Finally.

627 118 10
                                    

... .

Sehari berlalu setelah dengan dramatis Jungkook memberi izin Namjoon untuk membawa Seokjin agar disembuhkan. Tak menyangka jika anak itu memberikan rasa percaya yang sedemikian besar. Segera Namjoon meminta dokter keluarganya untuk menyiapkan diri karena pagi-pagi sekali ia akan pulang. Jimin dengan senang hati mengurus sampai Seokjin mendapatkan tempat dan penangangan yang seharusnya oleh dokter yang diserahi tugas oleh Namjoon. Ya, si pujaan hatinya, mana mungkin kesempatan itu disia-siakan Jimin?

Jungkook pun jadi penghuni baru nanti saat tiba di Seoul. Bukan hanya sebagai keharusan untuk menemani kakaknya, tapi juga karena langsung menerima tawaran sebagai penyanyi di studio Namjoon, RKive. Bukan tanpa alasan. Anak itu menuntut agar tindakan Namjoon bukanlah gratisan. Ia tak mau begitu walau Namjoon sudah mengatakan dengan rela. Sungguh. Namun, ia tentu akan membiarkan anak itu sebagai aset brilian di studionya dari pada jadi salah satu karyawan pabrik termuda. Tidak. Namjoon tak rela anak seimut itu harus ditempa bukan pada tempatnya.

Dan, sementara menggiatkan diri agar lebih cepat menyelesaikan urusan di Geoje untuk mengantar Seokjin, Namjoon seperti kembali kesepian. Bukan karena ia kehilangan Jimin yang harus duluan mengatur proses di rumah sakit, tapi karena tiap kali ke Hakdong, ia tak lagi menemukan sosok pucat menawan itu. Terakhir yang ia ingat, ketika ulu hatinya dipukul tangan tak kasat mata dengan dengung merdu yang berkomunikasi di benaknya. Hanya itu.

Sejak pergi melihat sendiri keadaan Seokjin, Namjoon tak lagi merasakan kehadiran sosok itu.

Dengan demikian terabaikan, Namjoon semakin giat berusaha untuk segera membangunkan Seokjin.

.

Hari itu pun tiba. Sebelum matahari terbit, Namjoon sudah memutuskan untuk diantar ke Hakdong sekalian menunggu jemputan Jimin dan mobil khusus untuk Seokjin. Ia sekali lagi ingin mencoba. Siapa tahu Seokjin mau menjawab semua sapaannya.

Tangan dan kaki hampir beku karena lama berdiri menantang angin. Deburan ombak memenuhi kepala. Bisikan dalam benaknya masih menggapai gerangan di sana.

Seokjin-ah. Tak ada kata terakhir sebelum kita bertemu secara nyata? Sedikit saja.

Namjoon membuka mata perlahan. Menunggu, menunggu, dan menunggu, tapi keheningan tak mau meninggalkan Namjoon. Rasanya sesak. Dadanya seperti terimpit, entah kenapa.

Namjoon terkekeh, menatap kaki dan menggeleng. Ia payah. Terlalu rindu disapa sosok indah itu, mengakibatkan pikirannya keruh. Sadar kalau Namjoon tinggal menunggu pengobatan dan mereka bertemu lagi, tapi tetap saja ....

Jika dipikirkan, rasa sesaknya sama seperti menunggu Taehyung membalas panggilan frustasinya. Yang sampai saat ia akan meninggalkan Geoje, tempat perkara kejadian naas itu, masih tak sedikit pun Namjoon merasakan Taehyung. Hanya kenangan buruk pertengkaran mereka yang dicampur senyum manis, berkecamuk memporak-porandakan pendirian Namjoon.

Namjoon merasa bakatnya cuma hal tak berguna jika demikian teringat lagi.

"Kak?"

Namjoon berpaling. "Oh, Jungkook? Kenapa di sini?" Anak itu mendekatinya. Gelagatnya aneh. Seperti hendak jujur karena telah berbuat sesuatu yang salah. "Ada apa? Sebentar lagi Jimin datang menjemput, harusnya kau di rumah."

Jungkook menggeleng. "Katanya, aku harus ke sini."

"Katanya?"

"Iya."

"Apa maksudmu ...," Namjoon terhenyak begitu Jungkook menangkap ke dua sisi wajahnya. Tersenyum begitu cerah seperti baru pertama kali bertemu setelah sekian lama berpisah. "Jung—"

Saram to Sarang | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang