A confession?

585 79 8
                                    

... .

Jungkook sedang menjelaskan pemecahan soal yang diberikan guru Beomgyu. Seminggu lagi mereka masuk sekolah. Jadi, selain tugasnya sendiri sudah selesai karena bantuan luar biasa Namjoon, mengajari beberapa trik berpikir cepat dan petuah yang telah diterima ke sepupunya terasa sah-sah saja.

"Berbagi ilmu takkan membuatmu rugi. Sebaliknya, kau akan berlimpah pahala." Jungkook menirukan kalimat Namjoon pada Beomgyu, adik sepupu itu mengangguk paham. Menerima bulat-bulat seperti anak burung. "Tapi, jangan semuanya kau bagi, ya? Seperlunya dan pada orang yang sungguh-sungguh membutuhkan saja."

"Baik, kak Kook-ie, tapi menurutku, kau sudah pintar. Kenapa masih diajari juga?" tanya Beomgyu dengan polosnya.

"Selama masih bisa, tidak ada kata berhenti untuk belajar sesuatu. Aku biasa saja. Tidak seperti yang kau pikirkan, Gyu-ya. Ayo, lanjutkan. Setelah ini kita bisa mulai buat hotteok sama kakak nanti sebelum kau dijemput pulang." Beomgyu mengangguk semangat, Jungkook  melongok ke teras belakang. "Kak? Mau kusiapkan bahannya dulu?"

"Boleh. Gyu sudah selesai?" balasnya teredam.

"Sedikit lagi."

"Baiklah. Aku juga tinggal sedikit di sini." Seokjin menepuk-nepuk pelan gundukan tanah hasil galiannya tadi. Bermaksud menggemburkan kembali setelah disiram agar tanahnya tetap subur untuk rumpun bunga warisan si ibu sampai siap bermekaran nanti.

Jungkook beranjak dari meja yang penuh bukaan buku dengan Beomgyu bersamanya, baru saja hendak membuka kulkas, suara ketukan di pintu gerbang luar menghentikannya.

"Gyu-ya, minta tolong lihat siapa yang datang. Barangkali itu bibi. Biar kusiapkan segera bahannya agar lebih cepat dan bisa makan bersama." Beomgyu mengangguk, meletakkan pena ke atas buku yang ditutup, lalu menuju gerbang. Langkahnya ringan hendak menyambut si ibu dan juga ayahnya yang semalam sudah menghubungi jika tidak sakit lagi. Ia sangat ingin bercerita soal paman baik yang memberinya makanan manis tanpa membuat gigi ngilu atau batuk. Masih ada sekotak lagi dan mau segera dibagi.

Namun, lengkungan senyumnya merosot saat tahu gerangan di balik gerbang bukanlah yang dipikirkan. Sedikit terhenyak karena yakin baru bertemu, tapi mendadak hadir lagi dengan rupa yang lebih keren. Oh. Astaga. Apa ia baru saja bertemu manusia super yang bisa merubah diri jadi lebih muda?

"Oh, hai. Maaf, apa Jungkook atau Seokjin ada?" tegur suara berat itu kemudian, Beomgyu naluriah menyempil ke balik pintu gerbang. Refleks bawaan lahir karena merasa terintimidasi, padahal wajah ramah berlesung pipi itu sama sekali tidak bermaksud demikian.

Mata bulat malu-malu anak itu memberi jawaban dengan mengangguk pelan.

"Baiklah. Boleh aku ...."

"Gyu-ya? Kenapa malah di pintu begitu?" Jungkook muncul kemudian, lalu buru-buru berlari cepat melihat sosok si tamu, sampai berhenti tepat di depan hidungnya. Suara pekik kaget yang biasa terlontar naluriah, tertahan karena terlalu sibuk merasakan rengkuhan hangat.

Beomgyu mengerjap tak mengerti. Masih berusaha mencerna situasi.

.

Seokjin mengusap kening guna menyingkirkan peluh. Sesaat ia memandangi hasil kerja tangan pada gundukan tanah di hadapan, cukup puas lalu perlahan berdiri. Sedikitnya tiap kali terlalu lama berjongkok, Seokjin akan mengerang sambil memegangi pinggang. Merasa kena imbas karena dulu sering tertawa jahil jika mendapati si ayah melakukan hal yang sama. Oh, astaga. Apa Seokjin sudah mulai termakan usia?

"Kook-ie. Minggu besok giliranmu menyiangi bunga ibu, ya? Aku yang masak. Pinggangku soalnya ...," keluh Seokjin sembari merentangkan tangan ke atas, sekadar merenggangkan otot-otot yang terasa kaku. "Bawakan aku minum, ya?" Gumam balasan terdengar dan tak lama kemudian ditanggapi oleh tawaran.

Saram to Sarang | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang