• ALMOST COMPLETE •

104 19 34
                                    

Another long chapter for tonight he he he.

Ditunggu komentar, saran, dan kritiknya!

Luv 💕

*******

    Lokasi pembunuhan sudah ramai dengan kerumunan anak sekolahan, mengingat lokasinya yang masih berada dalam lingkup sekolah. Sedikit menyulitkan petugas untuk mengamankan TKP, akibat semua mata yang ingin menyaksikan langsung tubuh tak bernyawa yang tergeletak mengerikan di belakang gedung sekolah itu.

    Yuno dan Lenna serta anggota tim baru menginjakkan kaki di halaman depan, ketika seorang wanita paruh baya dengan pakaian dinas berwarna coklat yang Lenna kenal sebagai Ibu Yanti, menghampiri Lenna dan langsung menghambur peluk ke arah gadis itu. "Kamu sudah besar, nak." Ucap wanita tua itu pelan, sambil mengusap lembut punggung Lenna.

   Ibu Yanti, teman sejawat mamanya juga guru yang mengajar di sekolah itu. Tentu, Lenna ingat. Ibu Yanti sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. "Sehabis ini, Lenna janji akan temui ibuk. Sekarang, Lenna permisi menuju TKP dulu, ya." Pamit Lenna, yang dibalas dengan anggukan serta wejangan kecil dari sang orangtua. "Hati-hati, Lenna. Juga, yang kuat, ya."

    Yuno dan Lenna melanjutkan langkah mereka menuju TKP sebenarnya. Murid-murid sudah dipulangkan sebagian, sebagian lagi masih bandel dan ingin terus menyaksikan proses penyelidikan atas kasus baru yang terjadi di sekolah mereka itu.

   Sungguh, ini berat untuk Lenna. Kembali ke sekolah ini, apalagi menuju lokasi TKP pembunuhan kali ini, mengurai kembali memori buruk yang sudah berusaha ia kubur dalam-dalam. Ia ingat sekali, malam itu, mamanya tak kunjung pulang. Ia dan papa terpaksa menyusul mamanya yang diketahui masih berada di sekolah untuk mengerjakan sesuatu. Namun, bukan tubuh lelah yang didapat, melainkan tubuh yang sudah tak bernyawa, dengan tusukan gunting berwarna hitan yang sudah menusuk dada kirinya, membuat pakaian yang dikenakan berubah warna menjadi merah kegelapan. Lenna sakit selama seminggu setelah itu. Shock. Juga kehilangan.

     Tanpa Lenna sadari, kini tangannya sudah bertumpu pada lengan Yuno, berusaha mencari penguatan atas kakinya yang mulai gemetar ketika langkah mereka hampir sampai pada TKP. Melihat itu, Yuno menghentikan langkahnya, menatap sejenak wanita di sampingnya yang ia yakin sedang tidak baik-baik saja. "Kamu mau tunggu di mobil? Biar aku yang urus di sini." Pinta ketua tim itu. Detektif wanita itu cepat menggeleng, meyakinkan kepada Yuno bahwa ia bisa menghadapi semua ini.

     Langkah berlanjut, semakin mendekati TKP yang masih dirubung oleh sebagian orang. Sudah berkurang, namun masih bisa dikatakan banyak. Polisi setempat yang berjaga di sana memberikan jalan kepada keduanya untuk mendekati lokasi yang sudah dipasangi garis polisi itu. Dan di sana, di tempat yang sama dengan tempat ditemukan jasad mamanya, terbaring sosok Riska yang tampak sangat mengenaskan. "Perkiraan kematian, dini hari tadi. Dan, kondisinya.... sudah ditemukan seperti ini."

     Airmata Lenna hampir tak bisa dibendung, ketika melihat jasad teman lamanya itu terbaring di sana. Dengan luka menganga di bagian dada, mengurai darah segar yang seakan berdesakan ingin keluar. Yang lebih parah adalah, kedua tangannya, hilang. "Riska.." pekik Lenna hampir tanpa suara.

      Kepalanya mendadak pusing. Memori buruk itu menghantam lagi. Bayangan mamanya yang terbaring di sana empat belas tahun silam, silih berganti dengan kenyataan yang terpampang di hadapannya. Kembali mengingatkannya pada malam itu, ketika ia menemukan jasad mamanya di tempat ini. Peristiwa mengerikan yang sangat ingin ia hapus, kini malah terputar kembali di hadapannya tanpa kekurangan satu adegan pun. Lenna bahkan hampir berteriak histeris jika saja ia bisa mendapatkan napasnya teratur memasuki rongga dada.

• AMYGDALA ERRORED •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang