Sarang sarang sarang.

950 84 24
                                    

... .

Like the moon when the sun rises
Like how nails grow
Like trees that shed their bark once a year
You are the one who will change my memory
A person of love
Before I knew you
My heart was uniform ....

.

Alunan suara seperti kabut, menyatu dengan nada-nada lembut, juga ritme yang terkadang menghentak berdenyut, memenuhi seluruh ruangan dan membuat sosoknya menggeliat dalam selimut.

Bunga tidur perlahan sirna digantikan kesadaran. Rasa penasaran karena jemari tak menemukan gerangan terkasih, membuatnya bangkit. Piyama merah muda pastel tengah mencari pasangan satunya. Kaki telanjang tak keberatan menapaki ubin dingin, saat kemudian ditemukan, malah punggung tegap besarnya tak mengenakan atasan. Mentang-mentang beberapa hari ini sering mengolah tubuh, kulit sewarna madu itu menggelitik untuk disentuh. Terutama ke sebuah titik mungil hitam tepat di tengah tengkuk, yang mana sering jadi pelampiasan gemas. Terutama saat-saat melalui malam panas.

Jemari lentik yang bersematkan cincin emas mengilat di jari manisnya itu, mengusap sayang lekukan otot bahu dengan pelan, lalu merunduk sekadar menuntaskan keinginan untuk mengecup ringan tengkuk, tepat di atas tahi lalat menggemaskan itu. Sedikit mengejutkan empunya sampai seulas senyum berlesung mampir di wajah.

"Terbangun, cinta?" sapanya, beralih menggenggam jemari di bahu untuk mengecup punggungnya, menyandingkan pasangan cincin yang sama, "lapar? Aku buat waffle tadi," tawarnya menengadah, mendapati wajah tembam cantik yang masih bengkak matanya karena sisa kantuk.

"Bangun jam berapa tadi, Joon-ah?"

Namjoon terkekeh karena pipinya dicubit gemas. "Sejam yang lalu."

"Lalu, kenapa tak pakai atasan begini? Sudah sempat pemanasan, 'kan? Kenapa tak bangunkan aku?"

"Mana tega mengusik malaikatku tidur?" Pujian yang langsung dibalas cubitan keras ke pipi satunya, sampai harus bergumam ampun agar siksaan lucu itu berhenti.

"Ayo, sarapan dulu. Biarkan lagunya sebentar," tawarnya berpaling tapi, pinggul ditahan lengan keras.

"Belum ada ciuman pagi."

Seokjin menjentik hidungnya. "Sudah tadi. Lepas ...."

"Itu tengkukku, cinta."

"Sama saja."

"Lain." Namjoon bersikeras, melingkarkan kedua lengan merengkuh Seokjin agar lebih rapat di antara dua kakinya. Kebetulan Namjoon tengah duduk di kursi kerja. "Pipi atau bibir?"

"Loh? Kenapa pilihannya bertambah?" Seokjin meletakkan dua tangannya ke atas bahu tegap yang terasa hangat itu.

"Mungkin karena terlalu suka dan tak kunjung diterima."

"Kau ini benar-benar mesum, ya?"

"Mesum bagaimana? Itu jatah wajar dari suamiku tercinta. Pipi dan bibir ini butuh sentuhan pemiliknya supaya tambah semangat memulai hari, bukan?" Seokjin segera mencubit kedua belah pipinya lagi. "Hintah ...."

Seokjin tersenyum lebar, mendengar lirih tersiksa itu, kemudian merunduk sekadar menggesekkan ujung hidung mereka dan melepas diri. Sengaja meninggalkan Namjoon memelas kecewa agar mengekorinya ke dapur. Suka saat pria jangkung tampan itu merengkuhnya dari belakang dan manja minta agar keinginannya dipenuhi. Karena perilaku lucu itu hanya ditunjukkan saat mereka berdua saja.

Seokjin jatuh cinta dengan cara sederhana seperti itu, berulang kali.

Mereka baru seminggu menyandang status sebagai sepasang suami-suami, ya, benar sekali. Waktu selama satu setengah tahun sudah membuat Namjoon memutuskan segera meminang Seokjin, karena tak sabar mereka segera terikat agar tak lagi memberikan kesempatan pada siapa pun untuk melirik miliknya seenak jidat. Selama pacaran, yang dilakukan bolak-balik Seoul-Geoje, Namjoon hanya bisa bertemu Seokjin saat akhir pekan dan menginap di sana. Ketentuan agar menyelesaikan kerjaan sengaja dipepet Namjoon agar lekas terlepas sesuai target. Hanya, pemikiran ringkas itu terkadang menimbulkan perdebatan di antara keduanya. Namun, yang namanya sudah sejalan baik pikiran dan hati, mereka bisa cepat menyelesaikannya. Dan, begitulah, karena tak tega melihat perjuangan Namjoon, tepat saat acara pergantian tahun, Seokjin menerima lamarannya. Acara pernikahan sederhana yang dihadiri kerabat dekat diadakan hanya dengan persiapan seminggu karena Namjoon ternyata sudah menyiapkannya jauh-jauh hari dibantu Jimin dan Dongsub. Walau pada awalnya Seokjin sempat dilanda kepanikan karena melihat kalangan keluarga Namjoon yang hanya setengahnya datang, rasa itu langsung sirna karena ingat wajah terharu si calon pendamping hidupnya itu yang menunggu di altar. Begitu cerah, percaya dan penuh cinta. Hal yang sama sekali tak berubah dari sejak mereka saling mengerti rasa suka. Pengorbanan Namjoon begitu besar hanya untuk menyematkan cincin di jari Seokjin, dan mana mungkin dirinya begitu tega mundur?

Saram to Sarang | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang