Bab 35

0 0 0
                                    

Ketika Nizan kembali setelah sekian lama, aku tidak menemukan senyum itu lagi padaku. Dia benar-benar berubah, bahkan perubahannya membuatku sadar betapa beratnya aku untuk tersenyum lagi. Dia menjadi lebih dekat dengan Naya dan yah, sekarang aku menjadi seperti ini. Keadaan ku, juga merasakan hal yang sama. Aku tidak tahu apa kurangnya lagi aku dalam mengerti dirinya?  Aku bahkan terus membahas dan menanyakan apa yang tidak dia suka. Terkadang apa yang di ucapkan itu berbeda yah? Benar-benar menyakitiku. Setelah memasuki masa kerja ibu semakin menasehati ku untuk tidak terlalu fokus pada pria. Meski hatiku hancur, setelah dua tahun pacaran dengannya. Aku tidak tahu balasan pasti kenapa Nizan melakukan itu, dan menghempaskan perasaan ku begitu saja. Mana mungkin pria yang baik dan dingin seperti itu tiba-tiba berubah?

Seseorang bisa berubah jauh lebih cepat,  tetapi melupakan merupakan hal tersulit yang masih aku kenang. Aku duduk di bangku taman. Berusaha menenangkan diri apa yang terjadi, pertemuan demi pertemuan lalu perpisahan yang pernah terjadi apa yang harus aku lakukan dengan itu semua?  Jika aku tidak menemukan apapun yang bisa aku lakukan?  Untuk kekasihku aku benar-benar belum mampu untuk memahamimu. Aku bahkan tidak bisa mengerti tentangmu. Walau angin dan awan biru di sana, sama tinggi dan sulit ku lihat atau ku gapai, bukan hal tidak mungkin aku mampu merasakannya dan melihat warna mu meski sedikit.

Ini masih tentangmu yang menghentikan waktuku pada mimpi dan janji suci yang kau tinggalkan. Apa ini juga salahku?  Setelah kita mengembalikan buku di perpustakaan itu. Bukankah semenjak itu aku adalah wanita yang telah menemukan mimpimu dan berniat meraihnya bersamaku? Mungkin dia hanya lupa. Lupa pada hal yang tidak penting, padahal aku selalu mengharapkan dirinya ada dan menjadi sesuatu alasan kenapa aku bahagia.

"Apa kau masih memikirkan Nizan?" ucap Fathin yang tiba-tiba ikut duduk di sampingku.

"Enggak kok, mungkin dia sedang bahagia."

"Apa berbohong itu baik untukmu?"  tanyanya.

Aku hanya menoleh sedikit dan menunduk. Mungkin aku telah lama memikirkan ini,  Fathin dengan jaket hitamnya dia sebenarnya mirip dengan Nizan hanya saja dia lebih ceroboh dan banyak polah. Sesekali aku bisa tersenyum lagi karena dirinya. 

"Apa harus itu aku lakukan untuk mu?"

"Tidak perlu Fathin," jawabku, "bagaimana dengan perasaan mu?"

Fathin hanya berdiam, sejujurnya aku sendiri tidak ingin membahasnya dia hanya menggerakkan sedikit bahunya ke atas. Sesekali tersenyum dan ikut merenung bersama. Benar-benar harapan yang hancur atau memang ada sesuatu yang terjadi hingga semua berlalu begitu saja. Rasanya sangat sulit dan harusnya kau langsung saja, jangan hanya diam. Jika dari awal cintamu mudah di hapuskan harusnya kau tidak perlu menulis namaku. Agar aku tidak terlupakan.

Apa dia pernah menulis ku?

Apa seburuk itu hingga dia juga ingin menyimpan ku seperti buku. Aku belum ingin menjadi kenangan, jika pergi itu adalah pilihan setidaknya menjadi lah nyata untuk pertemuan lagi. Jangan meninggalkan seperti ini lalu tanpa alasan kau datang dan membawa kabar yang meruntuhkan hatiku. Inilah akibat jika aku melanggar janji? Sudahlah aku sendiri sampai bingung siapa yang salah dan aku sendiri juga tidak tahu apakah sewajarnya diriku bingung atau memang aku sendiri yang salah selama ini.

Our Story is PausedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang