• HIM •

217 32 27
                                        

     Jarak antara kantor dan lokasi yang di tuju memakan waktu kurang lebih 20 menit, sehingga ketika tim investigasi tiba, lokasi tersebut sudah ramai dikerumuni orang banyak.

     "Identitas?" Tanya Yuno, sambil mengeluarkan catatannya. Harusnya mencatat data korban adalah tugas anggota tim lainnya, namun Yuno berbeda. Ia tak ingin melewatkan sedikit saja informasi yang terucap dari polisi yang sudah terlebih dahulu menemukan korban tersebut.

     "Wanita, berusia sekitar 22 tahun, dalam tas yang ditemukan di dekatnya, terdapat kartu tanda pengenal yang menjabarkan identitasnya." Polisi tersebut lalu menyerahkan sebuah kantongan bening berisi KTP korban yang kemudian langsung diambil Yuno.

     "Keluarganya sudah dihubungi?" Kali ini Lenna yang bertanya.

     "Korban hanya tinggal sendiri di Jakarta, namun keluarganya yang berasa di Bogor sudah kami hubungi."

     Polisi tersebut lalu menyerahkan beberapa kantongan bening lagi, kali ini berisikan ponsel korban, tas, dompet, serta beberapa alat make up. Semua milik korban yang tergeletak di sekitarnya.

     Sementara Yuno masih mewawancarai polisi yang berjaga, Lenna mencoba mendekati mayat korban. Setelah berdo'a di hadapan korban, berharap arwahnya diterima di sisi-Nya dan dapat tenang di alam sana, Lenna mulai menyelidiki. Memperhatikan setiap inci tubuh korban agar mendapat petunjuk.

     "Perkiraan kematian pukul 9 malam sampai subuh tadi, karena korban pulang dari tempatnya bekerja pada jam setengah 9." Seorang polisi menjelaskan pada Lenna tanpa ditanya. Seperti sudah menjadi kebiasaan baginya menjelaskan setiap detail yang ia dapatkan dalam penyelidikan singkat. Atau kewajiban.

     "Lalu, mengapa dari pukul setengah 9 sampai jam 9 tidak dihitung sebagai perkiraan kematian?"

      "Korban pulang bersama salah satu rekan kerjanya di toko kosmetik, mereka berjalan bersama sampai akhirnya berpisah di halte bus. Bus temannya datang terlebih dahulu, dan itu tepat pukul 9 malam."

     Lenna mengamati tubuh korban lagi.
Di lehernya, terdapat bekas cekikan berwarna merah dan mulai menghitam, seperti menandakan betapa kerasnya pelaku ingin mengambil nyawa korbannya. Tak ada bekas apapun selain bekas cekikan tersebut, kecuali...

     "Ini sudah pasti korban pembunuhan berantai." Ujar Yuno, yang tau-tau sudah ikut berjongkok di samping Lenna, berhasil membuat Lenna memalingkan wajah dan fokusnya pada lelaki Korea itu.

     "Tau dari mana?" Yuno lalu menunjuk pergelangan tangan korban. "Lihat ini,"
Lenna langsung mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah yang ditunjuk Yuno. Di sana, di dekat nadi korban, terdapat bulatan berwarna putih menonjol dengan diameter lingkaran kurang lebih 2 cm, menimbulkan bekas kemerahan seperti terbakar, yang kemudian dikenali Lenna sebagai bekas tetesan lilin panas yang sudah mengering.

     "Tanda tangan pelaku. Juga ditemukan di korban-korban sebelumnya, dan aku juga menemukan tanda yang sama di dekat mata kaki, pundak kanan, dan juga pinggangnya."

     "Empat tetesan lilin?"

     Yuno mengangguk. "Ia selalu memberi cap untuk korbannya. Empat tetesan lilin ini menandakan bahwa gadis ini adalah korban ke-empatnya."

     Mata Lenna lalu terpaku pada sisi tubuh bagian bawah korban yang terlihat janggal. "Apakah korban memiliki cacat sejak lahir? Atau, ia pernah mengalami kecelakaan yang mengharuskannya menjalani operasi?" Tanya Lenna kepada polisi itu lagi.

     "Kami sedang menyelidiki hal tersebut juga. Sedikit lagi, mungkin hasilnya akan keluar."

     "Ada apa, Lenna?" Yuno penasaran dengan pertanyaan Lenna yang agak unik itu.

• AMYGDALA ERRORED •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang