Bab 17

247 27 6
                                    

"Eyang kecewa sama kalian."

Ya, cepat atau lambat pasti sebuah kebohongan akan tercium juga. Seharusnya aku tak menyanggupi keinginan Dean saja waktu itu. Jika ternyata malah menyakiti hati Eyang.

Rasa bersalah kian besar saat kulihat Eyang meneteskan air mata.

"Eyang memang sudah tua. Tapi bukan berarti gampang untuk kalian bodohi."

"Eyang ... Eyang ... maafin Dean. Dean yang salah." Dean terlihat sangat menyesal. Sampai dia bersimpuh di kaki Eyang.

"Maafin Prisa juga, Eyang. Kami nggak bermaksud untuk membohongi Eyang. Kami ...."

Ucapanku terhenti ketika tangan Eyang melayang. Seperti ingin menampar Dean. Saat itu, aku memejamkan mata.

"Happy birthday cucu kesayangan eyang."

Mataku terbuka setelah mendengar ucapan Eyang barusan. Terlihat Eyang mengecup pipi Dean kanan kiri. Beliau membuatku lemas seketika. Aku sampai terduduk di lantai. Tak terasa terasa air mata berjatuhan.

Kejutan ulang tahun yang mengerikan bagiku. Padahal bukan aku yang ulang tahun. Namun, ini membuatku merasa seperti mimpi. Aku tak pernah dimarahi orang lain, hanya Ayah yang beberapa kali saja menegur. Itu pun tak berapa lama. Apalagi Mama, beliau tak pernah marah padaku.

"Terima kasih, Eyang." Dean memeluk Eyang. Sepertinya dia juga sama terkejutnya denganku. Terlihat dari ekspresi wajahnya.

"Sama-sama, Sayang. Semoga apa yang Dean inginkan terkabul semuanya."

Melihat mereka, aku malah terisak, saat Eyang mengusap pelan pundakku. Hingga aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan.

"Kenapa nangis?"

Aku menggeleng, enggan untuk menjawab pertanyaan Eyang.

"Prisa kaget, ya? Maafin eyang, ya."

"E-eyang nggak salah. Prisa yang salah, Eyang. Prisa ...."

"Eyang udah tahu semuanya. Tapi eyang nggak sampai hati memarahi kalian."

Rengkuhan hangat kurasakan. Usaapan lembut juga terasa di punggungku. "Eyang sayang sama Prisa."

"Dean juga."

Isakanku terhenti seketika. Dia bilang apa tadi? Sayang? Apa aku salah dengar, ya?

"Yuk semuanya. Ngapain ndlosor-ndlosor di sini? Mending kita makan bertiga." Eyang mengajakku dan Dean berdiri. Logat Eyang yang medok terdengar lucu.

Eyang mengajakku dan Dean keluar resto. Dengan baju seragam yang masih melekat di badan. Awalnya aku menolak ikut, tapi Eyang sedikit memaksa. Untuk merayakan ulang tahun Dean katanya.

Bagaimana aku bisa menolak keinginan Eyang? Sementara tangannya terus menggenggamku dan Dean.

Lalu, di sinilah kami. Tempat yang sangat indah menurutku. Resto outdoor dengan pemandangan hamparan sawah yang menyejukkan. Perjalanan yang lumayan lama, tapi terbayar sudah dengan melihat ciptaan Tuhan di sini.

"Cantik, ya?"

Aku yang sedari tadi fokus dengan apa yang kulihat, sedikit terkaget saat seseorang sudah berada di samping.

"Heem," ucapku singkat, sambil menyelipkan anak rambut ke belakang telinga karena tertiup angin.

Suasana di sini sangat nyaman. Sejuknya daerah pegunungan menjadi salah satu destinasi wisata populer. Pemandangan yang luar biasa indah menurutku. Ya, maklum saja. Hidup di perkotaan dengan banyak polusi dan sampah, serta hiruk pikuknya, terkadang membuatku bosan.

Buruan Cium Gue!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang