11

412 20 1
                                    

Apa ya?

Saya juga bingung. Dahla--

******
Tendang, tendang, tendang.

Meisya terus menendang, berusaha mengenai sang suami yang ada dihadapannya.

Angkasa dengan lincah menghindar, serangan Meisya masih terlalu 'noob' untuknya. Memang tidak ada apa-apanya, setidaknya bela diri ini mampu dia gunakan saat terjadi pembulian.

Selesai sembuh, Meisya langsung diajarkan berlatih. Mengabaikan rengekan manja yang dikeluarkan sang istri.

Angkasa menangkap tangan mungil Meisya saat istrinya hampir memukul wajahnya. Terkekeh saat Meisya mendengus.

"Ha-ha-ha." Angkasa tertawa namun mengejek.

Melepaskan tangan, mundur selangkah kemudian melepaskan tendangan. Namun lagi-lagi Angkasa berhasil menghindar.

"Capek." Mengeluh, tidak sanggup.

Angkasa menyanggupi. Menarik tangan sang istri agar duduk bersama.

Meisya terus bergumam yang berisi sumpah serapah untuk Angkasa, jiwa rebahannya langsung syok saat bergerak berlebihan.

"Ah...capeeeek."

Terus-menerus mendumel, "capeeeeeek Aksa."

"Pengen makan, laper. Aksa, laper." Merengek, menggoyangkan lengan Angkasa saat merasa tidak diacuhkan.

"Sana."

"Takoyaki."

"Sana."

"Masakin."

"Males." Berkata tidak perduli, mengacak rambutnya yang basah disiram air mineral milik Meisya.

"Aksa, takoyaki." Terus merengek.

"Ngidam?"

Meisya tertegun, terbelalak. "Iya, ya?" Mengelus perut ratanya, "tapi sama siapa?"

Ckk.

Berdecak, "dasar bego."

"Ahhhh~"

Angkasa menoleh, mengangkat sebelah alisnya tidak paham.

"Lo udah ngapa-ngapain gue, ya?"

Angkasa terbahak, merasa ucapan Meisya sebuah lelucon. Menutup seluruh wajahnya, mengintip lewat celah-celah jari. Menatap bagian yang Meisya tutupi dengan kedua tangan, "dada lo, flat banget astaga." Semakin terbahak-bahak.

Dasar mesum.

"Brengsek lo, dasar cumi!" Meisya memukuli lengan Angkasa, pukulannya seperti pijatan saja, tidak bertenaga sama sekali.

Angkasa berdehem, memberikan atensi lebih pada Meisya. "Gue itu cowo—"

"Yaiya, kalo lo cewe gue yang ngeri." Meisya memotong senewen.

"Dengerin dulu, cebol."

"Siapa yang lo katain cebol?!"

"Sadar diri aja lah"

Kesal, Meisya memasang wajah seakan ingin memakan Angkasa hidup-hidup. "Mati lo!"

"Gue punya nafsu Sya, sebagai cowok gue udah termasuk ke spesies langka." Menghela nafas, "gue juga pengen punya anak."

"Setelah lulus," Angkasa memberi jeda, "izinin gue buat ngapa-ngapain lo."

Berkedip bingung, memiringkan kepalanya, Meisya meringis tidak mengerti ucapan sang suami.

"Angkasa—"

Mendengus, memilih membisikkan sesuatu agar dimengerti oleh Meisya. "Kita—"

Tersenyum menyebalkan, "menyatu."

Meisya pucat pasi. Bibirnya bergetar, mengapa, mengapa Angkasa menjadi seperti om-om cabul yang mau mengapa-apakan nya.

Membuka mulut, lalu menutup lagi. Terbahak saat wajah sang istri kian memerah.

*****

Saya ngerasa jenuh sama ceritanya.

Angkasa, Angkasa, Angkasa.

Uuuuuuh! saya pengen istirahat, gak pengen nulis lagi. Capek, jenuh juga. Tapi saya pengen biar cepet tamat.

Di otak kecil saya, saya tuh punya sejuta ide yang gak guna, misal yaa macarin kamu. Najis.

Tapi saya beneran pengen buat cerita baru, walau gak ada yang baca tapi saya tetep suka.

Saya pengen buat pemeran saya menderita. Biar tau rasanya punya idup pait. HAHAHAHA.

Saya aja yang nyiptain mereka kadang-kadang suka ngerasa gak berharga, terus......kenapa mereka enggak? HAHAHAHAHAHAHAHAHHAAHA.

Angkasa doang, cogan yang idupnya menderita, sebel juga, masa iya cogan sekelas Angkasa kudu ngerasain sakit?

Tapi ya saya cinta Angkasa, jadi dia saya buat menderita biar sama kaya saya.

AMPUNNNNNNN.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang