Bagian Tujuh Belas

21 4 0
                                    

Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Ku lihat kembali jalan yang sedang kami lalui. Setelahnya, ku lirik pemuda yang ada disampingku.

"Ada apa?" Tanyanya karena sadar ku perhatikan. Aku meneguk ludah kasar. Ingin bertanya namun suaraku takut untuk keluar. Rasanya mengingat waktu itu ia melambaikan tangan dan mengirimi pesan membuatku merinding. Jiwaku was-was, takut sesuatu yang buruk akan terjadi.

Dia bukan orang jahat.

Keluarga Alexi bukan orang jahat.

Ayah jamin itu.

Perkataan Ayah itu ku ulang berkali-kali dalam pikiranku untuk memberi sugesti pada diriku sendiri. Jangan tanyakan seberapa kakunya aku saat ini. Dia pun pasti mengerti bahwa saat ini aku benar-benar waspada terhadapnya.

Ia memberhentikan mobilnya.

Aku mengerjap. Ini bukan tempat les kursus yang ku tuju.

"Ini bukan tempatnya." Ucapku pada Geo yang membuatnya menaikkan alis. "Tempat apa?"

"Tempat les. Ini bukan tempat les yang aku tuju." Balasku melihat sekeliling. Kalau dilihat-lihat lagi, bahkan tak ada tempat les disini.

"Memang." Jawabnya singkat membuatku terpelongo.

Apa-apaan ini?

"Katanya mau pergi kesana bareng, kan?" Tanyaku memastikan perkataannya di sekolah tadi. Pemuda itu terkekeh. "Aku memang bilang mau pergi bareng. Tapi, memangnya aku bilang mau pergi kemana? Ke tempat lesmu? Aku tidak bilang begitu."

Aku mencoba mengingat kembali apa perkataannya tadi di sekolah.

Kamu mau pergi kemana?

Oh. Les yang itu, ya?

Mau pergi bareng?

Shit. Batinku memaki. Memang sih dia tidak bilang begitu. Tapi, aku tetap kesal.

Kalau kalian ada di posisiku, kalian juga akan berpikir dia akan mengantar ke tempat les, kan?!

Ah. Terserahlah. Entah kalian sependapat denganku atau tidak, aku akan tetap menyalahkan Geofrey karena perkataannya itu ambigu. Bermakna ganda. Menyesatkan.

Geo sudah melepaskan sabuk pengamannya. Ia juga melepaskan sabuk pengamanku dengan kondisi aku yang masih mencerna apa yang terjadi saat ini. Setelah selesai, ia melambaikan jemarinya di hadapanku. "Princess, ayo turun."

Aku mengerjap, mengangguk.

Ia keluar dari mobil. Membukakan pintuku dengan kondisi aku masih mengernyit karena merasa tertipu perkataannya. Diam-diam aku memberi sugesti pada pikiranku agar mencermati setiap perkataannya.

Jangan anggap aku berlebihan. Aku hanya tak ingin merasa tertipu lagi dengan kalimat bermakna ganda yang ia ucapkan.

Aku keluar dari mobil dan Geo menutup pintu mobilnya. Menatap sekeliling, aku mencoba menganalisa sedang dimana kami saat ini.

Gagal. Tampaknya aku belum pernah kesini sebelumnya.

"Kita pertama kali bertemu di daerah ini."

Ucapannya membuatku nyaris melotot. Aku mengerjap, menatapnya penuh tanya. Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum dan malah melenggang pergi. Tentu aku langsung mengikutinya.

Kami berjalan tak terlalu jauh hingga sampailah ke sebuah kafe. Berdasarkan respon para pegawai disini, dapat ku simpulkan ia sering ke kafe ini.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Geo padaku. Ia sudah memesan sedangkan aku masih dikelilingi oleh rasa bingung. Akhirnya, ku putuskan untuk menggeleng.

Pelayan yang mencatat pesanan pergi. Meninggalkan kami berdua dalam suasana canggung. Geo menatapku lurus. "Apa kau tidak menyukai tempat ini?"

"Aku menyukainya. Sungguh." Jawabku spontan, membuatnya semakin mengernyit. "Lalu, kenapa kau tidak memesan makanan?"

Aku terdiam dan ia masih menatapku penuh selidik.

Ayolah otak, bantu aku mencari jawaban.

"Kamu tidak suka kehadiranku disini?"

