku mengernyit. "Ada apa?"

"Gue mau nginap di rumah lo hari ini. Gapapa, kan?"

Cuma mau nanya itu? Batinku bertanya. Padahal gadis ini sering menginap ke rumahku. Kenapa harus sampai gugup dan ragu segala?

"Emang nyokap lo bolehin?" Ia mengangguk. "Nyokap sama bokap mau ke luar kota hari ini. Jadi daripada gue kesepian di rumah gue minta izin nginap di rumah lo."

Aku mengangguk mengerti. "Oke deh kalo gitu."

"Gue mau cerita banyak sama lo hari ini." Gadis itu berujar. Aku tersenyum jahil. "Gaya lo. Cerita aja kali. Kayak gak biasa aja."

"Ini ceritanya lain daripada yang biasa gue ceritain!" Mika berseru kesal. Menggedikkan bahu, aku membalas asal. "Yaudah, sih. Emang selama di Maldives lo kenapa? Ketemu jodoh? Alien? Mantan? Eh, lupa. Lo kan gak punya mantan."

"Idih, mending gue lah. Lo jomblo sejak lahir. Gue mah kagak."

"Jijay banget. Secara gue sama lo sampe sekarang jomblo."

"Sekarang gue gak jomblo, ye." Ia meledekku membuatku memasang tampang tak percaya. "Seriusan lo?" Tanyaku. Ia mengangguk. Pikiranku kini langsung mengaitkan hal ini dengan Dera. Oh. Jadi, itu manusia ngenes laknat yang suka nyengir udah berhasil dapetin ini cewek hedon? Cepat juga. Padahal kemarin-kemarin waktu menjengukku katanya Mika belum peka.

Congrats, Dera.

Hebat juga dia bisa menaklukkan sahabatku yang jomblo sejak lahir ini.

"Jadi, maksudnya cerita yang lain dari yang biasa lo ceritain itu sekarang lo mau ceritain Dera?"

Gadis itu tampak terkejut. Oh. Iya. Dia belum cerita siapa pacarnya itu. Berarti dia terkejut karena aku bisa tebak siapa pacarnya?

Keningnya berkerut. "Kok Dera sih, Lyn?" Tanya Mika membuatku ikut mengernyit. "Eh? Gue salah?"

Mika terkekeh. "Oh. Lo kira gue pacaran sama kembaran si Dora? Ya kagak, lah!"

Aku menggeruk tengkukku yang tak gatal. Hanya bisa nyengir. Kalau Dera bukan pacar yang Mika maksud, berarti gadis itu pun masih belum tahu tentang perasaan Dera padanya.

Cai! Inget, ya!

Jangan kasih tahu siapa-siapa!

Itu orangnya juga gak sadar sama perasaan gue!

Haduh. Bisa dipites Dera aku nanti.

"Ya soalnya tadi lo bilang waktu jalan ke kelas lo telponan sama Dera, kan?" Aku mencoba berdalih. Mika menggeleng takjub. "Cuma sekali doang, Lyn. Cuma sekali. Dan lo pikir telponan sekali bakal bikin gue nerima kembaran Dora?"

Aku hanya bisa tertawa garing.

Jarak tempat kami bicara dengan tempat Dera berada cukup dekat. Dia pasti mendengar semuanya.

Kira-kira, bagaimana perasaannya saat ini?

*

Maaf semalam ga update soalnya abis paket:')

White FlagTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang