Berkeliling di kota yang terpapar oleh nuklir serta membawa banyak barang tentu tidaklah mudah. Beruntung Alexander menemukan sebuah troli di sekitar supermarket yang bisa ia gunakan untuk membawa barang bawaannya. Sebelum kembali berjalan, Alexander menyempatkan diri untuk mengambil beberapa makanan dan minuman dari dalam supermarket.
Beruntung masih cukup banyak makanan yang bisa Alexander konsumsi tapi ia tidak bisa mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak memiliki kemasan kaleng. Alexander khawatir jika makanan dan minuman dengan kemasan kertas atau plastik sudah tercemar oleh radiasi nuklir.
Alexander tidak rakus dan hanya mengambil seadanya karena ia tidak yakin jika ia akan terus berada di kota aneh itu. Butuh usaha ekstra bagi Alexander untuk bergerak dengan pakaian yang menutupi seluruh tubuh serta tangki oksigen di punggungnya. Jika tidak hati-hati, bisa saja Alexander merusak Hazmat Suit yang ia kenakan dan kembali berada dalam bahaya.
Hari semakin gelap dan Alexander akhirnya berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit. Menurut Alexander, ada kemungkinan jika udara di atas langit kota itu belum tercemar. Alexander kemudian membawa semua barang-barangnya memasuki gedung.
"Tidak kusangka tempat ini masih sangat bersih."
Alexander memandangi bagian dalam gedung yang masih diterangi lampu dan tidak ada satupun tanda-tanda kerusakan.
"Halo! Apakah ada orang di sini?!" seru Alexander.
Suara Alexander bergema cukup lama di gedung itu, ia kemudian menuju ke pintu lift terdekat. Indikator lantai di depan pintu lift masih bekerja dengan normal dan tidak terlihat seperti memiliki masalah. Namun, Alexander khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk padanya begitu ia menggunakan lift.
Alexander sedikit ragu untuk menaiki lift, beberapa saat kemudian ia memantapkan hatinya untuk menggunakan lift. Berulang kali Alexander meneriakkan kata 'Aku tidak takut mati!' berkali-kali di dalam pikirannya. Pintu lift terbuka dan Alexander masuk ke dalam bersama dengan troli barang bawaannya. Begitu pintu tertutup dan lift mulai membawanya ke lantai teratas, jantung Alexander mulai berdetak tidak karuan.
"1 ... 15 ... 25 ... 40 ... 45" Alexander menghitung angka yang ada di layar di atas tombol lift untuk mengalihkan perhatiannya.
Begitu angka mencapai 80, lift berhenti dan pintu terbuka, Alexander segera memacu trolinya keluar dari dalam lift. Ketika Alexander berhasil keluar dengan selamat, mendadak lift yang baru saja ia gunakan terputus dan jatuh dengan cepat. Hal itu membuat nafas Alexander tertahan untuk beberapa detik, ia baru saja menghindari kematian lain. Alexander duduk dan segera mengatur nafasnya, ia sungguh tidak dapat membayangkan bagaimana jika ia berada di dalam lift tersebut.
Ada satu hal terakhir yang harus Alexander lakukan sekarang, ia harus mengecek apakah tempat itu juga terpapar oleh radiasi nuklir atau tidak. Alexander mengambil sebuah alat yang bisa mengukur tingkat radiasi nuklir di tempat. Begitu Alexander menyalakan alat pengukur radiasi nuklir itu, sebuah angka muncul di layarnya.
"Ternyata benar, di sini lebih aman."
Alexander kemudian mulai melepaskan Hazmat Suit yang ia kenakan lalu mulai mengobati tangannya yang melepuh. Usapan kapas yang di tetesi oleh alkohol membuat Alexander meringis kesakitan, ia tidak menyangka jika lukanya akan menjadi cukup buruk.
"Ini terlalu lama." Alexander mengambil sebotol alkohol dari troli dan dengan cepat menyiramnya ke kedua tangannya, "Sialan ini perih sekali ...."
Alexander pindah dan duduk lebih dekat dengan dinding kaca, ia memandangi matahari yang mulai tenggelam di barat. Memandangi langit yang berwarna oranye membuat Alexander mulai memikirkan keputusannya untuk terjun sebagai pembunuh bayaran.
Ketika matahari tenggelam sepenuhnya dan langit mulai gelap, bulan terbit disertai dengan raungan aneh dan langkah kaki yang terburu-buru. Karena curiga itu hanya halusinasi, Alexander memfokuskan pendengarannya, beberapa saat kemudian ia yakin jika suara-suara itu nyata.
Alexander melihat ke bawah gedung dan ia menemukan makhluk aneh yang berlarian dan melompat ke arah gedung yang ia tempati. Hal itu sontak membuat Alexander panik, ia mulai melihat sekelilingnya untuk mencari sesuatu uang dapat ia gunakan untuk menutup jalan masuk ke tempatnya. Alexander tidak memiliki banyak waktu, raungan dan langkah kaki makhluk aneh mulai mendekat.
Dengan terburu-buru, Alexander menutup akses lain yang mengarah ke tempatnya yaitu tangga darurat. Dengan memanfaatkan berbagai benda seperti meja, kursi, lemari dan lainnya, Alexander mulai menutupi pintu tangga darurat.
Raungan makhluk aneh yang Alexander lihat sebelumnya semakin terdengar jelas, "Grooooaaaaa!"
Ketika pintu tangga darurat berhasil ditutup dengan rapat tidak lama kemudian pintu itu digedor berkali-kali diikuti oleh raungan yang saling bersautan. Ada satu pintu lagi yang mengarah ke atap dari gedung, tanpa berlama-lama, Alexander segera membawa semua barang-barangnya dan naik ke atap.
Akibat panik dan terburu-buru Alexander akhirnya tersandung dan jatuh hingga kakinya mengalami cedera. Dengan kakinya yang cedera, Alexander tetap memaksakan dirinya untuk menaiki tangga. Suara gedoran dan raungan semakin menjadi-jadi, Alexander semakin merasa terancam dengan hal ini. Alexander membuka pintu besi yang mengarah ke atap, sesampainya di atap ia segera mengambil semua benda yang bisa digunakan untuk menahan pintu besi itu.
Suara pintu yang terbuka paksa dan peralatan yang terjatuh terdengar di telinga Alexander, ia menduga jika makhluk aneh itu berhasil melewati pintu yang ia tahan. Kini langkah kaki yang tidak sedikit mulai terdengar menaiki tangga yang menuju ke atap.
Alexander menggeleng dengan wajah masam, "Makhluk-makhluk ini sepertinya jauh lebih buruk dari Limped ...."
Buruk yang dimaksud oleh Alexander bukanlah buruk secara kekuatan tapi makhluk aneh itu jauh lebih berbahaya. Kini pintu terakhir mulai rusak perlahan-lahan dan terbuka dengan paksa karena didorong dengan sangat kuat.
Satu demi satu makhluk aneh yang terlihat seperti Limped keluar, berbeda dengan Limped yang berwarna hitam dan pincang, makhluk aneh kali ini berwarna putih pucat dengan wajah yang hanya dihiasi oleh mulut.
Alexander tidak memiliki alat yang bisa ia gunakan untuk mempertahankan dirinya, dengan terpaksa ia harus menggunakan kedua tangannya yang terluka untuk bertahan.
"Grooooaaaaa!"
Seluruh makhluk aneh seperti Limped itu meraung dan menyerbu ke arah Alexander bagaikan Zombie. Mulut yang terbuka lebar dengan liur yang menetes membuat makhluk aneh itu terlihat semakin berbahaya dan menjijikkan.
Alexander mematahkan leher setiap makhluk aneh itu ketika mereka memasuki jarak serangnya. Hanya saja, Alexander mulai kesulitan untuk mempertahankan diri, ia beberapa kali menerima gigitan pada tangan dan pundaknya. Bagian terburuknya adalah Alexander perlahan-lahan terdorong hingga ke tepian yang membuatnya hampir terjatuh dari lantai 80.
"Aaaaaaaaaahh! Menyingkir!" seru Alexander.
Tinju dan tendangannya semakin menguat hingga tubuh demi tubuh makhluk aneh berwarna putih terbang ke segala arah. Serangan makhluk aneh semakin parah hingga akhirnya Alexander tergelincir dan jatuh dengan cepat atap gedung pencakar langit itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alcatraz [END]
Misterio / Suspenso"Mungkin masih banyak penjara yang membiarkan tahanannya hidup dengan tenang, tapi tidak dengan tempat ini." "Selamat! Kau tahanan ke 10!" "Let's play some games, if you can win this game, you're free!" Itu adalah hal terakhir yang diingat oleh Alex...