#30 Waste it on me

625 46 0
                                    

Harusnya aku tidur jam seginian. Mana wktu itu sampe diomelin bapak gara gara molor terus. Tp gmn dong? Sayang kalau ga ditulis. Takutnya besok udh ga seindah hari ini idenya wakakka. Anyways happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
Tangannya ia sentakkan dengan agresif pada instrumen di depannya.

Alunan melodi yang tetap indah itu berhasil menerangkan kesan amarah dan emosi oleh sang pemain.

Ia tidak dapat membendung emosinya dan selalu berakhir di sini. Melepaskan semuanya dengan memainkan grand piano nya yang sudah lama hinggap di sisi ruangan.

"Darn it! Who cares about rules!? Kau tidak bisa seenaknya saja mengatur kehidupan ku!" kedua alisnya mengerut dengan tajam dan jari-jari pendeknya masih belum selesai menekan-nekan pianonya dengan keras.

"ssibal!!" umpatnya kasar dan mengakhiri aksi penyiksaan pianonya.

Kepalanya ia tundukkan dan matanya menatap lurus ke depan. Menatap alat musik itu lama dan menghela nafas panjang.

"F*ck it!" ia berdiri dengan kasar, yang mana membuat kursi piano nya terjatuh dan membuat dentuman suara yang begitu keras.

Oh ini hal yang wajar untuk si sosok Park Jimin. Tetangga-tetangga nya bahkan harus bersabar setiap hari semenjak Jimin kehilangan pekerjaan lamanya. Tentu ia mendapatkan pekerjaan baru, hanya saja, ia membenci nya.

"Hyungg~" seseorang datang tanpa diundang dan meletakkan sesuatu di dekatnya.

Jimin menoleh sedikit dan mendapati secawan teh hangat dan beberapa cookies kesukaannya.

Pandangan matanya mulai buram akibat air mata yang ia bendung, tubuhnya bergetar dengan cepat, dan kedua kakinya yang semakin ia peluk.

"Kali ini apa yang membuat hyungie mengerutkan alis heum? Coba cerita sama Kookie" air matanya jatuh seketika setelah mendengar Jungkook berbicara.

Siapa peduli ia dibilang cengeng. Jimin menangis dan berhamburan ke pelukan Jungkook.

"Mianhae Jungkook-ah.. P-pada awalnya semua baik-baik saja... T-tapi setelah aku kehilangan p-pekerjaan a-aku-"

"Aniya ini bukan salah hyungie" selanya di tengah racauan Jimin.

"Lagian kan Kookie tidak memaksa hyung untuk kerja. Tidak hanya Kookie, bahkan semua orang tidak memaksa hyung untuk kerja. Jadi kalau hyungie mengundurkan diri, tentu bukan masalah-"

Jimin menggeleng-geleng dan berusaha keras untuk jujur kepada Jungkook. Ia hanya malu untuk mengatakan, itu saja.

"Terus kenapa heum? Kookie kan sudah kerja, jadi keuangan kita tidak se-krisis itu"

"eummm!" Jimin mempoutkan bibirnya dan masih sesenggukan menahan air matanya dan tangisannya. Kekasihnya memang menginginkan dirinya untuk menangis terus pikirnya.

"Kenapa?" tanya Jungkook sekali lagi.

"H-hyungie cuma tidak ingin merepotkan Jungkookie. Aku tahu kita tidak memiliki masalah dalam hal keuangan. Tapi kalau hyungie membantu, meski sedikit. Kita tidak perlu lagi bingung sama tagihan bulanan"

Meski Jungkook memiliki pekerjaan. Tagihan bulanan di daerah sana begitu mahal. Yang mana mengharuskan mereka untuk benar-benar hemat dan mengirit makan.

Jungkook terdiam dan tertawa renyah. Jimin mencibir lucu mendengarnya, "Ih hyungie baru jujur langsung dibully. Kan hyungie juga kasihan sama Kookie, kalau Kookie memaksakan diri bagaimana? Kalau Kookie sakit-sakitan di belakang hyungie bagai-"

"Nah, menurut hyung, apakah hyung sendiri tidak memaksakan diri?" Jungkook memutar kembali kekhawatirannya ke dirinya sendiri.

Lagi-lagi Jungkook tertawa dan menghela nafas.

"Memang aku lebih muda 2 tahun dari pada hyung. Tapi tubuh ku jauh lebih kuat dari pada hyungie" ia tersenyum lembut dan menyodorkan Jimin teh yang ia seduh sebelum memasuki ruangan ini.

"Untuk sekarang, hyungie Kookie sarankan untuk mengundurkan diri dan beristirahat di rumah. Aku yakin hyungie pasti kecapekan. Dilihat dari kantung mata dan tuh! tuh! tuh! Bahkan hyungie kelihatan kurusan sekarang" Jungkook menunjuk pinggang dan pipi Jimin dengan telunjuknya.

Jimin yang merasa tergelitik pun tertawa dan memastikan tehnya tidak jatuh. Kan ga lucu gitu kalau tetiba tehnya membakar tubuhnya.

"Dan tunggu aku"

Jimin meneguk tehnya perlahan dan kembali bertanya kepadanya, "Tunggu?"

"Iya, tunggu Kookie sampai naik jabatan menjadi manager. Dan pada akhirnya hingga Kookie sendiri bisa menjadi CEO dari perusahaan baru"

"Tunggu saja" pertegasnya dan menyenderkan Jimin ke pundaknya.

Ia baru saja mengatakan hal itu. Selama ini ia juga bimbang untuk berbicara kepada Jimin. Seperti bagaimana cara lain untuk menjelaskan kepada Jimin tanpa bercerita langsung.

Mereka sudah menjalin hubungan cukup lama. Tapi untuk menyampaikan hal kecil seperti ini begitu membutuhkan keberanian yang tinggi bagi nya.

Sama seperti Jimin. Mereka saling grogi untuk menyatakan apa yang mereka rasakan sebenarnya dan justru berakhir celaka untuk keduanya.

Tapi.. Setelah mereka berdua berhasil jujur dan bercerita. Mereka dapat belajar satu hal.

Bahwa terkadang kita memang perlu menyatakan apa yang kita rasakan. Ketimbang pada akhirnya kita hanya berputar di dalam ambang keraguan.

.
.
.
.
.
.

Gmn reader-nim? 😂😂😂

Gilaa lagi kesambet apa nulis ginian :v  oh iya berdasarkan pengalaman.

Kalau selesai baca cerita, terutama yg one-shoot kayak gini. Jangan lupa diinget atau dicatat ya. Mungkin bbro bln atau hari stlh baca masih inget.

Aku pernah baca 1 one shoot dan 1 story. Lupa ku catet atau mungkin waktu itu lupa masukin library. Jd kesusahan nyarinya TT

Aku baca itu sekitaran 2018. Bisa jd sudah di delete kan ceritanya. We never knows 😂😂

Iyaa hati-hati aja, ga enak soalnya klo kek gini nih.

Btww makasih udah bacaa 💜💜💜 selamat malam semuaa!

Unpredictable [KM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang