Masih pagi, matahari juga belum sepenuhnya menyeruak menyinari ruangan kerjanya, namun alis Yuno sudah saling bertaut di sana, seolah sedang memikirkan hal yang amat sulit dipecahkan.
Berkas di hadapannya sudah berulang kali ia baca, berharap mendapatkan petunjuk dari sana. Berkas berisi latar belakang Ezra Adithama yang ia perintahkan Riza untuk menyelidikinya. Hasilnya? Tak banyak yang bisa ia dapatkan. Hanya sebagian prestasinya selama bersekolah, juga tentang orangtuanya yang tinggal di luar negeri. Selebihnya, tak ada. Lelaki ini seperti lubang hitam yang tak ada dasarnya. Misterius, susah ditembus. Hal ini malah membuat Yuno semakin curiga dengan lelaki ini. Mengapa Ezra harus menutupi segala hal tentangnya? Adakah sesuatu yang Ezra sembunyikan? Jika memang ada, mengapa ia harus menyembunyikan hal itu? Semua pertanyaan itu berkecamuk di kepala Yuno, membuatnya refleks memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut.
"Masih pagi, jidat udah dilipet aja, Mas." Lagi-lagi, suara lembut Lenna terdengar di telinganya, menyadarkan dirinya yang sudah terlalu tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Gadis yang tadinya berdiri di depan pintu itu, segera melangkah masuk ke dalam ruangan itu, tak lupa secangkir kopi hitam panas yang asapnya masih mengepul di udara. Senyum Yuno akhirnya terlukis, senyum pertamanya sejak pagi tadi, dan selalu Lenna yang berhasil menciptakannya.
Detektif wanita itu duduk berhadapan dengan Yuno yang sedang menyeruput kopi yang dibawanya tadi, ikut membaca berkas yang tadi Yuno pelajari. Matanya sedikit membelalak ketika membaca baris demi baris dari berkas itu. "Kamu masih menyelidiki Ezra?" Pertanyaan itu keluar dari bibur Lenna, dan dibalas anggukan sebagai balasan oleh Yuno.
"Entahlah, Na. Aku rasa, ada yang aneh dari lelaki itu. Ada yang dia sembunyikan, yang bahkan aku juga nggak ngerti itu apa."
Lenna menggigit bibir bawahnya, sembari berpikir tentang benang merah yang mungkin sama menyambungkan setiap titik bukti yang sudah terkumpul. Sebenarnya, Lenna juga menaruh curiga pada teman SMPnya itu. Namun kecurigaannya tak didukung dengan bukti-bukti valid yang bisa mengubah status Ezra dari saksi menjadi tersangka. Ia masih harus mencari beberapa bukti kuat untuk meyakinkan prasangkanya itu.
"Lenna, ceritakan ke aku, bagaimana Ezra di sekolahnya dulu."
Lenna berpikir sejenak. Memperbaiki tempat duduknya agar nyaman, dan mulai membuka memorinya lima belas tahun yang lalu, yang sebenarnya ingin ia kubur dalam-dalam, karena pada saat itu, ia harus kehilangan seseorang yang amat ia cintai, yang bahkan melebihi dirinya sendiri. Ibunya.
"Aku nggak tau banyak tentang dia, sih. Yang aku tau, Ezra itu seorang yang penyendiri sejak awal masuk sekolah. Entah teman-teman yang memang kurang nyaman bergaul dengannya, atau dia yang menolak berteman dengan siapa saja."
"Tapi, dia pintar sekali. Walaupun tidak pernah berhasil meraih peringkat pertama, tapi dia nggak pernah luput dari urutan kedua atau ketiga," Lenna tertawa kecil, "Mungkin, karena itu juga dia keliatan benci sama aku."
Alis Yuno mengerut bersatu, "Benci? Kenapa?"
"Ya, mungkin karena dia menganggap aku sebagai saingan dia dalam peringkat itu. Padahal, aku sama sekali nggak menginginkan peringkat satu itu." Lenna ingat betul, ketika pengumuman peringkat dibacakan, dan nama Lenna disebut saat membacakan peringkat pertama, gadis itu merasakan tatapan menusuk dari arah belakangnya. Terasa seperti menembus tulang, dan berhasil membuat Lenna menoleh ke belakang untuk memastikan siapa yang memberikannya tatapan tersebut. Dan Lenna hanya mendapati Ezra di sana, masih menatapnya dengan tatapan tajam yang menakutkan.
"Ah!" Tiba-tiba otaknya mengingat sesuatu, "aku ingat, ketika itu aku mau menyalaminya, memberi selamat atas peringkat kedua yang ia raih, tapi bukannya menyalamiku balik, ia malah mengucapkan suatu kalimat yang sama sekali nggak aku mengerti. Setelah itu, ia langsung pergi meninggalkanku." Benar, ia mengingat kalimat yang Ezra ucapkan kala itu. Kalimat yang masih saja membuatnya penasaran sampai sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
• AMYGDALA ERRORED •
Misterio / SuspensoHealing for him is killing. Take any soul from their body, smile happily when they ask to not kill them in despression voice, is really the best healing for him. His Amygdala was errored, and there's no way to fix it. Amygdala: • noun [ C ] • ANATOM...