Bab 10

0 0 0
                                    

Kamarku juga tidak terlalu luas, dengan satu bantal tanpa guling dan ini bukan kasur. Aku tidak memakai ranjang, tetapi aku begitu nyenyak jika sekedar tidur di lantai. Jika malam rasanya bisa sangat panas ataupun dingin tergantung situasi alamnya, rumah yang sudah tua ini adalah milik nenekku. Rumah yang seutuh kan terbuat dari kayu-kayu yang telah tua,  mungkin juga bisa patah kapan saja. Seperti beberapa hari yang lalu adikku juga mengalaminya.

Namanya Sasa, dia adalah adikku yang masih kelas enam sekolah dasar. Setidaknya dia tidur di tempat yang lebih baik, meski bukan menjadi adik kandungku. Lemari plastik warna biru yang ada di depan kamarku, tampak sangat berkilau ketika sinar matahari melintas melalui jendela. Membuatku terbangun oleh suara-suara panggilan yang tak lain dari Sasa.

Di pagi hari aku tidak menjumpai kedua orang tua, karena ibu memang harus ke pasar lebih pagi bersama ayahku. Kemarin sempat hujan deras yang membuat barang dagangan mereka basah, ibu dulunya berjualan di warung kantin sekolah waktu aku masih menginjak sekolah dasar. Namun setelah kakak pertama meninggal, ibu mulai berpindah pekerjaan untuk jualan buah dan sayur di pasar. Nanti ketika siang aku dan Sasa  juga akan membantu ibu untuk menata dagangan di dalam rumah. Tujuannya untuk menyimpan dan mengeringkan buah agar tidak basah. Biasanya buah yang terkena air hujan akan jauh lebih cepat busuk. Nantinya ibu akan mulai rugi besar dan kacang di dalam karung pun juga akan ikut rugi.

Untung dan rugi memang selalu jelas terjadi, kadang aku sendiri tidak tahu apa pentingnya aku belajar dan mengerjakan banyak hal. Namun dengan begini setidaknya bisa mengukir senyum seorang ibu saja sudah membuat hatiku seperti terbang.

“Kak Gena, film malaikatnya dah mulai!” ucapnya nyaring.  Aku memang sedang menanti film favoritku, ini adalah kisah romantis yang aku sukai. Kisah fantasi yang juga romantis. Aku bahkan belum mandi pagi ini, karena sangat malas. Rambutku juga acak-acakan rasanya adikku jauh lebih baik dariku. Hari ini libur, anggap saja libur karena aku tidak terlalu enak badan.

Seperti yang aku bilang, jika ini juga mempengaruhi semangatku untuk melakukan sesuatu, meja yang berantakan dan laptop yang baru saja kehilangan mouse dan kabel chargernya. Membuatku sadar untuk semakin meningkatkan keamanan. Ibu membelikan aku laptop ini untuk ujian praktek, laptop ini pun di beli dari uang tabungan ibu dan uang jajan ku. Tentu saja aku berbohong kepada ibu, aku tidak ingin menceritakannya jika barangku hilang. Aku akan berusaha mencari pekerjaan sampingan agar bisa membelinya lagi atau menabung seperti anak yang lain.

Bukan berniat berbohong, tapi aku tidak kuat melihatnya marah. Lagi pula aku bisa belajar dan bertanggung jawab sendiri, biar saja ini mengajariku untuk mandiri. Ketika di depan televisi listriknya bahkan sempat mati selama beberapa menit. Maklum, saluran listrik ini juga berbagi dengan tetangga lain. Namun ketika kembali menyala, film yang ingin ku tonton telah habis di depan mata.

Bukan kesalahan tetapi jika ini yang terjadi, pada akhirnya aku memilih pergi untuk sarapan pagi. Anggap saja film itu memang sudah aku lihat, dengan membantu ibu jualan aku akan mendapatkan uang bonus untuk membeli kuota, cara sederhana yang aku lakukan ini hanya memang ketika libur saja. Sasa selalu menanyakan sesuatu tentang jodoh padaku, sampai menyamar jadi pria hanya untuk tahu apa aku bisa jatuh cinta. Sungguh tidak mungkin jika aku jatuh cinta sesama wanita.





Our Story is PausedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang