06

467 21 0
                                    

"Istri ku sayang~"

"Idih najis!" Meisya melotot tidak terima, tidak sudi jika harus dipanggil seperti itu oleh Angkasa.

"Galak ah." Angkasa tergelak, ia sedikit tertawa.

Meisya memutar bola matanya malas, ia sedang berkumpul dengan teman-temannya namun entah mengapa suami brengseknya malah ikut gabung dan mengatakan hal yang membuat Meisya ingin memuntahkan makanannya tepat diwajah Angkasa. "Enyah gih!" Meisya memberikan sorot galak.

"Dengki banget lo sama gue." Angkasa pura pura menangis, "padahal gue ini ga pernah sekalipun punya niat baik sama lo." Ia menutup hidung dan bibirnya dengan punggung tangan, berusaha meredam tawanya.

"Minggat!"

Teman-teman Meisya menghela nafas. "Kalian- ah maksud gue Ang-" ucapan salah satu temannya berhenti saat melihat Angkasa memelototi nya.

"Apa? mau komentar apa?" Nadanya syahdu namun tidak dengan matanya, iris mata coklatnya masih melotot seolah siap untuk memulai adegan baku hantam.

Bella menggeleng takut, nyalinya ciut jika berhadapan dengan Angkasa. Padahal ia sering membully orang lain namun entah mengapa dekat dengan Angkasa bagaikan terror mencengkeram.

"Buat dede aja yu, Sya." Angkasa berujar enteng.

Meisya tersedak, ia batuk saat mendengar suara Angkasa. "Jangan macem-macem!" Ia memukul kepala batu milik Angkasa, wajahnya sedikit memerah.

"Ntar malem~"

"Gue perkosa." Angkasa tertawa, ia bangkit meninggalkan Meisya.

Meisya menyembunyikan wajahnya pada lipatan tangannya, "gue yang polos gini mau dimacem-macemin laki laki cabul?" Ia berkata frustasi.

Eca merengkuh tubuh Meisya, "sabar ya Sya, bagaimanapun juga dia suami lo. Turutin aja gapapa" ia terbahak.

"Besok, besok udah ada yang ga perawan." Shailene tertawa kecil, mengalihkan pandangannya.

"KAMPRET LO SEMUA!" Meisya misuh-misuh ketika kedua temannya tertawa. Sahabat sih sebenarnya, namun ketika mengingat tingkah gila mereka membuat Meisya berdecih.

Meisya memekik saat rambutnya dijambak dengan kasar, "sakit, sakit, sakit."

"Denger jalang! ga usah caper sama siapapun, Angkasa mau nerima lo juga karena lo nyodorin badan sampah lo kan?"

Suara itu, suara Raya. Kakak kelasnya yang suka membuli dan menindas.

"Sakit kak!" Meisya berteriak kesakitan, sudah lama semenjak Angkasa selalu menempelinya penindasan terhadap dirinya terus saja bertambah.

Raya maju melepaskan jambakannya, tepat dihadapan Meisya ia menuangkan jus yang ada dimeja.

"Kya."

"Jangan kelewatan!" Teman-teman nya ikut memberi peringatan, tangannya diapit oleh antek-antek kakak kelasnya.

Raya menendang lutut Meisya dan menjambak rambut Meisya dengan kuat agar ia mendongak.

"GUE SUKA DIA, TAPI KENAPA LO YANG DAPET!" Raya berteriak murka tepat diwajah Meisya.

"Maaf." Meisya meringis.

Dua kali tamparan diterima Meisya, pipinya membiru. Tidak ada yang berani menolong.

"Maaf kak maaf, AMPUNNN!" Meisya berteriak lagi saat perutnya ditendang dengan kuat. Tangannya dipelintir sehingga berbunyi nyaring.

Meisya menangis sesenggukan "Tolong." Ia meminta tolong namun tak ada yang membantu.

Meisya terduduk lemah dilantai, pakaiannya sudah sangat kotor, pipinya memar bahkan tangan kanannya sudah tidak bisa digerakkan.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang