Bab 3

3 1 0
                                    

Our Story is Paused
( っ'-')╮ =͟͟͞͞🏀

Di sepanjang pelajaran aku terus menendang kursi Nizan. Lama-lama Nizan membalas tendangan di kursiku, hingga aku yang terjatuh.

“Nizan kamu nakal banget sih?” Aku berdiri dan duduk kembali, tidak lama setelah duduk Ibu guru memberikan pertanyaan padaku.

“Margena, apa yang tadi ibu jelaskan di depan?” tanyanya dengan tatapan serius.

“Maaf Bu, saya tidak tahu.”

“Lain kali di perhatikan lagi yah, jangan bercanda di belakang sana, atau itu pindah kalian berdua ke depan!”

Aku menatap jengkel kepada Nizan yang duduk dengan santai. Aku benar-benar tidak akan memaafkannya.

Setelah jam pelajaran selesai, aku keluar dari kelas dan menemui Windi.

“Windi, kamu mau ke mana?” tanyaku.

Aku berjalan ke arahnya dan melihat Windi tersenyum ke arahku.

“Iya, Gena, aku lagi ingin ke perpustakaan, apa kamu juga mau ikut?”

“Hm, boleh juga tuh!” jawabku.

Windi dan aku berjalan masuk ke dalam ruang perpustakaan. Di sana tempatnya cukup besar, Dengan empat jendela di depan tempat peminjaman dan dua jendela kaca dengan hiasan merak di dinding sebelah kiri dan dua lagi di dinding sebelah kanan.

Rak lemari yang tinggi dan besar tersusun rapi di sepanjang sudut ruangan. Seperti surga buku di sekolah, baru kali ini aku melihat perpustakaan yang begitu luas. Dengan tirai hijaunya menghiasi jendela. Meja-meja besar dan tumpukan buku di sampingnya, masih menunggu giliran untuk segera di berikan sampul plastik dan cap tanda milik perpustakaan. Windi melihat salah satu buku fantasi kesukaannya tentang Pegasus dan mitologi Yunani. Semua buku di perpustakaan ini memiliki cerita-cerita yang menarik, terutama sampul buku yang penuh warna menghiasi lemari kayu yang terjejer begitu rapi. Semua murid membaca dan menulis di sini, Windi menunjukkan tempat untuk aku mendapatkan kartu izin perpustakaan agar bisa meminjam buku di sana.

Meski harus merelakan membayar uang dua ribu rupiah untuk membeli kartu itu.
Ibu hanya memberiku uang jajan senilai sepuluh ribu dan lima ribu rupiah dalam satu hari. Setelah melakukan pekerjaan dan membantu ibu berdagang. Tugasku hanya menitipkan beberapa barang dagangan ke kantin terdekat lalu ketika pulang sekolah aku akan mengambilnya kembali.
Aku membuatnya bersama ibuku, menjajakan gorengan dan rujak buah. Katanya supaya nanti minimal diriku terbiasa untuk bekerja tidak hanya sebatas memandang pertemanan dan dunia cinta.

Aku melihat Nizan yang duduk di bawah dengan meja di sampingnya. Iya, dia tengah berada di ruang baca. Rasa jahilku akhirnya muncul dan diam-diam aku mendekati Nizan dari belakang dan mengambil bukunya. Nizan berdiri dan menatapku sebal.

“Hai, aku tidak mau berurusan denganmu!” bentaknya.

“Aku tahu kok, ini pasti rencana kamu kan?” tanyaku, “tidak perlu repot-repot menjelaskan, aku sudah tahu semuanya.”

Nizan hanya tersenyum licik, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tetapi dia terlihat sangat membenciku. Dengan kasar dia mengambil buku itu kembali, namun aku tidak ingin melepaskan buku itu sampai dia mau mengatakan yang sebenarnya.

“Berikan buku itu!” perintahnya.

“Enggak! Sampai kamu jawab dulu semuanya.”

Tanganku semakin panas untuk tidak melepaskan buku itu. Semua penghuni perpustakaan bahkan sampai melihat kami seperti seorang pengganggu. Karena terlalu kuat Nizan terlempar jatuh ke lantai begitu pun denganku yang juga menabrak lemari buku, membuat semua buku di lemari itu jatuh menimpaku. Novel itu rusak dan robek karena tingkahku dan Nizan. Penjaga perpustakaan segera datang dan mengeluarkan kami berdua untuk tidak ke perpustakaan sampai kembali tenang. Sementara Windi tidak bisa berbuat apa-apa, dia juga lagi ada tugas.

