Jo masih meringkuk diruang tengah, dengan televisi yang menyala. Dirinya terasa sangat lemah, pikirannya amburadul sampai tiba-tiba pintu terketuk.
Menampakan wajah Nindy dari balik pintu. Jo berusaha kembali kesemula dan tak menampakan wajah lemahnya tadi.
"Gak usah malu, kamu boleh lemah dihadapan aku" ucap Nindy.
"Aku? kamu?" pertanyaan yang terlontar dari bibir Jo.
Nindy meringis, menampakan deretan gigi putihnya. "Aku mau kamu juga pake aku-kamu"
Perlahan Jo melupakan hal yang sedari tadi direnunginya.
"Kamu bawain makanan?" tanya Jo.
"Enggak" jawab Nindy sembari tersenyum. "Kita makan diluar yuk, mau jalan-jalan sama kamu" ajak Nindy.
"Sebentar, saya ambil jaket dulu"
"Iihh kok, saya?"
"Tinggal tambahin 'ng' belakangnya" jawab Jo sekenanya.
Nindy berpikir sejenak 'saya' ditambah 'ng' jadi 'sayang?'
"Iihh apaan aih receh banget" kata Nindy setelah berpikir.
Jo hanya tertawa melihat tingkah Nindy. Ia seperti baru kenal dengan Nindy. Padahal Jo dan Nindy sudah kenal sejak kecil, hanya saja karena Nindy yang dulu selalu benci dengannya, alhasil mereka jadi tak begitu akrab.
"Yuk" ajak Jo yang sudah siap mengenakan jaket jeans nya.
Jo tengah mengenakan helm ke kepala Nindy. Dengan tiba-tiba Jo mengecup helm yang sudah terpasang dikepala Nindy.
"Kalo mau cium tuh dibuka dulu" kata Nindy, yang sepenuhnya tak memiliki niat untuk meminta dicium Jo.
Lalu Jo melepas kembali helm Nindy dan Ia mengecup puncak kepala Nindy dan setelahnya memasangkan kembali.
Nindy hanya bisa tersenyum dengan menutup kaca helmnya itu. Ia lega, Jo sudah ikhlas dengan kepergian Ibunya.
Kini mereka tengah berada dijalanan yang ramai. Sampai mata mereka tertuju pada salah satu kedai makanan yang menjual rawon. Makanan yang kini menjadi makanan kesukaan Jo. Ntah sejak kapan ia suka dengan makanan itu.
"Kamu mau makan rawon?" tanya Nindy yang sudah turun dari motor Jo.
"Iya, kamu harus coba"
Jo memasuki kedai dengan menggenggam tangan Nindy.
Mereka tengah menunggu pesanan, tangan Jo tak melepaskan genggamannya.
"Kita kan bentar lagi lulus, kamu mau lanjut dimana?" Nindy bertanya, ia merasa bosan karena menunggu pesanan.
"Dulu, waktu kamu masih benci sama saya, saya niat pengen ke Jogja. Gak tau kenapa, rasanya nyaman aja kalo denger kata Jogja"
"Apa aku harus ganti nama jadi Jogja biar bisa buat kamu nyaman?"
Pertanyaan Nindy membuat Jo gemas sendiri. Wajahnya yang dulu selalu menampakan wajah garang, tapi sekarang kebalikannya wajahnya jadi gemas, lucu. Begitulah yang berada dipikiran Jo.
"Tapi nama Nindy lebih buat saya nyaman"
Wajah Nindy memerah, ia menutupinya agar Jo tak dapat melihatnya.
"Nah tuh dateng makanannya" kata Jo.
"Makasih, Mas"
Saat makan Jo tak suka berbicara, ia memilih untuk menghabiskannya dahulu. Nindy paham akan itu, ia lebih memandangi wajah Jo secara diam-diam. Ntah kenapa makin hari wajah Jo makin mempesona. Padahal dulu setiap melihat Jo, ia merasa kesal dan selalu ingin menghajar wajah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jo&Nindy
Teen Fictionpagi yang indah dengan suasana hati yang sumringah. Sebelum cowo reseh itu datang dan dengan sengaja menyenggol lengan Nindy yang tengah berjalan menuju kelasnya. "Woy! jalan pake mata dong" ucap Nindy dengan nada keras. "Jalan tuh pake kaki" "Iihhh...