Alexander kembali ke ruangan penuh monitor yang sebelumnya ia tempati, di depan monitor, terdapat seekor Limped yang tengah duduk memegangi secarik kertas. Limped itu juga berbicara dengan bahasa yang tidak Alexander ketahui sambil melihat ke salah satu monitor.
Di dekat Alexander terdapat sebuah meja dengan pistol USP-S yang siap untuk digunakan. Tanpa membuat suara yang diperlukan, Alexander meraih pistol itu dan perlahan menodongkannya ke kepala Limped.
Limped yang tengah duduk di kursi mendadak berteriak ke arah mic lalu akhirnya diam membisu saat pistol Alexander sudah berada sejauh 5 sentimeter dari kepalanya. Alexander menarik pelatuk pistolnya, peluru berkaliber .45 langsung bersarang di kepala Limped itu.
Setelah Limped di kursi mati, Alexander menyingkirkan mayat makhluk itu, ia duduk di kursi dan mencari sesuatu yang berguna di monitor. Satu demi satu monitor ia perhatikan tapi sayangnya tidak ada satu hal pun yang berguna.
Alexander bangkit dari tempat duduk dan bersiap keluar dari ruang CCTV, tapi ruangan yang sebelumnya merupakan kamar, mendadak berubah menjadi lorong dengan pintu di ujungnya. Lorong itu diterangi oleh lampu yang terbuat dari lilin di setiap meternya.
Tidak ada hal yang aneh dari lorong itu, Alexander juga tidak merasakan sesuatu yang buruk dari lorong itu. Pada titik ini Alexander kembali mengingat perkataan sipir yang membawanya.
"Let's play some games, if you can win this game, you're free..." ucap Alexander mengulangi perkataan sipir.
Apa yang dikatakan oleh sipir sebelumnya sebenarnya menjadi pertanyaan besar untuk Alexander. Sebelumnya Alexander berpikir jika perkataan sipir adalah sebuah provokasi untuknya. Namun, setelah berkali-kali mengalami hal aneh, Alexander berpikir jika ada sesuatu yang harus ia pecahkan dari tempat ini.
Untuk saat ini Alexander tidak merasakan rasa takut dan teror berlebihan seperti saat melihat perempuan menyeramkan di bawah ranjang. Yang dilakukan Alexander berikutnya adalah berjalan melewati lorong menuju ke pintu yang ada di ujungnya.
Detak jantung Alexander berdetak agak cepat karena khawatir akan ada hal aneh yang terjadi. Alexander sampai di pintu yang ia tuju tanpa mengalami hal aneh ataupun mengerikan. Bagi Alexander hal itu justru terasa lebih aneh dibandingkan mengalami hal aneh yang sebenarnya.
Alexander menahan tangannya di knob pintu, ia merasakan ada sesuatu yang aneh di balik pintu itu. Knob diputar dan pintu perlahan terbuka, Alexander melihat lorong lain dengan pintu yang tertutup di ujungnya. Di atas pintu berikutnya terdapat sebuah gantungan kayu dengan bentuk angka 2.
Alexander mendekati pintu dengan gantung kayu itu dan membukanya secara perlahan. Pintu terbuka dan lorong lain dengan pintu di ujungnya kembali terlihat. Bedanya, gantungan kayu yang ada pintu itu kini berbentuk angka 3.
Hal yang sama terus terjadi hingga akhirnya Alexander sampai di pintu dengan gantungan kayu berbentuk angka 13. Sebagai seseorang yang mempercayai jika angka 13 merupakan angka pembawa kesialan, Alexander agak ragu untuk membuka pintu itu.
Baru saja Alexander menyentuh knob pintu, telinganya menangkap suara nafas kasar dari balik pintu. Nafas dari balik pintu semakin kasar dan semakin keras, Alexander mundur selangkah demi selangkah menjauhi pintu.
Suara lain terdengar di telinga Alexander, itu adalah suara gergaji mesin yang diiringi oleh tawa aneh. Tanpa berpikir panjang, Alexander segera berlari ke arah yang berlawanan dengan sumber suara.
Pintu demi pintu Alexander lewati dan tidak lupa ia tutup untuk menghambat makhluk apapun yang tengah menuju ke arahnya. Pintu terakhir yang seharusnya menjadi ruang CCTV mendadak hilang dan digantikan oleh dinding beton.
"Tidak! Tidak! Tidaaaak!" Alexander memukuli dinding beton di depannya berharap akan menghasilkan perubahan yang berarti.
Suara gergaji mesin semakin mendekat ke arah Alexander, lorong yang sempit membuat suara gergaji mesin itu semakin keras. Suara itu hanya terdengar semakin dekat tanpa tanda-tanda akan keluar dari balik pintu.
Selama 5 menit Alexander berdiri menempel dengan dinding beton di belakangnya. Suara gergaji mesin itu masih terdengar dari balik pintu. Namun, kali ini suara itu perlahan memudar.
Detak jantung Alexander masih berdetak sangat cepat meskipun suara gergaji mesin dari balik pintu telah menghilang sepenuhnya. Perlahan tapi pasti, Alexander berjalan mendekati pintu kedua tanpa membuat suara yang tidak diinginkan.
Lorong sangat sunyi hingga Alexander bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang berdetak sangat cepat.
Alexander sampai di depan pintu nomor dua dan memutar knob pintu secara perlahan. Hal berikutnya yang terjadi adalah sebuah gergaji mesin mencuat dari belakang pintu dan menembus tubuh Alexander.
"Uagh!"
Mulut Alexander menyemburkan darah dan masih terus mengalir, ia tidak mampu menahan rasa sakit hingga akhirnya kehilangan kesadarannya.
•••
[Stress Level : 90%]
"Di mana ini?" Alexander terbangun di kegelapan dan tidak bisa menggerakkan tubuhnya dengan leluasa.
Indera penciuman Alexander menangkap bau menyengat yang tidak asing tengah menyelimutinya.
"Bau ini ... bau mayat terbakar! Tidak-tidak, ini bukan dibakar tapi dipanggang hidup-hidup!"
Alexander mencoba memukul sekitarnya untuk memastikan jika apa yang tengah ia pikirkan adalah kenyataan. Suara besi yang dipukul terdengar oleh Alexander. Metode penyiksaan paling kejam Yunani Kuno yaitu Bruzen Bull langsung terlintas di kepala Alexander.
Rasa hangat yang perlahan menyebar dari punggung Alexander juga membuktikan jika ia tengah berada dalam Bruzen Bull. Alexander mencoba untuk membunuh dirinya sendiri daripada harus menerima penyiksaan paling kejam itu.
Alexander berusaha menahan nafasnya, tapi panas yang menyiksa membuatnya kesulitan melakukan hal itu. Tidak ada pilihan lain bagi Alexander selain terus berusaha membunuh dirinya sendiri. Namun tetap saja, apa yang dilakukan oleh Alexander kembali menuai kegagalan.
"Aaaaaaaaah!" jerit Alexander.
Panas yang memanggang Alexander tidak meningkat seolah-olah seseorang ingin memanggangnya secara perlahan hingga ia mati.
Alexander terus menjerit memohon pertolongan hingga ia merasa pita suaranya akan robek kapan saja. Jeritan Alexander berlangsung selama 30 menit tanpa henti. Pada titik ini Alexander sudah kehilangan kendali akan pikirannya. Panas yang luar biasa menyiksa memanggang seluruh tubuh Alexander tanpa terkecuali. Dan anehnya Alexander masih hidup meskipun sudah tidak bisa lagi merasakan tubuhnya.
Beberapa saat kemudian penderitaan Alexander berakhir, ia akhirnya bisa bebas dari Bruzen Bull yang memanggangnya hidup-hidup.
Satu hal yang pasti, kematian Alexander akan membawanya ke peristiwa aneh lainnya yang belum pernah ia rasakan.
Jauh di lubuk hati Alexander, ia masih belum menyerah untuk bebas dari tempat terkutuk itu. Alexander lelah harus merasakan kematian dan siksaan.
•••
[Stress Level : 60%]
Alexander membuka matanya dan terbangun di sebuah tempat yang sangat tidak asing. Tempat itu adalah tempat peristirahatan para sipir ketika tidak sedang bertugas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alcatraz [END]
Tajemnica / Thriller"Mungkin masih banyak penjara yang membiarkan tahanannya hidup dengan tenang, tapi tidak dengan tempat ini." "Selamat! Kau tahanan ke 10!" "Let's play some games, if you can win this game, you're free!" Itu adalah hal terakhir yang diingat oleh Alex...