“Puas kau?” ucap Nizan, “merusak hari-hariku semenjak kamu datang.”

Aku hanya menunduk sebal duduk di luar bersebelahan dengan Nizan saling merenung untuk menerima hukuman. Penjaga perpustakaan itu datang menghampiri dan memberikan hukuman berat bagi Nizan dan aku.

“Itu merupakan novel satu-satunya di perpustakaan ini,” jelasnya, “karena kalian sudah merusak novelnya, aku hukum kalian berdua untuk nulis novel bersama.”

“Tetapi tidak bisa begitu!” bantahku, “aku bahkan gak pernah nulis novel!”

“Hukuman tetap hukuman, kalian harus mengganti novel di sekolah ini,” jawabnya.

“Itu kan harusnya bisa di ambil lagi dan di cetak kembali oleh penerbitnya!” sela Nizan yang juga ikut membantah.

Penjaga perpustakaan mengeluarkan kartu merah dari sakunya dan memberikan kartu itu kepada kami.

“Ini, pergilah ke kantor kepala sekolah untuk mendapatkan keputusan yang lebih baik,” jelasnya, “apalagi buku yang kalian rusak lebih dari satu.”

Penjaga perpustakaan meninggalkan kami sendirian di luar ruangan. Semua orang memandangku, sementara Nizan hanya menatap dingin ke arahku. Tanpa berkata-kata Nizan berjalan di depanku, aku kembali mengikutinya dan dia berbalik badan membuatku tidak sengaja terhenti dan menabrak tubuhnya. Kepalaku bersandar di dada yang bidang itu, membuat rasa malu mulai mengalir dari wajahku.
“Ehm, maafkan aku Nizan!” Tubuhku bergetar dan menjauh beberapa langkah darinya. Nizan menjitak dahiku secara tiba-tiba, membuat diriku terkejut.

Nizan dengan muka serius berkata, “Jangan ikuti aku lagi gadis aneh!”

Lagi-lagi aku di sebut gadis aneh emang dia pikir, kehidupan kerajaan yang sebatas bangku sekolah itu istimewa? Kalau saja ibu guru izinkan juga akan aku bakar wilayahnya. Dia berjalan pelan meninggalkan diriku yang terdiam. Aku bahkan bingung dan diam-diam aku mengikutinya, karena diriku memang tidak hafal letak kantor. Windi juga belum keluar dari perpustakaan, ini merupakan kesempatan bagus untuk aku tampil seperti detektif.

Parfum yang di pakai Nizan pasti sangat pilihan, tidak sengaja tadi aku mencium aroma tubuhnya. Tubuh yang tinggi dan memiliki wajah tampan itu, bukankah sesuatu yang luar biasa? Sayangnya dia terlalu dingin dan cuek. Setidaknya aku ingin tahu banyak dengan pria itu, seperti apa keluarganya dan bagaimana? Tetapi sekarang saja susah untuk berteman dengannya.

Nizan bertemu seorang wanita, dari jauh aku melihat wanita itu tengah memeluknya. Mungkinkah itu pacarnya? Aku tidak bisa mengatakannya, karena aku Cuma sekedar lewat. Tujuan utamaku adalah ke kantor, namun Nizan malah pergi untuk malam mingguan. Seperti dunia itu terlalu sempit, serasa milik berdua. Wanita di sekeliling Nizan memang banyak, diantara mereka bahkan merayu Nizan di depanku, benar-benar menjijikkan.

Aku tidak terlalu mengenal banyak orang, selain Windi tetapi nanti aku pasti bisa bertanya padanya. Selain Nizan masih ada tiga pria yang paling di kagumi di sekolah ini, saat aku berbicara dengan Windi, dia sempat menceritakan hal itu padaku tetapi aku tidak ingat siapa saja nama pria yang Windi sebutkan. Di sini ada geng wanita yang harus di hindari, yang jelas Windi tidak akan bisa melawan karena guru mempercayai wanita itu. Mungkin karena banyak memiliki bukti daripada orang biasa yang tidak bisa mengumpulkan bukti.

Our Story is PausedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang