Sudah sepuluh menit lamanya gadis itu menunggu di kafe kecil yang terletak di ujung jalan, tak terlihat jelas oleh kerumunan karena dirinya yang sengaja mengambil tempat di pojokan. Dengan topi hitam serta masker yang menutupi wajah, matanya waspada mengawasi siapa saja yang datang ke dalam kafe itu. Jarak duduknya tak jauh dari pintu utama, mengingat ukuran kafe tersebut yang tak begitu luas.
Riska sengaja memilih tempat tersebut karena lokasinya yang tidak strategis, mencegah kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi, bertemu Ezra secara tidak sengaja. Matanya terus bergantian menatap layar ponselnya, lalu kembali ke arah pintu masuk. Yang ditunggu belum juga datang. Riska sudah gelisah. Ia tak pernah berdiam diri selama ini di suatu tempat setelah kejadian itu. Hatinya terus berdegup tak beraturan, membuat nafasnya mendadak sesak dan keringat bercucuran satu-satu. Riska bersumpah, jika dalam waktu lima menit Lenna tak juga muncul, ia akan pergi dari tempat itu.
Dan syukurnya, tak lama setelah mengucapkan sumpah konyol itu dalam hati, sosok gadis yang ditunggu akhirnya datang juga. Dengan langkahnya yang tergesa, ia mencari sosok Riska yang pasti sudah menunggunya dari tadi. Melihat Lenna yang tak kunjung mendapatkannya, Riska kemudian melambaikan tangan ke arah Lenna, sampai Lenna melihat dan langsung menghampirinya. "Riska?" Sapa Lenna dengan suara yang sedikit heran. Pantas saja ia tak mengenali teman sekolahnya ini, penampilannya amat berubah. Tubuhnya yang dahulu berisi dan terlihat amat sehat, kini tinggal kulit yang membalut tulang kurusnya. Wajahnya yang tertutup masker juga terlihat tak baik-baik saja, dengan mata penuh lingkaran hitam di sekitarnya. "Are you okay?" Tanya Lenna kemudian, setelah mengambil tempat duduk tepat di hadapan Riska.
Riska hanya diam, masih mensyukuri kedatangan Lenna yang dianggap angin segar untuknya. "Long time no see, Lenna," Ujar Riska senang. "Dan jika kamu menanyakan kabarku, dengan melihat kondisiku seperti ini saja kamu sudah tau kan, jawabannya?"
Detektif wanita itu menatap teman sekolahnya dengan lekat, bertanya-tanya dalam hati tentang penderitaan apa yang dialami Riska selama ini, hingga kondisinya kini menjadi kacau. "Aku menderita, Lenna. Sangat menderita."
"Riska, ceritakan padaku, apa yang membuat kamu sampai seperti ini? Jika aku bisa bantu, pasti akan kuusahakan." Lenna menggenggam tangan Riska dengan lembut, berusaha menenangkan teman lamanya yang sudah lama tak terlihat ini. Yang diajak bicara hampir terisak, baru kali ini ia akan membicarakan traumanya yang sangat membekas.
Belum ada sepatah kata keluar dari bibir Riska. Gadis itu masih terisak, menangis, mengeluarkan beban yang selama ini ia tanggung sendiri di dada, yang semakin hari semakin memberatkan hidupnya. Lennapun tak memaksa, hanya terus menenangkan dengan sesekali mengusap bahu Riska yang terguncang kuat. Lenna yakin, masalah Riska kali ini bukanlah masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan mudah, melihat reaksinya yang seperti ini.
Hingga lima belas menit lamanya, baru Riska mulai tenang dan tak menangis lagi. "Terimakasih, Lenna. Maaf, kamu hanya mendengar tangisku yang seharusnya tidak aku keluarkan." Lenna hanya tersenyum kecil, memaklumi. "Sekarang, kamu sudah mau bercerita padaku?"
Riska menarik napasnya, lalu menghembuskannya pelan. "Mengenai pembunuhan ibumu, Lenna," Riska baru akan membuka mulutnya, ketika dering dari ponselnya membuyarkan semua. Mata Riska membelalak ketika melihat nomor tak dikenal masuk di panggilan teleponnya. Dadanya kembali sesak, tangan gemetaran, dan mata yang kehilangan fokusnya. "Siapa, Ka?" Tanya Lenna.
Riska menggeleng, namun segera mengambil ponsel yang terletak di mejanya kemudian menjawab panggilan itu dengan cepat. "Ha–halo."
"Senang, ya, bertemu teman lama?" Ezra. Suara itu, suara dengan intonasi datar namun mengancam, membuat Riska kembali ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
• AMYGDALA ERRORED •
Mistério / SuspenseHealing for him is killing. Take any soul from their body, smile happily when they ask to not kill them in despression voice, is really the best healing for him. His Amygdala was errored, and there's no way to fix it. Amygdala: • noun [ C ] • ANATOM...
