Buih-buih embun itu masih senantiasa diudara. Lalu dengan lancangnya ia menerobos menyibak tirai jendelamu, tanpa mengetuk ataupun memberi salam. Ia seolah berkata, namun pelan sangat. Tak mau mengganggumu dalam mimpi yang akan sebentar usai. Ia dengan lembut berkata:
"Selamat pagi angin, udara sedang menunggumu"—
Hubungannya dengan Jo semakin hangat. Ia sangat menyayangi lelaki itu. Nindy membaca lagi puisi yang diberikan Jo kepada dirinya. Puisi yang selalu membuat dirinya tersenyum sendiri saat membacanya.
Tanpa sadar, saat Nindy tengah tersenyum-senyum sendiri, Bu Niken memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu. "Hayo, kenapa kok senyum-senyum sendiri?" tanya Bu Niken dan diiringi kekehan kecil.
"Ih Bunda, kok masuk gak ketuk pintu dulu sih" jawab Nindy, mencebikkan bibirnya.
"Loh ini kan rumah Bunda, jadi Bunda bebas dong"
Nindy menarik napasnya, "Iya deh, Bunda"
Bu Niken mendekati putrinya itu. Ditanyanya lagi kenapa senyum-senyum sendiri. Nindy diam tak menjawab. Ia malu jika Bu Niken membaca puisi yang ditulis oleh Jo untuk dirinya itu.
♤♤♤
Ternyata ramalan Jo kemarin benar-benar terjadi. Saat ini ia sedang berbaring didepan televisi yang menyala. Dengan selimut yang hampir menutupi seluruh badannya. Kakinya dingin, badannya agak menggigil. Jo sudah menyadari, angin malam sangat membencinya. Dan ia akan sedemikian, ia akan membenci angin malam.
Ia merasakan dingin semakin menusuknya. Ia sedang menunggu kehadiran Nindy. Kapan wanita itu akan datang, tanyanya dalam hati. Jo melangkahkan kakinya menuju dapur, ia menahan rasa dingin yang sedari tadi menyerangnya.
Jo merebus air untuk membuat segelas teh. Mungkin saja teh hangat bisa mengalahkan rasa dingin yang sedang mengoyak dirinya ini. Ia tak sadar bahwa Nindy sudah masuk kedalam rumahnya. Jo hendak menuangkan air yang sudah ia masak tadi.
"Biar aku aja" ucap Nindy.
Jo yang sedikit terkejut langsung menolehkan kepalanya kearah sumber suara.
"Kamu sakit? bibir kamu pucat"
"Enggak, cuma semalem saya berantem sama angin malam" Jawab Jo dengan santainya.
"Tuh kan, kamu lepas jaket semalem" Nindy lupa ia harus membantu Jo menuangkan air kedalam gelas.
"Kalo semalem saya gak lepas jaket, pasti kamu yang sakit. Saya gak mau ngerawat kamu. Kalau saya yang sakit, pasti kamu mau ngerawat saya"
"Ih, yaudah minggir. Aku mau nuangin air panas ini"
Jo kembali berbaring didepan televisi, tempat semula tadi. Kembali menutupi badannya dengan selimut.
Setelah itu Nindy membawakan segelas teh dan juga kue yang ia bawa dari rumah tadi.Nindy menyentuh kening Jo dengan punggung tangannya. "Kok panas? tuh kan jadi demam"
"Kalau cuma dipegang mah gak bakal turun panasnya, coba kamu cium" Jo menggoda Nindy yang sedang serius dihapannya.
"Aku kan ngecek, bukan nyembuhin"
Nindy beranjak dari hadapan Jo. Dan kembali pergi kedapur mengambil air untuk mengompres Jo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jo&Nindy
Dla nastolatkówpagi yang indah dengan suasana hati yang sumringah. Sebelum cowo reseh itu datang dan dengan sengaja menyenggol lengan Nindy yang tengah berjalan menuju kelasnya. "Woy! jalan pake mata dong" ucap Nindy dengan nada keras. "Jalan tuh pake kaki" "Iihhh...