...
Takdir memang selalu punya cara yang tak terduga agar selalu tampak mengejutkan.
...
Happy Reading!
Budayakan vote untuk menghargai karya orang lain.
.
.***
2 Month Latter.
Derap langkah gadis yang kini memasuki rumahnya membuat beberapa orang yang tadinya sibuk berbincang di ruang tamu menoleh ke arah pintu.
Nayda berhenti sejenak menatap beberapa orang yang berpakaian rapi, ada Rani dan tentunya Mira juga di sana.
Nayda memutuskan untuk tidak menghiraukan mereka dan berjalan menuju tangga.
Namun sebuah suara menginterupsi langkah Nayda saat kakinya baru saja menginjak anak tangga.
Nayda menghela napas malas, kemudian memutar tubuhnya ke belakang.
"Nayda, ada yang mau dibicarakan sama kamu" ucap Mira.
"Ini penting," lanjutnya.
Nayda berjalan mendekat ke arah mereka.
"Ayo, duduk sini" ucap Rani lembut seraya menepuk pelan sofa di sebelahnya.
"Ada apa?" tanya Nayda dingin, saat sudah duduk di sebelah Rani.
Salah satu dari orang orang yang ada di sana mulai membuka suara.
"Begini Nona, ada beberapa dokumen yang harus anda tanda tangani,"
"Ini permintaan dari nyonya Radha" lanjut lelaki di sampingnya.
Setelah umur kamu tepat 17 tahun semuanya akan menjadi milik kamu, kamu harus bisa mengatur semuanya sayang, Oma percaya sama kamu.
Perkataa Radha sekitar 3 bulan lalu kembali terngiang ngiang di kepala Nayda.
Nayda memejamkan matanya, mencoba menetralisir rasa perih dihatinya. Sudah 2 bulan semenjak kepergian Radha, namun luka atas kehilangan Omanya masih belum kering juga.
"Apakah anda bisa menjelaskan kepada Nayda apa saja isi dokumen itu?" tanya Mira.
Dua orang asing yang ada di sana mengangguk sopan.
"Nggak usah, aku udah tahu" tolak Nayda saat salah satu dari mereka ingin angkat bicara.
"Mana?" Nayda bertanya datar.
Dengan cepat orang itu menyodorkan beberapa dokumen ke depan Nayda.
"Ada lagi perlu di bicarakan?" tanya Nayda saat sudah selesai menandatangani dokumen dokumen itu.
Orang itu menggeleng sopan.
"Aku mau istirahat dulu, permisi"
Nayda berdiri kemudian berjalan menuju tangga meliuk rumahnya.
***
Saat ini Nayda sedang berada di kamarnya, gadis itu sibuk memain mainkan kalung berlian pemberian Radha yang terpasang manis di lehernya.
Nayda tersenyum saat mengingat kenangan manisnya bersama Radha, sesekali ia juga terisak pelan saat ingatan kematian Radha tiba tiba muncul dalam di memori ingatannya.
Tokk. tokk.
Sebuah suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Nayda.
"Siapa?"
"Ini Tante Rani. Tante mau bicara sama kamu"
"Aku lagi pengen sendiri, bicaranya lain kali aja" sahut Nayda acuh.
"Nayda, tante tau kalo saat ini kamu sangat membutuhkan teman untuk mendengarkan semua keluh kesah kamu."
Rani menghela napas saat tak mendapat respon dari lawan bicaranya. Namun Rani tak akan menyerah.
"Tante juga pernah ngerasain apa yang kamu rasain sayang, kita bisa menjadi teman berbagi bukan?" Tutur Rani lembut dari balik pintu kamar Nayda.
Nayda terdiam, dia mulai memikirkan ucapan Rani barusan yang menurutnya ada benarnya juga.
Nayda menghela napas, lalu akhirnya memutuskan untuk membuka pintu dan mengizinkan Rani masuk. Siapa tau jika bicara dengan Rani rasa sesak di hatinya akan berkurang.
"Kamarnya cantik, Interiornya rapi" ucap Rani basa basi seraya duduk di sisi ranjang, tepatnya di sebelah Nayda.
Rani tersenyum lembut menatap Nayda, tangannya bergerak mengusap rambut cokelat Nayda dengan sayang.
"Nayda, Tante mau nanya sesuatu"
Nayda menoleh,"Apa?"
"Kalo misalnya Tante punya boneka, terus bonekanya Tante titipan ke Nayda dan Tante izinin Nayda buat mainin boneka itu. Nayda seneng nggak?"
Nayda mengangguk polos.
"Terus setelah Tante kasihin ke Nayda cukup lama Tante ambil lagi bonekanya, Nayda sedih gak?"
Nayda lagi lagi mengangguk.
"Nayda berhak marah gak?"
Nayda menggeleng polos.
"Kenapa?"
"Karena itu punya Tante,"
Rani tersenyum lembut.
"Boneka itu di ibaratkan orang yang kita sayang, kalo mereka pergi, itu artinya tuhan mengambil kembali haknya terhadap hamba hambanya." terang Rani, membuat Nayda kini menoleh ke arahnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Wajar kalo kita sedih, tapi jangan lama lama, apalagi sampai marah sama takdir."
Rani menggenggam lembut tangan Nayda.
"Hidup itu takdir Nayda, begitu juga kematian. Kita gak boleh nyalahin takdir karena rasa kehilangan kita."
Nayda menundukkan wajahnya mencerna dengan baik setiap perkataan Rani.
"Sebenarnya ada yang mau Tante ceritain sama kamu."
Nayda menatap Rani seolah bertanya 'Apa?'
"Beberapa bulan yang lalu, sebelum Oma kamu pergi, dia titipin pesan buat kamu."
"Pesan apa?"
"Pesannya nggak tertulis, karena itu Tante bakalan cerita, tapi kamu mau kan dengerin dari awal sampai habis?"
Nayda terdiam.
"Tante tau, kamu bukan tipe orang yang mudah percaya sama orang lain, tapi mungkin aja dengan banyak bercerita, kamu bisa lebih deket sama Tante"
Nayda berpikir tidak ada salahnya jika dia mendengarkan cerita Rani. Akhirnya gadis itu mengangguk setuju.
"Tante akan ceritain semuanya dari awal, supaya kamu bisa ngerti. Anggap aja, Tante ini adalah seorang teman yang sedang bercerita sama kamu, kamu mau kan mendengarkan kisah hidup Tante?"
Nayda kemudian tersenyum simpul seraya mengangguk pelan.
Rani mengelus lembut puncak kepala Nayda sebelum mulai bercerita.
***
Lanjut part berikutnya yaa 😊
Jangan lupa tekan bintangnya yaa..
Silahkan bersedekah vote.
👇👇
KAMU SEDANG MEMBACA
REYHANAYDA ✓
Novela Juvenil[ 𝙴𝚟𝚎𝚛𝚢𝚝𝚑𝚒𝚗𝚐 𝚠𝚒𝚕𝚕 𝚋𝚎 𝚏𝚒𝚗𝚎 𝚒𝚏 𝚠𝚒𝚝𝚑 𝚢𝚘𝚞] ✓ VERONICA NAYDASHA ANSELLA, anak perempuan satu-satunya dari seorang billionaire terkenal yang memiliki darah keturunan bangsawan Eropa. Menjadi pewaris tunggal keluarga Arsennata...