35. Mungkinkah [Stinky]

62.7K 4.3K 241
                                    

***

Keadaan menjadi senyap. Kanaya yang sadar dengan posisinya dengan Fajar buru-buru langsung melepaskan dirinya. Fajar pun begitu, ia mengerjap kaget.

Asep dan Togar sigap duduk. Tita dan Elma ikut berdiri.

Fajar?

Jangan tanyakan bagaimana wajahnya. Pucat pasi dan keringat dingin. Tak ada bedanya dengan Kanaya.

Semua mata mengarah pada sosok pria yang memakai jas navy––sedang berdiri dengan tatapan dinginnya.

"Mas semua gak kaya yang Mas liat," ujar Kanaya berdiri lalu hendak mendekat namun interupsi Orion membuatnya berhenti.

"Stop di sana!" ujar Orion. Kanaya deg-degan setengah mati.

Jika kemarin ia yang marah, dan bahkan mungkin masih dalam mode on ngambek, tapi sialnya––kenapa Orion harus mendapatinya dalam keadaan seperti ini.

"Mas demi Tuhan, semuanya cuma salah paham. Kita enggak kaya yang kamu lihat."

Untuk bernapas saja Kanaya merasa berat.

"Terus apa yang saya liat?"

"Pak, bapak jangan salah paham," ujar Fajar.

"Saya sedang tidak berbicara padamu."

Fajar menghela napasnya berat. Tita dan Elma saling menggenggam. Perdana ada dalam situasi seperti ini.

Mata Kanaya sudah memerah. Ia terus menatap Orion. Ya Tuhan, Orion nyata. Ingin rasanya dirinya merengkuh tubuh tegap yang sedang berdiri dengan jarak di depannya ini.

Suaminya ada di sini. Sekarang. Di depan matanya.

"Mas," lirih Kanaya. Air matanya sudah luruh.

"Mas percaya sama aku kan?" lirih Kanaya. Fajar––entahlah, bahkan ia bingung hendak berkata apa.

"Bapak harus percaya sama Kanaya," ujar Elma memberanikan diri.

"Saya cuma ngajarin gitar,Pak," ucap Fajar.

"Sekalian modus?" sengit Orion.

Fajar menatap Asep dan Togar, seakan minta pertolongan.

"Mas gak gitu."

"Dua harian kamu gak ngabarin saya!"

"Ternyata kamu sehappy ini tanpa saya."

"Padahal jika kamu ingin tau, gimana kalang kabutnya saya di Singapur."

"Mas tapi Kanaya enggak ad--"

"Kamu senang kan?" tanya Orion. Kanaya menggeleng "Mas, dengerin dulu."

"Kamu senang bisa berduaan tanpa harus di ganggu dengan saya?"

"Oh, atau jangan-jangan kemarin sewaktu kamu marah, itu cuma akal-akalan kamu saja?"

"Biar kamu gak di ganggu? Iya kan?"

Orion menatap Kanaya dengan tatapan yang tidak biasa. Seringain meremehkan tampak di wajahnya.

"Pak, demi apa pun sa--,"

"Fajar, enggak ada perasaan yang benar-benar bersih. Saya seorang pria," potong Orion.

"Tapi saya ud--,"

"Gapapa, lanjutin aja. Agaknya saya tau, untuk tidak memikirkan istri saya di Indonesia. Toh, dia bahagia di sini. Meski tanpa saya. Meski bukan saya alasannya."

Kanaya menggeleng.

Tangisnya sudah tumpah "Mas aku bi--,"

"Saya menyesali terlalu memaksakan diri untuk ke sini."

Suamiku Dosen (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang