[Stress Level : 80%]
"Banyak orang yang ingin bunuh diri tapi mereka terlalu takut untuk mencobanya."
"Banyak hal yang tidak terlihat mencoba untuk bisa dilihat."
"Banyak yang berusaha menyelamatkan tapi tidak bisa diselamatkan."
"Banyak yang ingin suci tapi tidak bisa disucikan."
"Apakah kau salah satunya?"
Alexander membuka matanya dan berada di sebuah ruangan dengan posisi terikat pada sebuah tiang. Di sekitar Alexander terdapat orang-orang berjubah yang tengah duduk di atas kursi batu. Wajah mereka tidak terlihat tapi Alexander yakin jika orang-orang itu tengah menatapnya.
"Siapa kalian? Apakah kalian yang membuat semua hal bodoh ini?" tanya Alexander dengan nada rendah.
Salah satu dari orang-orang berjubah meraih cambuk dan menggunakannya ke arah Alexander. Pipi Alexander dicambuk dengan keras hingga mengalami luka robek yang cukup lebar. Namun, beberapa detik kemudian luka itu tertutup dengan sendirinya seolah tidak pernah ada di pipi Alexander.
Orang berjubah lain mengambil busur serta anak panahnya, orang itu kemudian melepaskan panah ke perut Alexander. Anak panah sepanjang 60 sentimeter menembus perut Alexander.
"Gaaaaaaaaah! Haaaah! Haaaah!"
Nafas Alexander tidak beraturan setelah tubuhnya tertembus panah. Beberapa detik kemudian panah itu keluar dari perut Alexander dan luka di perutnya tertutup dengan sendirinya.
Ada delapan orang berjubah yang mengelilingi Alexander, setiap kali ia akan mendapatkan siksaan lain, tiang yang menahannya berputar ke arah penyiksanya.
Kedelapan orang yang menyiksa Alexander tidak langsung memberikan luka yang bisa membuatnya mati seketika. Siksaan seperti siraman air panas, dikuliti, ditusuk, dan sebagainya terus di alami Alexander hingga delapan orang berjubah itu bosan.
"Berapa banyak yang telah kau bunuh?" tanya salah satu orang berjubah.
Alexander tetap tidak bergeming, selain tidak ingin menjawab, ia juga tidak ingat berapa banyak nyawa yang telah ia hilangkan.
"Berapa banyak yang telah kau bunuh?"
Orang berjubah kembali bertanya dan kali ini ia mengarahkan busurnya ke paha kanan Alexander.
Kegigihan Alexander runtuh begitu ia melihat sebuah senjata sedang di arahkan kepadanya. Meskipun pembunuh bayaran harus siap untuk mati demi menjaga rahasia. Namun, di tempat ini peraturan itu sudah tidak berlaku karena Alexander tidak bisa benar-benar mati.
"A-Aku tidak tahu," ucap Alexander terbata-bata.
Satu anak panah tertanam di paha kanan Alexander, ia berusaha sebisa mungkin untuk menahan rasa sakitnya.
"Apakah bagimu membunuh itu menyenangkan?" tanya orang berjubah lainnya.
"I-Iya!" Alexander ingin berbohong tapi ia memiliki firasat jika orang-orang berjubah itu sudah mengetahui jawabannya.
Panah lain menusuk paha kiri Alexander, karena ikatan di tubuhnya cukup kuat, ia tidak langsung terjatuh karena kakinya yang lemas.
"Kenapa?! Apa yang kalian inginkan?!" tanya Alexander dengan nada tinggi.
Pertanyaan yang diajukan Alexander hanya direspon dengan keheningan, ia kembali mengajukan pertanyaannya tapi tidak ada jawaban yang terdengar.
"Kirim dia ke DC-032," ucap salah satu orang berjubah.
Helaan nafas dapat di dengar oleh Alexander, ia merasa jika orang-orang berjubah itu mulai bosan menyiksanya.
Sebuah lubang yang ujungnya tidak terlihat muncul di bawah Alexander, ikatan tubuhnya juga mendadak putus dan membuatnya jatuh ke dalam lubang.
"Aaaaaaaah!"
Alexander jatuh ke lubang gelap tanpa akhir hingga akhirnya ia melihat cahaya muncul di ujung pandangannya. Begitu Alexander melewati cahaya, ia sedang terjun bebas dari langit. Alexander tidak langsung panik karena ia tidak mendarat di tanah melainkan di sebuah danau.
Alexander memasang posisi tegak lurus bagai panah dan melesat dengan cepat ke danau. Dengan cara itu Alexander bisa mengurangi dampak begitu ia mengenai permukaan air. Tubuh Alexander tenggelam cukup dalam ke dasar danau, ia segera berenang ke permukaan sebelum kehabisan nafas.
Karena ukuran danau cukup besar dan Alexander jatuh tepat di tengah-tengahnya, ia butuh waktu untuk berenang ke tepian. Perjuangan Alexander juga tidak mudah karena kakinya agak keram akibat mendadak harus berenang tanpa pemanasan. Beruntung Alexander berhasil mencapai tepi danau sebelum keram di kakinya semakin menjadi-jadi.
"Argh ...." Alexander mengerang memegangi betisnya yang terlihat bergerak-gerak.
Setelah beberapa menit akhirnya keram di kaki Alexander mereda, ia memberikan pijatan lembut di betisnya hingga keram menghilang sepenuhnya.
Matahari bersinar terang di langit, udara segar terasa dari pepohonan, dan sebuah jalan lebar yang mengarah ke perkotaan. Kali ini Alexander benar-benar yakin jika ia telah bebas dari tempat terkutuk itu. Alexander berjalan menyusuri jalan yang membawanya ke kota yang bisa ia lihat dari kejauhan. Namun sayangnya Alexander tidak menemukan satupun kendaraan yang melewati jalan itu.
Satu jam berlalu, Alexander akhirnya sampai di kota yang ia lihat dari kejauhan sebelumnya. Hanya saja kota itu terlalu hening dan tidak ada tanda-tanda kehidupan yang bisa terlihat atau terdengar.
Alexander menyadari sesuatu, "Sepertinya aku belum bebas."
Alexander melangkahkan kakinya menelusuri kota mati yang ia tempati itu. Baru beberapa meter Alexander melangkah, ia menemukan sebuah sepeda yang kondisinya masih cukup baik. Alexander menggunakan sepeda itu dan mengayuhnya.
Sekitar 30 menit berkeliling di kota itu, Alexander merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Mual, pusing, pusing, dan kelelahan, pada awalnya Alexander mengira jika itu hanya reaksi tubuhnya yang kelelahan. Hanya saja semakin lama, apa yang Alexander rasakan semakin memburuk hingga akhirnya ia memuntahkan seteguk darah dari mulutnya.
"Brengs*k! Tempat ini terpapar nuklir!"
Alexander segera mengayuh sepedanya keluar dari kota dengan kecepatan penuh. Ketika Alexander sampai jalan keluar dari kota, pemandangan yang buruk menyambutnya. Akses-jalan-keluar dari kota menghilang dan digantikan dengan lubang gelap tanpa akhir.
"Sial! Ini semakin buruk!"
Alexander mengayuh sepedanya ke rumah sakit terdekat untuk mencari sesuatu. Gejala lain mulai timbul di sekitar jari Alexander, sela-sela jarinya melepuh secara perlahan. Wajahnya juga mengalami hal yang sama dengan sela-sela jarinya meskipun belum terlalu parah.
Begitu Alexander sampai di rumah sakit, ia segera berlari seperti orang gila dan mencari sebuah pakaian yang disebut sebagai Hazmat Suit. Dengan pakaian itu setidaknya Alexander bisa mencegah tubuhnya agak tidak terpapar radiasi.
Beruntung fasilitas di dalam rumah sakit masih berjalan normal walaupun banyak bagian yang terlihat rusak. Setelah 10 menit mencari, Alexander akhirnya menemukan Hazmat Suit di sebuah ruangan yang sangat steril. Tanpa berlama-lama, Alexander langsung mengenakan Hazmat Suit itu. Di dalam ruangan itu juga ada beberapa alat pendeteksi radiasi yang sangat berguna untuk Alexander.
"Aku harus mencari tempat yang aman," ucap Alexander.
Alexander mengambil sebuah kotak dan mengisinya dengan Hazmat Suit, tabung oksigen, dan beberapa obat-obatan. Setelah itu Alexander keluar dari rumah sakit dan mulai mencari tempat yang tingkat paparan radiasinya rendah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alcatraz [END]
Mystery / Thriller"Mungkin masih banyak penjara yang membiarkan tahanannya hidup dengan tenang, tapi tidak dengan tempat ini." "Selamat! Kau tahanan ke 10!" "Let's play some games, if you can win this game, you're free!" Itu adalah hal terakhir yang diingat oleh Alex...