Kringgggg
"Aduh, jangan sampe telat! Please, air nyala dong!"
Kebiasaan banget, kalau lagi buru-buru selalu saja ada hambatan. Dari yang mendadak lupa naruh jam tangan, lupa menekan tombol magic com yang berimbas gagal sarapan, sampai kendala teknis pompa air yang ngadat.
"Mbak Irma! Pompa air mati dari kapan sih?" Aku terpaksa keluar kamar, menggedor pintu kamar depan. Namanya Mbak Irma, kakak tingkatku tapi beda jurusan. Dia kalem, lembut, juga cantik. Asli orang Trenggalek yang terpaksa pisah dari keluarga demi menuntut ilmu. Perasaan ilmu kagak salah, kenapa perlu dituntut? Ah, lupakan.
"Mati, Dek dari semalam. Kamu mau mandi?"
Aku mengangguk, "Hu'um, tapi sial banget airnya nggak ada."
"Mandi di tempatku aja, airnya masih banyak. Aku juga udah mandi dari subuh." Nah, ini yang kusuka dari Mbak Irma. Baiknya buanget!
Tanpa basa-basi aku langsung masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar Mbak Irma. Mandi tanpa luluran manja!
"Kuliah pagi?" tanya Mbak Irma setelah aku keluar dengan pakaian rapi. Oh, bukan. Maksudnya pakai baju PDL.
"Tugas, Mbak. Ikut aku aja, Mbak. Nonton Drumband."
Mbak Irma mesem, "Malas ah, Mbak ada kajian nanti. Siangnya ketemu dosen. Semangat ya, Nadira!"
"Hm, okedeh. Makasih ya, Mbak." Aku langsung ngacir ke kamarku.
Sepuluh menit lagi aku harus sampai di Nol Kilometer, tempat janjian dengan Kak Galang.
Dengan power kepepet, aku dapat ojol gampang banget tanpa nunggu. Hebat nggak, sih? Bagiku ini prestasi membanggakan selama jadi pelanggan setia Om Ojol. Biasanya minimal nunggu satu menit. Lah ini? Hitungan detik sudah ada di depan mata! Wow!
"Ngebut aja, Om!"
Tariiiiiiik!
"Waduh, Mbak. Ini nggak bisa masuk. Di portal, katanya ada kirab Drumband. Kayaknya karena itu ini ditutup."
Aku mengeluarkan lembaran rupiah, kuberikan pada Ojol. "Makasih, Om. Saya jalan aja."
Benar. Jalanan dikosongkan. Nggak kosong, sih. Ramai orang-orang yang sudah siap pegang ponsel atau DSLR.
Menurut informasi, pagi ini ada pertunjukkan Drumband dari Akademi Angkatan Udara. Orang menyebutnya Drumband Guta Dirgantara, Kirap passing Kopral. Taruna yang mau lulus, sebagai pertunjukkan terakhir.
"Nadira!" Oh, ya ampun. Kak Galang on time sekali.
Aku mendekat, tak lupa sembari senyum pernghormatan pada seniorku itu.
"Maaf, Kak telat."
"No problem. Toh, ini juga belum mulai."
Aku memerhatikan badannya yang penuh cangklengan tas. Tau lah, anak komunikasi kalau lagi liputan bawaannya banyak, cyin!
"Kamu udah siapin teks, kan?" Aku mengangguk.
"Yaudah di sana ada Bang Rahardian, dia nanti yang jadi narasumber. Kalian ngobrol dulu, aku mau siapin tripod dan kamera." Sebagai anak buah yang baik, eh anggota yang baik maksudnya. Dikira dia bos apa? Jadi, sebagai anggota yang baik dan selalu menaati perintah ketua, aku ikuti perintahnya untuk mendekat ke lelaki berbadan tegap yang namanya Bang Rahardian itu.
"Permisi, Kak."
Dia tersenyum, menarik kursi untukku. "Duduk, Mbak." Aduh, kurasa umurku jauh di bawahnya. Berasa tua dipanggil Mbak sama lelaki yang pantas kupanggil Om ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADIR
RomanceCinta pertama itu memang sulit dilupakan. Meskipun sudah banyak kali terluka, tapi tetap saja menggemakan kata cinta. Nadira, bukan karena bodoh dia bertahan. Tapi karena cinta! Berulang kali ia dipatahkan, namun cinta menjadi alasan untuk tetap ber...