The Island

14 2 0
                                    

[Stress Level : 90%]

Panas yang menyengat, deru air, dan suara burung di langit membangunkan Alexander dari ketidaksadarannya. Alexander melihat sekitar dan menyadari jika saat ini ia tengah terombang-ambing di atas kapal yang berada di lautan lepas.

Belum 1 menit Alexander terbangun, ia sudah merasakan jika tubuhnya mulai mengalami dehidrasi. Buruknya, Alexander tidak memiliki apapun pada tubuh dan kapalnya yang bisa ia minum. Meskipun Alexander dikelilingi oleh air tapi ia tidak bisa meminum air asin yang berasal dari laut karena bisa memperparah rasa hausnya.

'Ini keterlaluan!' batin Alexander, ia tidak ingin berbicara karena tidak ingin membuang energinya.

Alexander melepaskan kemejanya dan menggunakannya sebagai pengganti payung agar ia tidak langsung terkena sinar matahari. Meskipun terlihat tidak terlalu berguna tapi nyatanya menggunakan kemeja sebagai pengganti payung sangatlah bermanfaat dalam situasi seperti Alexander.

Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Alexander karena kapal kecilnya itu tidak memiliki pendayung maupun mesin yang bisa digunakan untuk menjalankan kapal. Oleh karena itu Alexander hanya bisa duduk diam di atas kapalnya selagi memandangi sekitar untuk mencari pulau terdekat. Namun, 10 menit berlalu Alexander masih belum melihat satupun tanda-tanda keberadaan pulau maupun kapal.

Dehidrasi yang Alexander alami semakin buruk, kepalanya sekarang mulai terasa sakit dan pusing. Mulut Alexander juga tidak lagi mengeluarkan air liur dan menyebabkan mulutnya terasa sangat kering.

Detik demi detik berlalu dan Alexander tidak lagi mampu untuk duduk, ia kemudian membaringkan tubuhnya lalu menutup wajahnya dengan kemeja. Kedua kaki Alexander mendadak mengalami keram hebat yang sangat menyiksa. Alexander mencoba untuk tetap tenang agar rasa keram di kakinya tidak semakin parah.

"Aaaargh!" raung Alexander.

Otot betis yang bergerak-gerak sangat menyiksa Alexander, ia belum pernah mengalami dehidrasi hingga seburuk itu. Alexander tidak berusaha untuk menjaga kesadarannya karena ia terlalu lelah untuk melakukan itu. Tepat ketika Alexander hampir kehilangan kesadarannya, kapalnya berhenti bergerak. Seolah dehidrasi yang ia rasakan hanya ilusi, Alexander langsung berdiri untuk melihat apa yang terjadi.

Pulau, sebuah pulau dengan banyak pohon kelapa memenuhi pandangan Alexander. Dengan segera Alexander berlari ke salah  yang ada di atas pasir, ia berusaha sekeras mungkin untuk membuka kelapa itu. Butuh beberapa saat bagi Alexander untuk membuka kelapa itu dengan tangan kosong.

Satu kelapa berlalu dan kini Alexander sudah jauh lebih baik, tidak hanya dahaganya terpuaskan, perutnya juga terisi oleh daging kelapa. Untuk memastikan semua kelapa berhasil dicerna dengan baik, Alexander berbaring di bawah pohon kelapa dan tidur.

Alexander bangun begitu sore hari tiba dan rasa haus serta lapar kembali menghantuinya. Tanpa berlama-lama Alexander segera mencari kelapa lain yang sudah matang. Hal itu dikarenakan kelapa yang sudah matang memiliki lebih banyak daging meskipun rasa dari airnya tidak begitu baik.

"Di mana lagi aku sekarang?" tanya Alexander selagi memakan daging kelapa di tangannya.

Matahari mulai tenggelam dan pulau yang ditempati Alexander perlahan-lahan kehilangan sumber cahayanya. Sebelum matahari tenggelam sepenuhnya, Alexander segera menyalakan api dengan cara paling primitif. Dengan tenaganya yang tidak maksimal Alexander membutuhkan waktu 1 jam, bersamaan dengan tenggelamnya matahari di barat.

Beruntung tidak ada nyamuk di tempat Alexander berada, sekalipun ada, jumlah mereka terlalu sedikit untuk mengganggunya. Karena mustahil untuk berjalan di bawah gelapnya malam, Alexander hanya bisa diam memandangi bintang di langit. Hanya butuh satu hari bagi dunia untuk mengubah hidup Alexander menjadi sebuah  roller coaster. Bukan hanya roller coaster biasa tapi sebuah roller coaster mematikan yang penuh akan jebakan.

Alexander memejamkan matanya, "Haaaaah ...."

•••

Keesokan paginya ketika matahari terbit, Alexander bangun dari tidur singkatnya. Ketika api yang dinyalakan oleh Alexander mati, dingin pulau mulai menyerang dan membuatnya kesulitan untuk tidur. Alhasil Alexander hanya bisa tertidur selama 2 jam lamanya.

Alexander mengonsumsi satu buah kelapa sebelum mulai berjalan menyusuri pulau yang di tengahnya memiliki hutan. Semakin dalam Alexander menyusuri pulau, ia menyadari jika pulau itu terlihat sangat terawat. Bahkan tidak ada daun kering yang terlihat di sepanjang jalan yang dilalui oleh Alexander.

Di dalam hutan Alexander merasa seperti sedang diawasi oleh sesuatu walaupun tidak terlihat tanda-tanda hewan ataupun manusia. Alexander memberanikan diri dan berjalan menuju arah sesuatu yang mengawasinya. Sayangnya Alexander tidak menemukan apapun meskipun perasaan diawasinya masih belum menghilang. Namun, saat sekitar melihat dengan seksama Alexander menemukan sebuah benda yang paling ia benci yaitu CCTV.

Alexander tidak mengerti bagaimana bisa ada sebuah CCTV di tengah-tengah pulau, ia kemudian memutuskan untuk mengikuti kabel CCTV itu. Beberapa waktu kemudian, perjalanan Alexander mengikuti kabel CCTV berakhir di depan pintu besi yang sangat tebal. Di pintu besi itu juga terdapat sebuah Fingerprint dan Numeric Key Pad untuk memasukkan sebuah password.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Alexander sambil memandangi Fingerprint dan Numeric Key Pad di pintu besi.

Suara jejak kaki terdengar dari belakang Alexander, ia segera menyembunyikan dirinya di balik pohon-pohon. Tidak lama kemudian muncul 10 orang berpakaian jas putih panjang muncul diikuti oleh 4 orang dengan pakaian sipir penjara yang membawa kotak kayu.

Salah satu pria tua berpakaian jas putih panjang mendekati pintu besi dan menekan Numeric Key Pad. Karena jaraknya tidak terlalu jauh, Alexander bisa melihat angka yang ditekan oleh pria tua itu.

"6-6-6-9-9-9," gumam Alexander pelan.

Setelah semua orang masuk dan pintu besi kembali tertutup, Alexander keluar dari persembunyiannya dan menunggu di depan pintu. Alexander menunggu hingga 30 menit sebelum akhirnya memasukkan password pada Numeric Key Pad. Begitulah Alexander selesai memasukkan password, pintu besi di hadapan terbuka dan ia segera masuk ke dalamnya.

Lorong panjang yang pernah Alexander lihat di ruangan banteng besi kembali muncul di hadapannya. Alexander berjalan menyusuri lorong panjang itu, ia berhenti di depan dua lorong yang memiliki tanda aneh di atasnya.

"VCTM? RSRCHR? Apa ini? Permainan kata?" Alexander memandangi kedua tanda itu tapi karena tidak mengerti maksud tulisan itu, ia melanjutkan perjalanan dengan memilih lorong di kanannya.

Di ujung lorong terdapat sebuah ruangan kaca yang sangat kosong, menurut pemahaman Alexander, ruangan itu merupakan ruang sterilisasi karena tercium aroma alkohol murni.

Alexander memasuki ruangan itu dan seperti yang ia duga, seluruh tubuhnya mendapatkan semprotan alkohol. Setelah itu pintu lain di depannya terbuka dan menunjukkan sebuah laboratorium yang memiliki banyak orang di dalamnya. Hal itu tentu membuat Alexander terkejut dan langsung berusaha untuk melarikan diri. Namun, sesaat kemudian ia menyadari jika orang-orang di dalam ruangan itu tidak melihatnya sama sekali.

Alexander berjalan mendekati salah satu wanita dengan jas putih panjang dan menyentuh wanita itu. Kejutan memenuhi wajah Alexander begitu tangannya tidak bisa mendarat di pundak wanita itu.

Alcatraz [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang