Don't be a silent readers
Happy Reading 👑
Sepasang manik mata Jenice memandang sebuah pintu besar dengan jantung yang berdegup dengan kencang. Dengan susah payah dia menahan untuk mengontrol rasa takut agar tubuhnya tidak bergemetaran. Namun, usahanya tidak kunjung membuahkan hasil. Bulir-bulir keringat dingin mengalir bebas diwajahnya. Untuk kedua kalinya, dia akan bertemu dengan Putra Mahkota. Seseorang yang bisa membuat bulu kuduk orang lain meremang ketika sedang membicarakannya. Jenice menelan air ludahnya dengan susah payah. Setelah memantapkan diri matanya menatap salah satu pelayan, mengangukkan kepalanya sekali dan kemudian pelayan tersebut membukakan pintu secara perlahan.
Jenice melangkahkan kakinya sembari menatap ruangan dengan pandangan kagum. Ruangan Putra Mahkota sangatlah besar,bahkan kalau dihitung melalui perkiraan luasnya sepuluh kali lipat dari luas kamar kost-annya. Satu ranjang berwarna putih berukuran besar berada disudut ruangan. Tiga lemari berukuran yang besar pula berjejer dengan rapi. Setiap dindingnya terdapat ukiran-ukiran berwarna keemasan, Jenice tidak tahu pasti bentuk ukiran yang berada disetiap dinding, tetapi sepertinya membentuk sebuah sungai...mungkin? Matanya menatap sebuah lukisan berukuran sedang, disana terdapat seorang perempuan berparas cantik dengan senyuman manisnya. Mungkin itu adalah kekasih Putra Mahkota.
"Sudah puas menatap seluruh penjuru ruanganku?" tanya seorang lelaki yang tengah duduk disebuah meja panjang dan menatap Jenice dengan tatapan malas. Jenice tersentak kemudian ditatapnya lelaki yang bisa membuat seluruh orang bergemetar ketakutan. Perempuan itu menundukkan kepalanya sembari berjalan pelan kearah Putra Mahkota. Lalu dengan hati-hati perempuan itu menaruh nampan sarapan Winston tepat dihadapannya. Jenice memundurkan tubuhnya beberapa langkah untuk menjaga jarak dengan Putra Mahkota Winston.
"Setelah menaruh nampannya, kau harus menunggu Putra Mahkota menyelesaikan makanannya. Kemudian kau membawa nampan itu kembali keluar ruangannya." Begitulah kira-kira wejangan dari Nyonya Delina sebelum Jenice memasuki dirinya ke Ruangan Putra Mahkota. Perasaan kesal mulai menyelimutinya setelah mengingat pesan Nyonya Delina itu. Dia adalah salah satu manusia yang tidak tahan berdiri dengan waktu lama. Dan sekarang dia harus melakukan itu demi keselamatan nyawanya.
"Permisi, apakah saya boleh duduk disitu?" tanya Jenice dengan senyuman terpaksa sembari menunjuk sebuah kursi panjang yang berada tepat disebelahnya. Dia berharap bahwa Putra Mahkota mengangukkan kepalanya, namun harapannya pupus ketika lelaki itu hanya menatapnya sekilas. Jenice menghela napas, memang manusia diharuskan sabar dalam menghadapi setiap cobaan. Yang bisa dia lakukan sekarang adalah menggerak-gerakkan kakinya untuk mengalihkan rasa pegal.
Putra Mahkota memusatkan perhatiannya pada pelayan barunya dengan tatapan jengkel. Perasaan kesal menyelimutinya mengingat kejadian dimana perempuan itu salah menyebut namanya. Memang itu merupakan hal yang sangat kecil bagi sebagian orang. Namun, menjadi bahan tertawaan orang secara diam-diam membuat harga dirinya sedikit tercoreng. Lelaki itu sadar ketika dirinya mengeluari Taman miliknya, seluruh pelayan langsung membicarakan kejadian itu sembari terkikik geli. Beraninya hanya dibelakang. Hampir saja Winston menghukum seluruh pelayan termasuk Jenice, si penyebab masalah itu.
Sedangkan Jenice hanya memandang kemanapun asal tidak menatap manik mata Putra Mahkota. Kepalanya sedikit menoleh saat suara pintu terbuka terdengar ditelinganya. Seseorang berdiri tepat disampingnya, membuat mulut perempuan itu membuka dengan sangat lebar. Merasakan sesuatu dilubuk hatinya. Lelaki bernama Ellard itu menolehkan kepalanya sembari menatap Jenice dengan senyuman hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
KILL THE KING
Fantasy[Akan direvisi setelah tamat ya bos!] Mimpi adalah pengalaman alam bawah sadar yang mustahil terjadi didalam dunia nyata. Tetapi siapa yang menyangka, bahwa hanya dengan mimpi seorang wanita bersama ketiga temannya tertimpa malapetaka? Zetania, s...