17

329 15 0
                                    

Saya bener-bener gak tau mau nulis apa, ga mau nulis tapi pgn cpt² Angkasa tamat.

Nanti Angkasa dimatiin aja ya kalo ga bisa milih maunya siapa.

*****

Suasananya kini berbeda, Meisya melamun sendirian didalam kamar. Tidak ada lagi suara Angkasa yang membuat nya naik pitam, tidak ada lagi raut wajah tidak bersahabat milik sang suami yang dia lihat sebelum tidur.

ia sendirian, membiarkan Angkasa pergi bersama wanita lain.

Walau berstatus sebagai istri, tapi ia tidak punya hak 'kan?

Apa yang diharapkan dari seseorang yang bahkan menikah secara paksa?

Matanya sudah membengkak, perut nya keroncongan namun ia tidak hiraukan. Sakit dihatinya terlalu dalam.

Sakit, sakit sekali.

Bahunya bergetar menahan tangis, saat suara Angkasa kembali terngiang di kepalanya.

"Aku yang akan tanggung jawab, aku gak masalah jadi Ayah untuk anaknya Zahra."

"Aku sanggup dan aku tidak keberatan." Angkasa berkata dengan lantang, tidak ada keraguan.

Berbagi apa ini?

Indah apa yang dinamakan dengan berbagi seperti ini?

Angkasa bahkan tidak meminta suara dari Meisya.

Lagi-lagi Meisya tak sadar diri.

"Apa aku boleh egois, Aksa?" menggumam pilu, suaranya bahkan bergetar.

*****

Angkasa membantu memijit tengkuk Zahra, "udah enakan?"

Zahra mengangguk, "terimakasih."

Angkasa berjongkok, menyamakan tingginya dengan perut wanita cantik yang ada dihadapannya, "jangan nakal, kasian Mom."

"Iya Dady." Zahra menirukan suara anak kecil, keduanya tertawa bersama.

"Aksa?"

Angkasa menoleh, menemukan wanita paruh baya yang ada dihadapannya.

"Dimana cucu mantu ku?"

Angkasa tertegun, seharian ini dia melupakan Meisya.

Bagaimana keadaannya?

"Aku izin ke kamar, Omah." Angkasa berbalik namun langkahnya terhenti saat tangannya di cengkeraman erat.

Zahra kembali mual-mual. Angkasa mengelusi rambut hitam legam nya.

Lisa menghela nafas, apa perbuatannya salah?

Angkasa pamit membopong tubuh Zahra.

Dia meletakkan Zahra di kasur Queen size-nya.

Zahra tetap tidak mau melepaskan tangan Angkasa, Angkasa menerima. Faktor hamil, kah?

Angkasa menyodorkan minum saat Zahra mengeluh, "haus." 

Kegiatannya terhenti saat Meisya berdiri didepan pintu kamar Zahra. Tersenyum kikuk, mulai melangkah walau terasa berat.

"Laper." Meisya mengeluh. Dirinya jujur, perutnya sudah keroncongan sedari tadi.

Angkasa acuh tak acuh, bahkan tangannya mengelap bibir Zahra yang basah terkena air.

Meisya tersenyum miris, mundur perlahan. Berbalik dan berlari saat air mata mulai menumpuk.

Sakit.

Duduk termenung, Meisya sendirian lagi. Tidak ada cahaya yang menemani, Meisya berada ditengah gelap malam sendirian.

Meisya menyentuh perutnya, "tenang, ya, sayang." Mengelusi nya dengan lembut, "Mama bakal cari makan buat kalian."

"Mama?"

Suara Angkasa membuat Meisya kaget.

"Mama, mama siapa yang lo maksud?" mencengkeram pinggiran kursi, "lo hamil?"

Meisya menepis tangan kekar yang mengurung nya, "mama buat anak-anak cacing gue." Meisya memutar bola matanya malas.

"Lo cacingan?"

Meisya menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskan nya secara perlahan, "ENYAH!"

Angkasa terkekeh pelan, tangannya menyodorkan plastik berlogo makanan khas Jepang yang mengunggah selara, "makan."

"Suapin..." Meisya merengek manja.

Angkasa mendengus tapi ia juga mengangguk menyanggupi, tangannya mulai telaten memasukkan satu demi satu suapan.

Meisya ingin menangis, kenapa Angkasa plin-plan sekali?

Saat mulutnya kosong, Meisya bertanya pelan. "Angkasa~"

"Gue atau Zahra."

Pandangan Angkasa mulai meredup, binarnya hilang. "Bisa gak usah dibahas?" nada suaranya datar.

"Ta-" perkataan Meisya terhenti saat Angkasa membanting sendok dengan kasar. Meisya menggumam pilu saat Angkasa meninggalkan nya lagi.

"Aku butuh kepastian, Aksa."

*****

Dorrrrr!

Tadinya saya gak mau nulis lagi, tapi ada satu pembaca setia yang ngerengek minta saya up lagi, senengnya senengnya senengnya. Terimakasih...

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang