Buket bunga, buket cokelat, bingkisan lucu, semua ada di dekat Mbak Irma. Banyak banget yang ngasih begituan. Aku sih cuma ngasih satu buket isi cokelat, berhubung Mbak Ir suka banget makan cokelat.Kami digiring untuk kumpul di pondok makan lesehan. Sepuluh porsi ayam bakar dan tiga porsi bebek bakar, tersaji di tengah-tengah kami.
Yang membuatku tercengang bukan seberapa banyak undangan Mbak Ir. Tapi, orang-orang yang diundang.
"Ngga, kok di sini?"
Aku menatap bingung, kenapa di sini ada anak-anak pers juga?
Mbak Irma kenal dekat?
"Bukannya memenuhi undangan itu pahala, ya?"
Aku tak melanjutkan obrolan dengan Angga.
"Assalamualaikum,"
Suara itu.
Astaga!
"Wa'alaikumussalam," Di saat semua menjawab secara lisan, aku menjawab dalam hati. Masih ternganga, kenapa Kak Galang ada di sini juga?
Mbak Irma mempersilahkan kami untuk menikmati hidangan. Dari awal aku sudah kebingungan, jadi kurang menikmati. Setiap kecap, otakku penuh tanya.
Bentar.
Lelaki yang mau melamar Mbak Irma?
Apakah ada di sini?
Kuperhatikan semua lelaki di sini. Aduh, jatuhnya mataku jelalatan. Semua tampak asik, bersenda gurau dengan yang lain. Semua juga nggak ada yang mendekat ke Mbak Irma. Duduknya berjarak, Mbak Irma mendekat ke kami yang perempuan.
Bugh!
"Aw!"
Lagi sibuk lirik-lirik, malah kepala dihujani tas selempang.
"Ih, siapa yang lempar ini?" sungutku.
Semua memfokuskan pandangan ke arahku. Sumpah, jadi malu.
Aku menarik sudut bibirku, membentuk lengkung senyum. Bukan senyum ramah, tapi senyum canggung. Gimana nggak canggung kalau dilihatin semua teman Mbak Irma?
"Sorry, Dir! Tadi mau kulempar ke Rina." kata Angga sambil melirik Rina di sebelahku.
Ya Tuhan, kenapa Angga selalu nyebelin?
Aku melirik tajam, tanpa berkomentar apapun. Lihat saja kau, Ngga!
Sampai di sesi foto, penasaranku belum terjawab. Semua asik foto-foto dengan Mbak Irma dan juga... Kak Galang!
Apa Kak Galang orang itu?
Ya Gusti, Kak Galang juga baru selesai sempro, wajar kalau foto-foto dengan yang lain juga.
Mbak Irma melambai ke arahku, mengajak bergabung untuk foto bersama. Aku ngikut, kupasang senyum biasa saja.
"Satu... Dua... Tig..ga.."
Angga memang bisa diandalkan dalam potret-memotret. Dia memang punya skill di fotografi. Ah, sebenarnya dia menguasai banyak bidang. Fotografi, musik, lukis, juga akademik yang nggak ketinggalan.
Setelah foto bersama, semua mencar untuk pulang. Tersisa aku dan Mbak Irma.
Di perjalanan pulang ke kost, aku menginterogasi Mbak Irma.
"Mbak! Hayo, katanya mau nunjukin aku!"
"Siapa, Mbak cowok itu?"
"Yang mana? Terus anak fakultas apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NADIR
RomanceCinta pertama itu memang sulit dilupakan. Meskipun sudah banyak kali terluka, tapi tetap saja menggemakan kata cinta. Nadira, bukan karena bodoh dia bertahan. Tapi karena cinta! Berulang kali ia dipatahkan, namun cinta menjadi alasan untuk tetap ber...