Lie.

596 91 14
                                    

... .

Namjoon mengerjap pada Jungkook yang memandangnya tak percaya. Seolah isi kepala anak itu terdengar jelas bersuara di telinga Namjoon.

Kenapa?

"Saat itu aku terjatuh karena terlalu lapar dan ayahmu datang menolongku. Kau bahkan memberikan dua mangkuk kuah odeng penuh-penuh. Apa kau mengingatnya, Seokjin-ah?" ucapnya dengan senyum, berpaling dari Jungkook ke kakaknya yang sudah bisa duduk menyandarkan punggung di kepala ranjang. Tampak sangat hidup, walau hanya setengah menghabiskan buburnya. Namjoon kembali melihat wajah malaikat itu menatapnya balik. Kali ini dengan raut tanya.

"Um ... maafkan aku, tapi apa kita sedekat itu? Sapaanmu ...," jawabnya mengambang, Namjoon dibuat tertawa.

"Aku yang memang ingin sedekat itu denganmu."

"A-aku tidak ingat. Maaf." Seokjin yang masih tampak bergerak dalam tempo lambat, berpaling pada Jungkook. Telinganya memerah. "Kook-ie ... katakan pada ayah dan ibu agar membawakan odeng dan gimbab untuk kakak ini, ya? Kita harus berterima kasih karena sudah dibantu membawaku kemari, bukan?"

Jungkook yang sedari kakaknya itu sadar, bingung kenapa semua yang dikatakan sangat berbeda dari yang seharusnya terjadi, hanya bisa menanggapi seperlunya. Apalagi saat Namjoon yang seperti lebih tahu akan apa yang sesungguhnya tengah dihadapi, selalu menjawab lugas semua pertanyaan. Dugaan Jungkook bahkan sebelum dirinya tiba, sesuatu pasti benar terjadi.


Di mana aku?

Rumah sakit. Seoul.

Apa yang terjadi?

Demam tinggi dan tak sadar selama berhari-hari.

Siapa? Bagaimana bisa? Kook-ie ....

Kami bertemu di Hakdong, berteman dan akhirnya aku membantunya untuk membawamu ke mari.

Di mana adikku?

Sebentar lagi ia datang. Tenanglah, Seokjin-ah.


Tahu-tahu, dikabari semalam bahwa Seokjin tersadar. Setibanya di rumah sakit, setelah pemulihan dan pemeriksaan, juga sudah tampak kuat bangun dan duduk, Seokjin meracau soal bagaimana Jungkook bisa di Seoul dan bukannya sekolah di Geoje sampai menanyakan kabar kedua orang tua mereka yang pastinya sedang sibuk menyiapkan jualan, seolah tidak ada apa pun yang terjadi kecuali bingung kenapa bisa sampai dirawat.

Demi Tuhan. Kedua orang tua mereka sudah tiada. Seokjin benci Seoul. Juga pertemuan dengan Namjoon yang bukan karena pingsan dijalan dan ditolong, melainkan karena diselamatkan dari hampir dilindas truk saat menyebrang, lalu dibiarkan tinggal dikontrakan mereka selama dua hari.

Semua itulah yang nyata terjadi.

Namun, baik Seokjin maupun Namjoon, mementahkan kenyataan yang ada. Jungkook sebagai saksi hidup dan bukan pajangan di sana, merasa sangat aneh juga penuh dosa. Seumur-umur, ia hanya berbohong pada Seokjin saat memecahkan vas kesayangan ibu mereka, itu pun akhirnya diketahui hari berikutnya. Sedang sekarang? Bagaimana harus dikatakan jika semua yang tengah terjadi hanya manipulasi semata?

Yoongi kemudian datang dengan senyum cerah. Mau memeriksa rutin. Kesempatan itu digunakan Namjoon untuk menarik Jungkook keluar dengan alasan ingin memberikan ruang pada si dokter. Setelah memastikan tak ada satu pun orang yang berada di dekat mereka, Namjoon menjabarkan semuanya.

"Kak Namjoon ...."

"Aku tahu. Maafkan aku, Jungkook-ah, tapi kita harus bekerja sama dulu."

Saram to Sarang | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang