Alexander terbangun di tempat tidur dengan balutan selimut di seluruh tubuhnya, ia bergegas membersihkan dirinya ke toilet.
"Wild..." Alexander menggeleng dengan senyum di wajahnya.
Setelah membersihkan diri dan bersiap, Alexander kemudian menuju ke ruang pertemuan. Belum ada satu orangpun di dalan ruangan itu, Alexander duduk di salah satu kursi yang ada dan bermeditasi.
Dalan hitungan detik, Alexander sudah memasuki tahap kekosongan dalam meditasinya. Hal itu tentu tidaklah mudah karena meditasi tidak hanya sekedar berusaha mengosongkan dan menenangkan pikiran.
Di bawah alam sadarnya, Alexander melihat kilas balik hal-hal aneh yang di alaminya di tempat yang aneh itu. Yang paling mengerikan bagi Alexander adalah ia tidak mati meskipun mengalami siksaan baik secara fisik maupun mental.
Dari sekian banyak kejadian aneh yang dialaminya, hanya di Crotus Prenn Asylum ia bisa tenang dan menggunakan kemampuannya untuk bertarung. Alexander masih dipenuhi pertanyaan bagaimana ia dipenuhi oleh teror tiada habisnya saat berada di lorong sel.
Yang lebih anehnya adalah peristiwa di lorong sel terjadi secara dua kali saat ia mencoba mengingatnya dengan jelas. Anehnya, hal itu terulang tanpa disadari oleh Alexander meskipun pada akhirnya ia berhasil bebas.
"Angels have no thought of ever returning you." Alexander membuka matanya dan melihat Hana yang tengah memperhatikannya.
"Gloomy Sunday... ruangan putih itu benar-benar menyiksa kepalaku," keluh Hana, ia kemudian bersandar di dinding.
Satu demi satu penghuni Crotus Prenn Asylum berdatangan ke ruang pertemuan, ketika semua sudah berkumpul Hana mulai menjelaskan rencananya. Rute, senjata, posisi dan pertukaran posisi, semua di atur sedemikian rupa agar perjalanan ke Coldwind Farm tidak memiliki masalah yang serius.
"Oke persiapkan diri kalian, gunakan senjata yang sesuai dengan rencana," perintah Hana.
Sama seperti sebelumnya, Alexander kembali mendapatkan kapak dan pelontar paku berkekuatan tinggi buatan Hibiki. Setelah persiapan selesai, kelimanya menuju ke pintu keluar Crotus Prenn Asylum lewat rute yang telah ditentukan sebelumnya.
Mereka berhenti di depan pintu keluar dan mempersiapkan senjata mereka di tangan.
"Ready?" tanya Hana.
Alexander dan yang lainnya mengangguk secara bersamaan.
Hana secara perlahan membuka pintu dan mengintip bagian luar, ia memeriksa dengan seksama untuk beberapa saat. Setelah memastikan semuanya aman, Hana membuka lebar pintu dan mengirimkan isyarat untuk Russel.
Sebagai seseorang dengan tubuh yang besar dan kekuatan yang lebih, Russel bertugas memimpin jalan dan menghilangkan rintangan di hadapan kelompok.
Baru 5 meter sejak mereka keluar, sekumpulan Limped muncul dan berjalan ke arah mereka. Meskipun berjalan tapi kecepatan para Limped terbilang cukup tinggi.
"Mereka datang," ucap Russel dengan seringai di wajahnya.
Russel mengangkat kapaknya, dengan satu ayunan, lima Limped yang mendatanginya segera kehilangan kepalanya. Limped lain mendekat dan mencoba menyerang tapi mereka terlalu lemah untuk menyentuh Russel.
Tidak butuh waktu lama bagi Russel untuk membersihkan gerombolan Limped yang muncul. Alexander dan yang lainnya kembali meneruskan perjalanan mereka ke Coldwind Farm.
Diskusi singkat terjadi, Hana membahas tentang menghindari dan tidak membuang-buang tenaga pada Limped yang lemah. Russel sempat menolak ide itu karena keegoisannya semata, ia menikmati saat-saat membunuh makhluk pincang berwarna hitam itu. Setelah beberapa kali diyakinkan, akhirnya Russel berhenti menjadi egois dan fokus pada pelariannya.
Gelapnya langit dan tingginya pepohonan membuat Alexander sangat tidak nyaman. Alexander merasa jika ada yang tengah mengawasinya dari kedalaman hutan. Ya, kali ini mereka harus melewati hutan yang mengarahkan mereka ke danau dekat dengan Coldwind Farm.
Keheningan berlangsung sejak mereka mulai memasuki hutan, tidak ada tanda-tanda kehidupan yang bisa terdengar. Hanya langkah kaki, daun kering, dan hembusan angin yang bisa terdengar di hutan itu.
"Ada yang aneh." Alexander merasakan detak jantungnya berdetak lebih cepat.
"Apa kalian merasakan tatapan aneh?" tanya Hibiki, ia terdengar agak cemas.
Alexander dan yang lainnya mengangguk. Selain tatapan, Alexander juga merasa jika teror yang sebelumnya ia rasakan kembali datang.
Semakin dalam mereka berjalan memasuki hutan, semakin dalam juga rasa teror yang memasuki hati mereka.
Alexander mulai kesulitan bernafas, genggamannya tangannya juga mulai melemah, ia menggigit bibirnya dan berusaha mempertahankan kesadarannya.
Tidak tahu apa yang terjadi, Russel tiba-tiba berhenti berjalan dan meneriakkan nama Amy berkali-kali. Namun, begitu Russel melewati Alexander dan yang lainnya, ia berteriak nyaring meminta pertolongan.
"Lari!" seru Alexander.
Tanpa pikir panjang Alexander segera berlari tanpa melihat ke belakang. Alexander teringat dengan sebuah suara yang mengingatkannya untuk tidak melihat ke belakang.
Hana, Hibiki, dan Luna mengejar Alexander tapi sayangnya Hibiki membuat kesalahan besar. Hibiki melihat ke belakangnya, ia kemudian memutar arah dan berlari dengan cepat ke belakang. Beberapa detik kemudian hal yang sama terdengar, Hibiki menjerit keras meminta pertolongan.
Alexander tidak memperdulikan teriakan itu dan terus berlari ke depan, ia melihat sesuatu di kedalaman hutan lewat sudut matanya. Tubuh yang tinggi, tanpa wajah, dan kulit putih pucat.
Selama 10 menit penuh mereka berlari, langkah mereka akhirnya melambat karena bertemu dengan segerombolan Limped. Berbeda dengan Limped yang sebelumnya mereka temui, Limped yang muncul saat ini memiliki mulut dengan gigi tajam di dalamnya. Namun, Limped tetap berbagi satu kesamaan yaitu kaki yang pincang serta tangan yang agak cacat.
Karena saat ini posisi Alexander berada paling di depan di antara ketiganya, ia harus berhadapan dengan para Limped secara langsung. Berbeda dengan Russel yang berhasil membunuh lima Limped dengan satu tebasan. Alexander menggunakan kapak dan kakinya untuk menjatuhkan Limped dan membuka jalan. Hal itu dilakukan Alexander karena dinilai lebih efektif dan tidak menghabiskan banyak tenaga.
Di bawah gelapnya langit, Alexander terus berlari dengan bantuan senter di kepalanya diikuti oleh Hana dan Luna. Meskipun Alexander mampu melihat di dalam kegelapan hingga batas tertentu, tapi ia tidak bisa melihat di kegelapan total seperti itu. Bahkan dengan bantuan senter, Alexander hanya bisa melihat sejauh 10 meter.
"Gyaaaaaaaah!"
Teriakan aneh terdengar dan membuat langkah ketiganya melambat untuk sesaat.
"Just run!" Alexander kembali mengingatkan Hana dan Luna dengan nada panik.
Suara semak-semak yang bergerak terdengar di telinga mereka dan membuat ketiganya semakin panik. Jika suara itu hanya terdengar di satu tempat maka mereka pasti masih bisa mengatasinya. Namun, suara semak-semak itu terdengar di seluruh hutan.
Tidak berhenti sampai di situ, suara langkah kaki juga terdengar di belakang ketiganya, langkah itu terdengar cepat dan keras.
Alexander memposisikan pelontar pakunya ke belakang lalu melepaskan satu tembakan. Tepat seperti apa yang dipikirkan Alexander, sumber dari suara langkah kaki itu menjerit pilu.
![](https://img.wattpad.com/cover/227940819-288-k441333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alcatraz [END]
Mystery / Thriller"Mungkin masih banyak penjara yang membiarkan tahanannya hidup dengan tenang, tapi tidak dengan tempat ini." "Selamat! Kau tahanan ke 10!" "Let's play some games, if you can win this game, you're free!" Itu adalah hal terakhir yang diingat oleh Alex...