Ingin rasanya aku mengangguk sebagai respon pertanyaannya itu. Tetapi, aku masih menjaga etika. Bagaimanapun juga, ia anak dari bos ayahku. Bisa jadi jika perlakuanku kasar ia akan memberitahukan pada ayahnya dan kemudian ayahnya 'menghabisi' ayahku.

Geo menghela nafas atas responku. "Kamu bisa jujur padaku." Gumam pemuda itu membuat hatiku jadi tak karuan karena merasa bersalah. Aku masih tetap diam tak merespon dan ia kini tampak memikirkan sesuatu hingga akhirnya ia menjentikkan jarinya.

"Ah, bagaimana kalau begini."

"Hm?"

"Kalau kau memesan makanan dan memakannya, kita akan segera pergi ke tempat lesmu."

Tawarannya tanpa sadar membuatku berbinar. Entah karena aku senang akan segera ke tempat les atau karena aku senang kecanggungan antara aku dengannya akan segera berakhir. Sayangnya, saking senangnya aku tak terlalu memerhatikan perubahan ekspresi Geo.

Pelayan datang mengantarkan pesanan yang tadi Geo pesan. Sedangkan aku menyebut salah satu menu makanan dan minuman. Pelayan itu berlalu pergi. Kembali meninggalkan kami dalam keheningan. Bedanya, saat ini wajahku tak setegang tadi.

Entah sadar atau tidak, Geo bergumam pelan. "Ternyata kau memang tak ingin bersamaku."

Gumaman itu sangat pelan. Sungguh. Tetapi, telingaku menangkapnya dengan baik. Membuatku kembali merasa bersalah.

Waktu bergulir dengan cepat. Kami beranjak pergi setelah hidangan habis. Jangan bayangkan kecanggungan kami. Ini jauh lebih canggung dari sebelumnya. Atmosfer di sekeliling kami terasa begitu dingin dan menusuk. Di mobil pun, kami hanya diam. Tak ada yang membuka percakapan karena masing-masing dari kami bergelut dengan pikiran masing-masing.

Jangan tanyakan apa yang ada dalam benakku. Aku merasa sangat berdosa atas perlakuanku pada seorang Geofrey hari ini.

Aku tak membalas uluran tangannya saat berkenalan siang ini.

Menolak untuk memesan makanan karena dalam hati berharap ia akan segera menghabiskan makannya agar kami cepat pergi dari sini.

Lalu, saat ia berkata jika aku memesan maka kami akan segera pergi ke tempat lesku, dengan wajah bahagia aku langsung memesan makanan.

Hari ini aku benar-benar jahat padanya. Hatinya pasti sakit. Sangat sakit. Terlebih ia menyukaiku bahkan hingga melamarku. Terlepas dari ia orang aneh atau tidak, dia tetap seorang manusia yang memiliki hati. Ia memiliki perasaan. Di saat orang yang disukai menolak secara terang-terangan, aku jamin hati siapapun itu akan terluka. Membayangkan aku berada dalam posisinya membuatku bergidik ngeri. Tak terbayangkan betapa mengerikannya hidupku jika kelak ada saat dimana ia akan menolak ajakanku.

Ah, apa yang sudah kulakukan?

"Cailyn, sudah sampai." Ucapnya terdengar sedikit bergetar. Hanya sedikit, bahkan nyaris tidak aku sadari. Aku mengangguk. Menunduk hormat dan tersenyum canggung. "Aku masuk dulu. Semoga harimu menyenangkan. Sampai jumpa."

Aku keluar dari mobil itu. Baru berjalan beberapa langkah, aku berhenti dan berbalik menatap mobil Geo yang masih terparkir disana. Belum beranjak barang sedikit pun.

Menghela nafas, aku ingin berlari memasuki kelas di lesku ini karena sudah terlambat. Tetapi, langkahku justru berlari ke arah mobil. Aku mengetuk jendelanya dan dapat ku lihat ia sedikit terkejut.

"Ada apa?" Tanyanya. Aku menggigit bibir bawahku, merasa ragu untuk mengatakan hal ini. Rasanya aku benar-benar tak tahu malu jika mengatakannya. Tetapi, perlakuanku hari ini pun pasti benar-benar menyakitinya.

Semoga apa yang kuucapkan ini membuat hatinya sedikit terobati.

"Mau jalan bareng setelah aku pulang les nanti?"





*


Masih adakah yang menunggu cerita ini up?'^'

White FlagTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang